5|Martabak telur 2

809 379 86
                                    

"Akhirnya selesai juga, anjir." Agam bernapas lega. Karena tanggungannya menjadi ketua MOS sudah berakhir, dan saatnya kembali ke rutinitas buruknya. Padahal cuma seminggu, tapi Agam sudah sangat kesal. Ia sangat kesulitan untuk menjaga wibawanya di depan peserta MOS, ia juga sangat kesulitan mengemban tanggung jawab sebagai pemimpin. Ya taulah, ketika bocah urakan diberi tanggung jawab sebagai ketua acara.

"Iya juga, capek banget gue." Gadis yang berdiri di depan Agam ikut menambahi, Hana, siswa kelas 11 IPA 1 juga, teman sebangku Acha. Termasuk dalam beberapa orang yang berteman baik dengan Rahel. 

"Wah, selamat ya, MOSnya sukses." Rahel yang duduk di sebelah Agam tersenyum kepada dua temannya itu. Mereka bertiga sedang duduk di bangku taman sambil menunggu, Hana yang menunggu jemputan, Rahel yang menunggu Cinta, dan Agam yang menunggu balasan cinta dari Rahel, hahaha.

Mereka mengobrol kesana-kemari sambil mengomentari penampilan adik kelas yang lewat. "Gila tuh cowok ganteng banget asli. Kalo seangkatan udah gue pacarin tuh." Hana berapi-api saat melihat adik kelas yang begitu tampan.

"Apaan, biasa saja." Tentu saja, sebab yang paling tampan di muka bumi ini menurut Rahel adalah Bagaskara. Hanya Bagaskara. Tidak ada yang lain. "Yah, gaasik lo."

"Anjir calon pacar gue lewat." Celetuk Agam tiba-tiba. "Yang mana?" 

"Tas biru, rambutnya diurai, parah cantik banget tuh cewek. Otw gue pacarin, hahaha." Agam tidak pernah main-main dengan ucapannya saat ada Rahel yang ikut mendengarkan. Ia benar-benar akan memacari cewek itu, tapi tentu hanya untuk main-main. Karena hatinya sudah jatuh pada Rahel sepenuhnya. Ia hanya ingin terlihat bahagia saja, supaya Rahel tidak merasa bersalah sudah menolaknya dulu.

"Yaelah, itu mah adik asuh gue, namanya Parsya. Gue punya id line dia, lo mau?" Agam mengangguk dengan semangat. Hanapun segera mengirimkannya. Sementara Rahel hanya diam saja, ia tidak mau terlibat dalam transaksi gelap itu. Takut dosa.

"Nah, Cinta udah selesai." Ucap Rahel saat melihat Cinta sedang berjalan menuju sini. 

"Kak Hel." Cinta melambaikan tangan untuk memberi kode Rahel, ia juga tersenyum ramah kepada dua orang lainnya. "Gue pulang duluan ya." Rahel berpamitan kepada dua temannya.

"Eh tunggu, gue mau giveaway permen." Agam mengeluarkan tiga buah permen dari kantongnya. Permen lolipop yang ia dapat dari salah satu adik kelasnya tadi. Ia membagikannya kepada tiga orang itu dan tersenyum bangga, seolah ia sedang mendapatkan suatu pencapaian yang luar biasa. "Makasih, Kak."

"Lo tuh mbak mbak olshop ya, perasaan giveaway mulu."

"Ta, sebenernya kita tuh gak boleh terima barang sekecil apapun dari orang asing, apalagi yang mencurigakan." Tutur Rahel pada Cinta, tentu dengan tujuan menyindir Agam.

Agam yang merasa sebal, merebut permen itu dadi Rahel dan memakannya sendiri. "Kebanyakan omong, calon suami sendiri masa dibilang orang asing, durhaka lo." 

"Bangsat bener lo, Gam."

Cinta dan Hana tertawa. Entah dapat pemikiran dari mana, Cinta tiba-tiba mengutarakan pertanyaannya, "Kalian pacaran?"

"Nggaklah." Bantahan segera dari Rahel. "Rahelnya gak mau, Ta." Agam melengkapi pernyataan. Yang tentu memancing emosi Rahel. "Enak aja!!"

"Berarti mau dong?" Agam menggoda lagi. Hana hanya menyimak sambil terus menerus tertawa.

"Ya, gak gitu juga."

"Pacaran aja. Kak Rahel cocok sama Kak Agam. Chemistrynya dapet banget." Hana semakin tertawa mendengar Cinta berbicara. Entah mengapa juga, terbesit kalimat seperti itu di otak Cinta. Menurutnya Agam dan Rahel sangat serasi. Rahel jauh lebih cocok dengan Agam dibanding dengan Bagas, kakaknya.

