6|Futsal ☀️

760 331 73
                                    

Matahari sudah semakin meninggi. Tampaknya hari sabtu ini akan menjadi hari yang panas dan melelahkan. Tidak, seharusnya hari ini adalah hari sabtu ceria untuk Rahel. Tetapi tidak lagi semenjak Agam menelponnya dan memintanya untuk menonton pertandingan futsal siang ini.

Rahel sangat malas. Di hari libur seperti ini, Rahel lebih sering menghabiskan waktunya untuk menonton film bersama Cinta. Atau, jika Agam memintanya untuk datang ke rumahnya, ia akan lebih setuju, sebab di sana ia bisa bereksperimen dengan segala jenis alat masak yang tersedia. Tapi ini? ARGHH. 

Kenapa harus menonton futsal sih? Kenapa harus hari sabtu? Harusnya kemarin saja, saat pulang sekolah, atau malam hari. 

Ponselnya berdering, "Halo"

"Gue jemput ya, Hel?" Agam menawarkan tumpangan karena ia tau jika Rahel sedang malas untuk keluar rumah. 

"Yaelah, gausah, gue bisa jalan, deket juga." Rahel menolak. Karena memang rumahnya sangat dekat dengan sport center yang akan digunakan oleh mereka. 

"Yaudah, buruan, gue udah hampir nyampe ini."

"Iya, gue juga tinggal pake sendal. Gue tutup, byee."  

Rahelpun menyerempangkan tas berbentuk lolipop itu dan segera memakai sandal. Tak lupa ia menutup wajahnya dengan masker, karena siang ini begitu panas. Begitu saja, tidak ada yang spesial hingga ia harus berpenampilan lebih baik. Lagipula jaraknya juga dekat. Yang mengajak juga Agam, bukan Bagaskara. 

Rahelpun mulai berjalan. Ia menyusuri jalanan yang sangat panas itu, untung saja, selain memakai masker, ia juga memakai topi dan baju berlengan panjang. Tiba-tiba ada sebuah motor besar yang berhenti di sebelahnya. "Mau kemana lo?" Tanya seseorang yang duduk di jok motor itu.

"Mau ke sport center, Gas. Lo mau kemana?"

"Sama, yaudah gue duluan ya." Bagas berlalu begitu saja. Tanpa ada empati untuk memberi tumpangan pada Rahel yang sedang berjalan di bawah terik matahari ini. 'Dasar nyebelin, untung cinta.' Umpatnya dalam hati. Tapi Rahel benar-benar tidak habis pikir, kenapa Bagas sangat sadis kepadanya. Apa ada yang salah dengan dirinya?

Tapi bodoamatlah, sebaiknya ia segera bergegas, ia tidak mau melewatkan penampilan Agam di pertandingan. Benar, saat futsal, ia jauh lebih mengagumi Agam daripada Bagas. 

"Hel! Sini, Hel!" Hana berteriak sembari melambaikan tangan pada Rahel yang baru datang. Rahelpun mengangguk dan segera duduk di sebelah kanan Hana. Ia duduk di sana dengan Acha dan Hana, juga dengan kakak kelas 12 IPS 2, yang sedang menonton Bagas dan timnya.

Ia juga menyapa gadis yang duduk kanannya, namanya Kanaya, tetapi Rahel biasa menyapanya Kak Naya. Teman baik Bagas, yang selama ini selalu ia bawa-bawa saat adu mulut dengan Bagas. Kanaya tersenyum balik, sungguh manis dan cantik, batin Rahel. Bahkan ia sempat terpaku sejenak, tetapi segera ia alihkan untuk mencari sosok Agam.

"HOYYY!! AGAM!!" Rahel meneriaki Agam yang sudah mengambil posisi di depan gawang. Agam sang kiperpun menoleh, "SEMANGAAT AGAAMM!!" Agam tersenyum dan mengacungkan jempol. 

Pertandingan dimulai. Bagas sebagai penyerang dari tim 12 IPS 2 sangat mendominasi pertandingan. Tidak heran, karena ia memanglah tim inti sekolah yang selalu membawa pulang piala kemenangan. Tapi uniknya, di sini, Bagas sangat jarang berhasil memasukkan bola ke gawang lawan, saat Agam yang menjaga.

