34|Bagas, Bandung, Bimbang

271 71 9
                                    

Kata orang kelas dua SMA itu masa paling menyenangkan. Ada yang sibuk mengurus organisasi. Ada yang terjebak cinta lokasi. Juga banyak yang berusaha merintis koneksi.

Tapi apa-apaan ini?

Kelas sebelas Rahel berakhir begitu saja. Organisasi tidak punya, pacar sibuk belajar, lalu teman? Entahlah, Rahel merasa tidak punya banyak teman. Bahkan teman dekatnya sibuk sendiri-sendiri.

Cinta? Teman kecilnya, sahabat, tetangga, sekaligus penyemangat hidup. Ia sibuk sekali dengan teman-teman barunya. Teman kelaslah, teman organisasi, temannya teman, entah banyak sekali teman Cinta sampai Rahel sulit mengenali.

Lalu, Hana dan Byan, pacaran. Acha? Tama? Ternyata mereka sedang pendekatan. Padahal saat Byan dan Hana pacaran, Acha serta Tamalah yang setia menemani Rahel. Tapi sekarang malah mereka yang otw jadian. Dasar.

Agam? Jangan tanyakan lagi perihal Agam. Sepertinya, berpacaran dengan Ghea banyak merubah hidupnya. Sudah lewat enam bulan, Rahel belum mendengar Agam punya pacar baru, berarti mereka masih berpacaran. Aneh, itu nggak Agam banget.

Dan menurut Rahel, Agam sudah menemukan dunianya sendiri. Ia sudah jarang sekali menghabiskan waktu dengan teman sekelas. Eh, apa sebenarnya Agam masih sering jalan, tapi Rahel saja yang tidak diajak ya? Hmm.

Pokoknya Agam sudah tidak berinteraksi sama sekali dengan Rahel. Padahal mereka sekelas. Saat Rahel mencoba mendekat, ada saja alasannya untuk pergi.

"Ini, Hel, minum lo. Nggak makan sekalian?" Angga, seorang barista yang selama enam bulan terakhir setia mendengar keluh kesah Rahel, datang membawa segelas capucino. Rahel menggeleng.

"Wah pasti mau curhat ini mah, bentar ya, satu pelanggan lagi. Tunggu." Rahel tersenyum lalu mengangguk. Menurutnya, Angga sangat keren. Bisa menebak pikirannya dengan sangat akurat.

Angga, Angga, iyasih ia barista, anak psikologi lagi. Pasti tidak sulit untuknya membuat Rahel nyaman berteman. Tapi seperti ada yang berbeda dari Angga. Padahal ia baru mengenal Angga pada hari di mana Angga memberikan kotak hadiah misterius itu. Enam bulan lalu.

Akan tetapi, kenapa ia merasa Angga sudah mengenalnya sejak lama ya? Angga sangat mengerti bagaimana mengembalikan mood Rahel. Ia seperti cenayang. Seringkali, saat Rahel menginginkan sesuatu, Angga datang membawakan sesuatu itu. Bahkan sebelum Rahel memberi tau. Apa di jurusan psikologi diajari ilmu menebak apa yang Rahel inginkan?

Atau mungkin, Angga seorang stalker? Ah, tidak mungkin manusia nyaris sempurna seperti Angga mau membuang waktu untuk memantau kehidupan Rahel. Apalagi Angga sudah punya pacar yang sangat cantik, sungguh tidak mungkin Angga jadi stalker cewek buluk seperti Rahel.

"Nah udah, gimana? Mau ngomongin apa nih?"

"Besok masuk."

"Terus? Bagus dong, lo jadi gak buang waktu lebih lama di sini. Belajar yang bener."

"Deg-degan. Masa iya baru kemarin masuk SMA, udah kelas 12 aja."

"Hahaha, emang gitu, Hel. Sampe sekarang, gue juga ngerasa hidup itu cepeet banget. Padahal gue udah lari cepet banget nih, tapi tetep gak kekejar. Sialan emang."

Iyasih, benar juga. Secepat apapun Rahel mengejar, dunia tak pernah berhasil ia capai.

"Tapi emangnya lo gak seneng sekolah? Gak kangen sama temen-temen?" Angga bertanya sebelum Rahel menanggapi pernyataan sebelumnya.

"Seneng sih."

"Ya udah."

"Cinta udah berangkat ke Bandung. Bentar lagi Bagas juga nyusul." Ucapnya.

always youWhere stories live. Discover now