14|Kabar buruk.

467 173 38
                                    

"Gue suka sama lo, Gas."

Bagai tersambar petir di siang bolong, begitu yang Bagas rasakan saat ini. Ia tidak menyangka Kanaya akan menyatakan hal bodoh seperti itu. Ia tidak pernah menyangka ini akan terjadi, setidaknya, kenapa secepat ini? Bagas sangat bingung akan menjawab apa, atau mungkin saja yang ia dengarkan itu salah, "Nay?" Tanyanya untuk memastikan lagi.

"Gue suka sama lo, Bagaskara, gue suka sama lo." Dan Bagas menyadari kalau yang ia dengarkan itu benar adanya. Kanaya benar-benar mengatakan seperti itu, ini bukan halusinasinya. 

"Gue suka sama lo, Bagas, lo juga suka kan sama gue, gue mau jadi pacar lo." Bagas memang menyukai Kanaya, tetapi bukan sebagai pasangan. "Nay, lo kesambet apa?" Saking bingungnya, kalimat seperti itulah yang keluar dari mulut Bagas. 

"Gue jatuh cinta, Gas. Gue jatuh cinta sama lo." Suara Kanaya melirih. Kini ia menunduk. Iaa sendiri juga tidak tau mengapa ia harus menyatakannya. Kanaya tidak tau. Rasanya, semua mengalir begitu saja. Ada secercah perasaan yang mengatakan ia harus menyatakan rasa cintanya sebelum Bagas menjadi milik orang lain.

"Kan lo sendiri yang bilang kalo kita jangan sampe nglibatin perasaan." Bagas merunduk sedikit, menyeimbangkan tingginya dengan Kanaya. "Tapi sekarang gue suka sama lo, perasaan orang kan bisa berubah, Gas." Ucap Kanaya begitu lirih, tetapi Bagas masih bisa mendengarnya. 

Bagas memegang kedua pundak Kanaya. "Nay?"

"Lo kan tau sendiri kalo pertemanan cowok cewek itu pasti nglibatin perasaan, apalagi yang temenannya sedeket ini." Iya, Bagas tau, Bagas tau benar hal ini. Tetapi ia tidak pernah mengira itu akan terjadi dipertemanannya dengan Kanaya. Bagas menganggap Kanaya berbeda dari yang lain. Bahkan dulu Bagaslah yang mengemis-ngemis untuk bisa berteman dengan Kanaya, karena Kanaya berbeda dari yang lain. 

Di saat semua orang mengagungkannya bagaikan seorang dewa, Kanaya hanya memperlakukan Bagas seperti manusia biasa. Kanaya baik kepadanya. Kanaya tidak segan-segan membuang waktunya untuk membantu urusan Bagas.

Dan yang terpenting, di mata Bagas, Kanaya tidak rendahan seperti perempuan lain yang sering menyatakan perasaan kepadanya.

"Tapi dari awal, gue komitmennya jadi temen, Nay. Ralat sahabat." Bagas mendongakkan kepala Kanaya, kini ia bisa menatap manik mata Kanaya, "Bukan untuk pacaran." Tambahnya. Sakit sekali. Hati Kanaya benar-benar sakit. Tetapi ia masih belum mau kalah. 

"Kan bisa berubah. Perasaan manusia itu bisa berubah sewaktu-waktu, Bagas. Kalo lo belum bisa suka sama gue, gue bisa kok bikin lo suka. Gue bakal usaha."

"Gak bisa, Nay." Sanggah Bagas cepat. 

"Kenapa, Gas? Rahela?" 

Bagas diam. Benar-benar diam. Sejujurnya, ia sendiri tidak tau apa yang sedang terjadi. Ia sungguh tidak mengerti. Segala hal mengenai perasaan tidak pernah terbesit dalam benaknya.

Bagas masih tetap menatap mata Kanaya. Sementara Kanaya terus berusaha menghindari. Kanaya melepaskan bahunya dari cengkraman Bagas. Lalu tangannya bergerak ke wajah.

Terlihat jelas bahwa ia tengah menghapus air mata.

"Nay?"

Kanaya tersenyum. Senyum yang sangat tulus. Senyum yang selalu mendamaikan hati Bagas. 

"Gak papa kok, Gas. Sorry banget, gue emang bodoh. Gue udah ngira sih akhir-akhir lo lagi suka sama Rahela, tapi gue tetep ngungkapin. Bodoh memang." 

Kanaya tersenyum sekali lagi berusaha untuk menetralkan keadaan. Padahal, hatinya begitu hancur. Bagas yang selama ini hanya dekat dengannya itu, sekarang sudah mulai menjatuhkan hati pada seorang gadis. Gadis lain, yang tentu saja bukan dirinya.

