35|Angga si tukang nebak.

261 65 22
                                    

Rahel mencatat seluruh tulisan yang terpampang di papan tulis. Entahlah, beberapa minggu setelah kepergian Bagas ke Bandung, ia menjadi sangat rajin. Mungkin ia sedang terinspirasi oleh perjuangan Bagas. Memang iya, Bagas sangat menakjubkan, ia bisa mewujudkan mimpi-mimpinya. Anak IPA saja harus mikir-mikir dulu untuk mendaftar ke ITB, tapi Bagas? Anak IPS yang terlalu berani. 

Untung saja ia bisa diterima di ITB, tidak sia-sia sejak dulu ia bersikeras ingin masuk jurusan itu, DKV (Desain Komunikasi Visual). 

Atau mungkin saja Rahel menjadi rajin karena pengaruh lingkungan. Sebab ia kesepian dan tidak ada yang bisa ia lakukan selain belajar. Apalagi Agam sudah semakin jauh dengannya. Yah, kenapa Agam lagi sih? Tapi anehnya, meskipun Agam semakin lama semakin menjauh, tapi Rahel tetap merasa Agam ada di dekatnya. 

Bohong kalo Rahel bilang ia sudah melupakan Agam. Meski ia banyak bertemu dengan hal baru serta orang baru, bayang-bayang Agam selalu saja muncul di setiap waktu senggang.

Shit. Rahel menjadi teringat lagi dengan kalimat yang diucap Agam di detik-detik sebelum ia menjauh. 

"Kemanapun lo pergi, gue akan tetep ikut lo, Hel. Dan lo harus percaya itu. Lo bakalan baik-baik aja, kok."

"Lo emang gak pernah bohong, Gam." Ucapnya pelan sambil memandangi Agam yang duduk di kursi depan. 

"Ngomong apa, Hel?" Sepertinya Mita mendengar ucapannya. 

"Eh, emang iya gue ngomong?" 

Mita mengendikkan bahu lalu kembali mencatat. Oh, mungkin juga, Rahel rajin karena terbawa Mita. Belakangan ini Mita bilang ingin lintas jurusan ke hukum. Jadi ia harus belajar mati-matian untuk itu. Dan sekarang ini, Rahel lebih sering bersama Mita, jadi mungkin saja karena itu. 

"Hel, gue capek. Pulang sekolah nongkrong yuk." Ucap Mita setengah berbisik.

Mata Rahel berbinar.  Iapun berbisik balik pada Mita dengan antusias. "Boleh, lo harus ikut ke kafe langganan gue pokoknya. Baristanya cakep." 

"Boleh, pulang sekolah ya."

°°°

Mobil hitam milik Rahel memasuki pekarangan kafe tempat Angga bekerja. Lalu ia memarkirkan mobilnya, cukup mudah sebab ia sudah terbiasa dengan areanya. Mereka turun, Rahel dan Mita. 

"Angga." Sapa Rahel sambil melambaikan tangan ke arah barista tampan itu. Yang disapa hanya melirik sekilas dengan tetap melakukan aktivitasnya. 

Rahel yang mengerti dan tidak mau mengganggupun mengajak Mita duduk dulu sambil memilih makanan di menu. "Namanya Angga, Hel?" 

"Heem, kenapa? Ganteng kan?"

"Banget." Mita tertawa sangat ceria. Begini nih efek terlalu lama jomblo, lihat cakep dikit, baper.

"Udah punya pacar." Ucap Rahel sembari tertawa miring. Sontak Mita membelalak dan raut mukanya berubah seketika. Dari yang semula ceria menjadi agak kecewa. 

"Biasa aja mukanya, hahaha. Orang cakep mah mana ada yang jomblo."

Benar juga kata Rahel, tapi Mita tetap kecewa.

"Temennya habis diputusin pacar, Hel?" Celetuk Angga tiba-tiba.

"Astaghfirullah, ngagetin aja lo." 

"Mbaknya habis diputusin pacar ya?" 

"Anak psikologi, suka nebak-nebak." Rahel mengode supaya Mita tidak terlalu bingung. 

"Mita, jangan mbak, gue lebih muda." Kata Mita sok galak. Halah, tadi saja kesenengan lihat orang ganteng, eh pas tau dia punya pacar, langsung sok jutek. Rahel hanya bisa tertawa sambil merutuki dalam hati, dasar cewek.

always youWhere stories live. Discover now