13|Senin, Pasta, dan Kanaya

477 191 36
                                    

Seperti biasanya, hari senin memang selalu menyebalkan untuk kebanyakan siswa. Selain karena hari senin merupakan peralihan dari hari libur, para siswa juga harus datang lebih awal untuk mengikuti upacara bendera. Menyebalkan memang. Tetapi untuk para pengagum rahasia, seperti Rahel contohnya, upacara itu sangat menguntungkan. 

Saat upacara, para pengagum rahasia itu bisa mengamati objek yang mereka kagumi dari kejauhan, dan tentunya tanpa takut ketauan.

"Tanpa penghormatan, bubar barisan, jalan!" Pemimpin upacara membubarkan barisan. Upacara sudah berakhir, dan berakhir sudah kegiatan Rahel mengagumi Bagaskara. 

"Langsung kantin aja. Kata Byan, guru-guru rapat." 

"Cie cie, couple baru udah mulai kabar-kabaran aja nih." Goda Acha. Rahelpun juga ikut tertawa menggodanya. "Apaan sih, noh lihat, ada di grup kelas. Makanya punya hp tuh dipake, dasar." 

"Iya, iya, yaudah ayo ke kantin. Gausah emosi gitu dong." Rahel mengalungkan tangannya ke leher dua teman dekatnya itu. Lalu mereka berjalan menuju kantin dan langsung memesan makanan dan minuman. Namun Rahel hanya memesan minuman saja, ia menunggu bekal dari Bagas. 

"Gak pesen makan, Hel?" Tanya Hana setelah menaruh mangkuk baksonya itu di atas meja. "Biasa, nunggu Bagas." Mereka berdua hanya manggut-manggut saja. Padahal sebenarnya mereka sangat ingin tau alasan Bagas selalu mengantar bekal untuk Rahel, dan alasan Rahel yang selalu setia menunggu. 

Setau mereka, Bagas dan Rahel memang bertetanggaan, tetapi kan pasti ada alasan tersendiri. 

"Hel." Panggil seseorang. Rahel menengok. Baru saja dibicarakan, sudah datang. Panjang umur kamu, Bagas. "Bekal lo." Bagas menyodorkan satu dari dua kotak bekal yang ia bawa. Rahel menerima dengan mata berbinar, bahkan ia mencium bau masakan itu, "Pasta?"

Bagas mengendikkan bahu sebab iapun tidak tau apa yang dimasak oleh bundanya. Iapun beranjak pergi setelah Rahel mengucapkan terima kasih, lalu duduk di meja yang berseberangan dengan meja yang ditempati Rahel dan teman-temannya. 

Rahel membuka bekalnya, dan benar saja, isinya adalah pasta. Memang indra penciumannya sangat bisa diandalkan. Tapi dalam urusan makanan saja ya, hahaha. Baru saja Rahel akan memasukkan makanan itu ke mulutnya, gerombolan pembuat onar datang ke meja mereka. "Sumpah, jangan berisik ngapa sih? Gue tuh cuma pengen makan dengan tenang, oke?" Lalu ia melanjutkan aktivitasnya, memasukkan sesumpit pasta itu ke dalam mulutnya. "Mau dong, Hel." Agam yang duduk di sampingnya merebut sumpit Rahel dan ikut memasukkan makanan itu ke mulutnya.

"Enak banget ini, Hel. Asli. Bundanya Bagas itu koki ya?" 

"Bukan sih, tapi emang enak banget masakannya."

"Jauh kalo dibandingin lo yang biasa masak mie instan, hahaha." 

"Enak aja, lo belum coba kue yang gue kirim kemarin?" 

"Loh, itu kue buatan lo? Serius? Kok rasanya jauh dari percobaan lo sebelumnya? Gue kira dikasih sama Parsya."

"Percobaan apasih yang lo omongin?" Byan yang sejak tadi menyimak akhirnya bertanya. "Ada deh, Yan. Urusan rumah tangga. Urusin aja rumah tangga lo sama si dugong." 

"Dugong pala lo peyang? Orang MasyaAllah kayak gue lo bilang dugong, lah terus lo yang kayak upil onta tuh disebut apa?" Omel Hana yang tidak terima disebut sebagai dugong. 

"MasyaAllah banget sih. Cantik iya, pinter juga lumayan, tapi kalo tidur ngoroknya keras banget kayak babi, hahahaha."

