40|Rahel benci sama Bagas.

299 50 8
                                    

Waktu pengerjaan sudah hampir habis. Namun, baru beberapa soal saja yang sudah Rahel kerjakan. Sungguh, semua materi yang selama ini ia pelajari hilang seketika. Tidak ada yang tersisa di kepalanya. Kini pikirannya hanya tertuju pada mama.

Kebanyakan waktunya hanya ia gunakan untuk merenung. Ia tidak bisa fokus sama sekali. Ada sebagian kecil dalam pikirannya yang mendorongnya untuk mengerjakan. Supaya ia bisa masuk UNPAD. Supaya semester depan ia bisa tinggal di Bandung bersama Bagas.

Tetapi, sepenuh hatinya menolak. Seolah menyuruh Rahel untuk membiarkan soal-soal itu. Toh, itu hanya ujian. Tidak apa-apa jika tidak lulus. Yang terpenting hanya mama. Prioritasnya saat ini hanya mama, seolah tidak masalah jika ia tidak diterima di universitas manapun. Asalkan ia tetap ada di dekat mama.

Waktu sudah habis. Ujian yang selama ini Rahel nantikan sudah berakhir. Penentuan dari seluruh kerja kerasnya telah usai. Dan Rahel sudah tau hasilnya. Semua sia-sia.

Tapi tidak masalah. Ia segera bergegas. Ia sudah tidak tertarik lagi dengan semua ini. Rumah sakit, hanya itu tujuannya.

Saat sampai di mobil, ponselnya bergetar. Ada sebuah pesan dari Cinta.

Kak Hel, mama udah sadar.

Satu buah kalimat yang berhasil membangkitkan semangatnya. Senyum lebar mengembang begitu saja. Aneh. Baru saja gagal menjalani tes, tapi tersenyum selebar itu.

Rahel menancap gas. Ia mengebut habis-habisan. Ia sangat tidak sabar bertemu mama.

Sepanjang koridor ia berlari, tanpa memedulikan siapapun lagi. Ia hanya ingin segera bertemu mama.

"Kak Hel."

Bahkan Rahel sudah tidak menghiraukan Cinta. "Mama udah bangun?" Air matanya berlinangan. Ia tidak sanggup melihat mama terbaring lemah seperti itu. Sementara di sisi lain, ia sangat bahagia mama sudah bangun.

"Kok nangis?" Ucap mama terpatah-patah.

"Rahel seneng mama udah bangun. Mama jangan ke mana-mana ya, Ma. Rahel takut banget sendirian. Rahel- Rahel-" Tangisnya menjadi. "Rahel takut, Maa."

"Mama tetep sama Rahel." Lirih mama.

Rahel menghapus air matanya. Sepertinya sudah cukup ia menangis, mama sudah bangun, mama tidak pergi meninggalkannya.

"Rahel gak belajar?"

Rahel terdiam. Pasti mama belum tau jika tes sudah dilaksanakan. Mama juga pasti tidak tau jika Rahel sudah pasti tidak lolos. "Maaf, Ma."

Mama menatap Rahel dalam diam. Menunggu penjelasan darinya.

"Udah tes tadi. Rahel gak bisa jawab semua, Ma. Maafin Rahel ya." Rahel duduk di samping mama, memegangi tangan sang mama yang masih terkulai tak berdaya.

"Gak papa. Nanti Rahel kuliah di deket sini aja ya, masih ada jalan lain." Mama memang baru sadar, tapi ia tetaplah seorang mama yang sangat peduli kepada anaknya.

"Iya, Ma. Maafin Rahel ya."

°°°

Setelah dua hari penuh Rahel menemani mama, kini ia memutuskan untuk pulang. Mengambil baju dan membelikan seluruh kebutuhan mama. Tentu mama tidak ditinggalkannya sendiri, ia sudah meminta Cinta untuk menunggu mama.

"Ma, Rahel pulang dulu ya."

Pamit Rahel pada mama yang masih tertidur. Entahlah apa yang terjadi, memang mama sudah sadar, tapi tidak ada perkembangan dari kesehatan mama.

"Titip ya, Ta."

Cinta mengangguk. Dengan berat hati, akhirnya Rahel meninggalkan ruangan ini. Mengendarai mobilnya menuju rumah. 

always youWhere stories live. Discover now