"Astaga ini bocah ngerti apa soal chemistry. Udah ah ayo pulang." 

"Ih, pacar gue ngambek. Hahahaa." Agam menyebalkan. Ia terus menggoda Rahel. Hana dan Cinta juga tidak membantu Rahel sama sekali, dan malah menertawakan. Ampuni Dosa Rahel, Ya Tuhan. 

Sementara itu, di sudut lain, ada yang sedang memperhatikan mereka.  "Kenapa, Gas?" Kanaya, gadis yang berada di boncengan Bagas bertanya ketika Bagas menghentikan motor secara tiba-tiba. "Gak apa."

"Lo lihat apa?" 

"Itu adik gue, cepet banget akrabnya sama orang baru." Kanaya mengedarkan pandangan, mengikuti arah pandang Bagas. Sepintas ia melihat empat orang yang tertawa bersama, karena sebelum ia mencermati, Bagas sudah melajukan motor untuk mengantarkannya pulang.

Bagas memang picik. Ia menolak berangkat dan pulang bersama adik kandungnya. Tetapi ia selalu bersedia mengantarkan gadis bernama Kanaya itu pulang.  

°°°

Semburat jingga yang menghiasi langit sore ini menambah kehangatan antara manusia yang sedang berkumpul di warung Pak Jaja. Warung kecil yang hanya menjual kopi hitam, kopi susu, es teh manis, dan beberapa jenis gorengan. Tetapi selalu ramai mulai dari awal buka hingga dini hari. Tentu karena warung Pak Jaja ini letaknya tak jauh dari sebuah SMA Negeri di kota ini. 

SMA di mana Bagaskara bersekolah. 

Warung Pak Jaja adalah markas besar bagi kaum pembuat onar SMA Negeri tersebut. Warung Pak Jaja atau biasa disebut sebagai Marja, Markas Pak Jaja, tempat di mana manusia sejenis itu merencanakan segala hal. Mulai dari sparing dan juga turnamen futsal, basket, game online, balapan, hingga tawuran antar pelajarpun akan dibahas habis-habisan di sini. 

Di sini semua dianggap keluarga. Tidak peduli mereka kakak kelas, atau adik kelas, semuanya dianggap sama. Semua orang dihargai sama, tidak ada perbedaan derajat sedikitpun. Semuanya sama, semuanya teman, kecuali dia yang berkhianat.

"Gimana, Sat?" Bagas yang baru saja datang, menepuk pundak teman sekelasnya itu, Satria, sambil tersenyum miring. "Gimana apanya?"

"Gue menang taruhan dong, kan kemarin gue menang lawan Alex." Alex adalah siswa dari SMA sebelah, yang kemarin malam berhasil dikalahkan Bagas. Sebelumnya Satria mengira Bagas akan kalah, sebab Alex adalah seorang amatir yang selalu menang, tidak ada catatan yang menunjukkan ia pernah kalah. 

Makanya, Satria bertaruh kepada Bagas. Jika Bagas menang, Satria akan menuruti apapun yang dikatakan Bagas selama satu minggu penuh. Bodoh. Padahal awalnya Satria hanya main-main, dan sekarang ia termakan omongannya sendiri. 

"Yaudah, lo minta apa sekarang?" Satria sangat geram. Bagas tertawa, "Bentar gue mikir dulu." Canda Bagas. Sebenarnya ia tidak menginginkan apapun, ia hanya iseng. 

"Besok futsal sama sekelas gue yok." Tiba-tiba Agam menghampiri mereka berdua dan mengundang kakak kelasnya untuk bertanding futsal. "Kesambet apa lo, Gam? Tiba-tiba banget ngajaknya." Satria yang menjawab. 

"Temen-temen gue lagi kangen olahraga katanya, mau gak? Kalo gak mau gue ajak kelas lain." 

"Oke besok, jamnya nanti gue kabarin." Bagas memutuskan. Entah kenapa kali ini perasaannya sedikit sensitif dengan cowok bernama Agam itu. Seolah Agam telah berhasil mengusik hidupnya, dan ia tidak boleh tinggal diam. "Oh, Oke." Agam tidak tau akan berbicara apalagi. Iapun beranjak pergi, untuk bergabung dengan temannya yang lain.

"Sat, gue lagi pengen martabak telur, ntar malem anterin ke rumah gue ya." Ucap Bagas sambil menatap lekat punggung Agam yang sedang berjalan menjauh. 

💚💚💚

always youWhere stories live. Discover now