Pertandingan kedua tim ini sebenarnya tidak ada faedahnya, karena mereka selalu saja seri. Bukan kedua tim yang seri, tetapi Bagas dan Agam. Agam memang bukan pemain inti futsal, ia juga tidak terlalu mendominasi pertandingan, tetapi ia selalu berhasil menghalau serangan dari lawan.

Dan inilah yang Rahel suka dari permainan Agam. Agam selalu menggunakan hati menurut Rahel. Agam selalu mengerahkan semua yang ia punya untuk mempertahankan posisi timnya. Berbeda dengan Bagas yang selalu mengutamakan ego dan ambisi. Rahel memang selalu menyukai segalanya tentang Bagas; wajah tampannya, kepintarannya, cara ia berbicara, senyumnya, hingga sikap ketusnya pada Rahelpun, Rahel suka. 

Tetapi tidak dengan permainan futsal Bagas. 

°°°

Pertandingan sudah selesai. Seri, memang selalu seri. Agam dan teman-temannya langsung menghampiri Rahel, Acha, dan Hana yang pasti sudah membawakan mereka minum. "Minum dong, Han." Pinta Byan, salah satu siswa kelas 11 IPA 1 juga. Hanapun menyodorkan botol minum yang sudah ia beli, tidak hanya pada Byan, tetapi juga kepada teman yang lain. 

Hana baik, bukan? Hahaha, salah. 

Hana tidak sebaik itu, ia membeli minum bukan dengan uangnya sendiri, tetapi memakai uang kas kelas, hahaha. 

"Gimana, Hel?" Agam memulai obrolan dengan Rahel. Rahel hanya mengacungkan kedua jempol tangannya lalu kemudian tertawa. Agam ikut tertawa dan mengacak rambut sahabatnya itu gemas. Rahel tidak secantik itu, tetapi ia sangat menyenangkan bagi Agam. Dengan melihatnya saja, Agam sudah sangat bahagia. 

"Nih, Gas. Minum air putih dulu, kalo udah makan ini ya, gue buatin smoothies buat lo." Ucap Kanaya pada Bagas yang membuat Rahel ikut menoleh. Sebenarnya Rahel sudah terbiasa melihat ini, tetapi tetap saja ia sedikit sedih melihatnya. 

"Hel, mau mampir ke kafe baru nggak?" Agam berusaha mengalihkan perhatian Rahel. "Eh."

"Kafe apa, Gam?" Tetapi malah Acha yang menyahut lebih dulu. "Itu, ada kafe baru, jual mie mie gitu, gak tau gue belum pernah coba." Hana ikut menanggapai, "Gue ikut dong."

"Mie kayak gimana?" Akhirnya Rahel berhasil berpaling. "Mie-mie gitu. Gue juga gak tau, makanya ayo coba. Ada es krim juga sih katanya." 

"Yaudah, ayo ayo aja gue mah." 

Lalu mereka merencanakannya. Hanya Agam, Rahel, Hana, Acha, dan Byan saja. Karena yang lain sedang ada acara setelah ini. Mereka semuapun keluar bersama-sama dari dalam sport center. Banyak yang pulang duluan, tetapi mereka berempat harus menunggu Byan yang masih buang air kecil. 

Rahel duduk di atas jok motor vario milik Agam sambil memandangi pemandangan yang begitu membuatnya sedih. Bagas dan Kanaya sedang memakai helm. Mereka akan pulang bersama lagi, seperti biasanya. 

"Ngapain lagi, Hel?" Tanya Agam. 

"Heran aja. Kok Kak Naya sering banget naik motor itu." Ucap Rahel tanpa sedikitpun memalingkan pandangan dari sana. Agam menghela napasnya, "Kalo lo pengen dibonceng naik motor keren kayak gitu bilang aja, gue juga punya. Tapi lo juga kan yang bilang lo gak suka dibonceng motor gituan."

"Gak gitu, Gam. Gue emang gak suka dibonceng pake gituan." Kini Rahel menoleh ke arah Agam. "Terus masalahnya apa?"

Rahel mulai membicarakan hal yang belum pernah ia sampaikan pada Agam sebelumnya. "Padahal waktu itu, gue sama Cinta pernah dimarahin habis-habisan sama Bagas gara-gara mindahin tuh motor besar. Katanya dia gasuka motornya disentuh orang lain. Tapi kok Kak Naya boleh naik, sering lagi. Apa bagi dia, Kak Naya bukan orang lain?"

💚💚💚

always youWhere stories live. Discover now