"BYAANN!!" Byan berlari menghindari omelan pacarnya itu. Semua yang ada di sana tertawa tanpa terkecuali. Sementara Hana masih cemberut dan merajuk kepada teman-temannya itu. Selanjutnya mereka makan lagi. Semua sibuk menyantap makanan masing-masing. Kecuali Agam dan Rahel yang makan sewadah berdua. 

"Tapi, Hel, lo sebenernya buat kue susah-susah untuk siapa sih? Bagas?" Tanya Agam tiba-tiba. Uhuk uhuk. Rahel tersedak. Pertanyaan Agam sukses membuatnya tersentak. Buru-buru Agam memberikan minum kepada Rahel dan menepuk-nepuk punggungnya pelan. "Hati-hati kalo makan. Hal sepele kayak gini tuh juga bisa ngebuat mati."

Rahel meneguk minuman itu dan kini batuknya sudah sedikit reda. 

Ia tidak terlalu mengerti cara berbohong. Ia juga tidak mau mengakui kalau kue itu ia buat khusus untuk Agam. Untuk merayakan ulang tahun Agam. Ia malas sekali, sebab hal itu akan membuat tingkat kepercayaan diri Agam meningkat.

Tetapi sepertinya ia harus mengatakan sesuatu untuk menanggapi pertanyaan Agam tadi.

"Kuenya mau gue kasih ke seseorang yang spesial."

Orang spesial ya, Hel? Pasti Bagas.

°°°

"Eh, Gas, jalannya lewat koridor kelas 11 dulu ya, mau nganter barang." Bagas hanya berdeham. Lalu mereka berdua, Bagas dan Kanaya, berjalan berdampingan melalui koridor demi koridor. Bagas bisa mendengarkan bisikan demi bisikan yang merujuk kepadanya dan Kanaya.

Seperti; Mereka pacaran? ; Kasian ya Kanaya, cantik-cantik kena friendzone ; Sumpah gue nge-ship banget hubungan mereka ; Anjir itu Kanaya makin hari makin lengkat aja sama pangeran gue ; dan masih banyak lagi.

Tepat di depan pintu kelas 11 IPA 1, Kanaya berhenti, begitu juga dengan Bagas yang sejak tadi mengikuti. "Di sini?" Kanaya mengangguk. Lalu ia meminta bantuan Bagas untuk mengambilkan barangnya dari dalam tas. 

"Kak Nay, totalnya berapa ya kemarin?" Tanya seorang perempuan yang keluar dari kelas itu, dia teman Rahel, Acha. "Seratus tiga puluh lima ribu, Cha. Mana, Gas, barangnya." Bagas memberikan sebuah benda yang terbungkus tas plastik kepada Kanaya, lalu menutup kembali resletingnya. 

"Ini, Kak, uangnya." Acha memberikan uang sebesar seratus lima puluh ribu. Kanaya merogoh kantongnya untuk mencari uang kembalian. 

"Eh, ada Bagas, Hai, Kak Naya." Rahel sedikit terkejut mendapati keberadaan dua orang itu di depan pintu kelasnya. "Yes, kuponnya buat gue." Agam merebut sebuah kertas dari tangan Rahel dan berlari sekencang mungkin. "AGAM! BALIKIN!" Rahel segera mengejar Agam untuk mendapatkan kupon makan gratisnya kembali. Ia mendapatkan kupon itu dengan susah payah, jadi ia tidak akan membiarkannya jatuh ke tangan Agam.

Bagas terpaku pada punggung Rahel yang semakin tidak terlihat. Tadi makan satu wadah berdua, sekarang kejar-kejaran kayak bocah. Mereka tuh apa sih sebenarnya, jujur, Bagas mulai terusik dengan kedekatan mereka berdua.

Kanaya memandang heran sahabatnya itu, ia merasa ada yang berbeda dari Bagas, "Gas."

"Eh iya, Nay?"

"Punya uang lima ribu, nggak?" 

"Oh, punya kok." Bagas memberikan uang itu kepada Kanaya. Kemudian Kanaya segera menyelesaikan transaksinya dengan Acha dan melanjutkan perjalanan mereka menuju tempat parkir. 

"Gas, lo suka sama Rahel?" Tanya Kanaya pada akhirnya. Namun, bukannya menjawab, Bagas malah bertanya balik, "Kenapa?" 

"Gak apa apa." Kanaya sempat diam sebentar seperti menimbang-nimbang akan bicara atau tidak, lalu ia mendongak, ia putuskan untuk mengatakannya sekarang daripada nanti ia menyesal. "Gue suka sama lo, Gas." 

"Nay?"


💚💚💚







    

always youWhere stories live. Discover now