Cukup. Bagas sudah tidak mampu lagi menatap gadis itu.

"Nay, pake helmnya, gue anter pulang."

°°°

Bagas sedang bingung saat ini. Ia membanting tubuhnya ke tempat tidur lagi. Miring ke kanan, miring ke kiri, tengkurap, dan kembali ke posisi awal lagi. Ia menatap langit-langit kamarnya kosong. Lalu bangun lagi, ia berdiri lagi, "ARGH!"

Ternyata pemikirannya bahwa ada persahabatan antara orang yang berbeda jenis kelamin yang tidak melibatkan perasaan itu salah besar. Perasaan sialan bernama cinta ternyata bisa tumbuh juga di persahabatannya dengan Kanaya. 

"Gue gak bisa pacaran sama Kanaya." Ucapnya. Tetapi bagaimana cara memberitahu Kanaya? Ia tidak bisa melihat mata Kanaya menjatuhkan air mata nantinya, ia juga tidak mampu mendengar suara Kanaya yang pasti akan lebih lirih daripada tadi siang. Bagaimana ya?

Yash! Rekaman suara! 

Bagas mengeluarkan ponselnya dan mulai merekam.

"Nay, gue gak bisa jadi pacar lo." Ia menghentikannya, terlalu frontal, pikirnya. Ia mencoba lagi, lalu menghentikan lagi. Mencoba lagi, dan menghentikan lagi. Terus, sampai akhirnya ada satu rekaman yang cukup sesuai. 

"Kanaya, sebelumnya gue minta maaf banget, gue tau ini bukan salah lo, gue tau perasaan orang bisa berubah. Tapi gue gak bisa, Nay. Gue gak bisa jatuh cinta sama lo, Nay. Gue gak mau pacaran tanpa ada rasa itu. Kalo lo pikir ada orang lain di hati gue, mungkin lo bener. Tapi, meskipun gue gak cinta sama lo, lo tetep punya tempat yang istimewa di hati gue, Nay. Plis tetep jadi Naya yang gue kenal, plis tetep jadi sahabat gue." 

Send.

Pengecut? Memang! Bagaskara memanglah seorang pengecut. Ia hanya bisa menyakiti hati Kanaya tanpa mau melihat air matanya. Ia hanya bisa meminta Kanaya untuk jangan berubah, tanpa mau mengerti bahwa perubahan akan selalu ada.

Itulah Bagaskara. Seorang yang egois dan mengedepankan kepentingannya sendiri.

Bagas merebahkan dirinya di atas kasur lagi. Namun, tiba-tiba ia bangun, terbesit sesuatu hal di dalam benaknya. 

Jika semua persahabatan antara laki-laki dan perempuan selalu melibatkan perasaan, kenapa persahabatan antara Agam dan Rahel bisa bertahan begitu lama? Tidak mungkin tidak ada perasaan di antara mereka berdua. 

Jika salah satu di antaranya jatuh cinta, pasti persahabatannya sudah hancur sejak lama. Kecuali, jika keduanya saling jatuh cinta?

Benar juga! 

Bagas segera keluar dari kamarnya dan bergegas mengunjungi Rahel. Entah apa yang dipikirkannya, seharusnya ia tidak perlu ikut campur, tetapi, Ah sudahlah ia sangat ingin tahu. 

Saat ia membuka pintu, 

"Gue pulang dulu ya, Ta. Thanks waktunya." Cinta melambaikan tangan pada seseorang itu. Seseorang yang sekarang sedang dipikirkan Bagas. Bukan Rahel, melainkan Agam. "Byee, Kak." Cinta berbalik setelah Agam pergi. Dan ia terkejut menemukan Bagas berdiam diri di depan pintu. 

"Ngapain lo, Bang?" 

"Lo pacaran sama Agam?" 

"Ya enggaklah, hahaha." Cinta tertawa mendengar tuduhan konyol dari Bagas. "Cinta lagi deket sama cowok lain, temennya Kak Agam. Lagian,-"

"Lagian apa?" Potong Bagas cepat.

"Kak Agam juga udah punya pacar kok. Dahlah, Cinta masuk dulu."

Cinta meninggalkan Bagas dengan seribu satu pertanyaan. Agam sudah punya pacar? Apa pacarnya itu Rahel? Kapan mereka mulai pacaran? Kok bisa? Kenapa pacaran sih? Apa gak bisa sebatas sahabatan saja?

Tanpa disadari, Bagas mengepalkan telapak tangannya. Mengapa waktunya begitu tidak tepat?

Di saat Bagas mulai menyadari ada yang berbeda dari hatinya, kabar buruk malah menghampirinya.  



💚💚💚


always youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang