7|Fuckboy mode on

713 310 100
                                    


"Gila banget sih, abang-abang barista di kafe yang hari sabtu kita ke sana itu, lo inget gak?" Hana bercerita dengan heboh. Di dalam kelas 11 IPA 1 yang masih belum ramai, iya, sepagi itu ia sudah heboh.

Acha yang mengingat muka abang-abang yang dimaksud Hanapun mengangguk antusias. Byan dan Agam juga mengangguk. Teman-teman lain yang tidak mengertipun hanya mendengarkan saja. Hana melanjutkan cerita, "Kemaren malem gue ke sana lagi, asli, gantengnya gak ilang anjir, pengen gue halalin aja bawaannya."

"Yaelah, cabe." Byan yang kecewa dengan apa yang disampaikan Hana langsung mengumpat. "Gue kira apaan anjing."

"Tapi emang bener banget sih, tuh abang ganteng banget, rasa pengen memiliki gue tuh goyang-goyang pas lihat senyuman dia." Acha menambahi dengan sangat lebay.

"Tapi, Han." Agam berbicara dengan nada yang serius. Membuat Hana menengok ke arah Agam. Semuanya juga ikut menengok. "Rumah lo kan di ujung sini nih, sebelah barat. Trus tuh kafe jauuhh banget di sebelah timur." Agam memperagakan apa yang diucapkannya dengan gerakan tangan. Hana hanya manggut-manggut, "Trus?"

"Pertanyaannya lo ke sana sama siapa?" Skakmat. Hana diam tak berkutik. Begitu juga dengan seseorang lain yang kedoknya akan terbongkar hari ini. Agam yang sudah mengetahui fakta inipun mengompori lagi, "Hana pergi sama lo, Cha?"

"Enggak, ngapain juga gue ke sana, rumah gue kan sekitaran rumah Hana, jauh banget. Sama siapa lo, Han?" Acha ikut bertanya, ia sudah termakan komporan Agam. Agampun tertawa kecil melihat dua temannya diam tak berkutik seperti ini.

Semua yang menyimak ikut diam menunggu jawaban Hana. "Lah, lagi main mannequin challenge ya?" Celetuk Rahel yang baru saja tiba.

"Eh, Rahel, gak tau tuh, gak jelas banget anjing, masa mereka kepo banget kemarin Hana pergi ke kafe sama siapa." Lapor Byan pada Rahel.

"Emangnya lo gak kepo, By?" Sela Agam. "Apa jangan-jangan lo udah tau?" Agam si kompor. Byan menggertakkan giginya melihat Agam yang menyebalkan itu. Sungguh, ia sangat menyesal bercerita pada Agam yang mulutnya ember kayak ibu-ibu tukang sayur itu.

"Ngapain sih, Gam? Han, emang ngapain sih?"

"Ini nih, masa mereka kepo banget gue kemarin habis ke kafe sama siapa, kan gak asik."

"Ya kenapa gak lo jawab aja? Biar cepet kelar." Skakmat. Lagi-lagi Agam tertawa tanpa dosa.

"Lo tau gak sih, Hel. Waktu gue nganterin jus ke rumah lo kemarin, kan gue belinya di kafe tuh, kafe yang waktu hari sabtu kita ke sana. Trus gue lihat Hana lagi berduaan samaa-" Ucap Agam menggantung sambil melirik ke arah Hana dan Byan.

"Iya-iya gue pergi sama Byan, puas lo?!"

"Trus, gue denger sesuatu loh." Agam tidak akan menyerah sebelum Hana dan Byan ngaku. "Ada yang kepo nggak nih??"

"Apa, Gam, apa?"

"Yaelah, iya-iya, gue nembak Hana kemarin." Akhirnya Byan mengaku. Yang akhirnya mendapat sorakan dari seluruh isi kelas. "Emang diterima?" Kali ini bukan Agam, tapi teman lain yang mengompori.

"Ya gue trimalah." Hana langsung menutup mulut. Bodoh sekali.

"Wahhh, temen gue udah gak jombloo."

"Pak ketua udah punya istri nih yee."

"Langgeng-langgeng yaa."

"Asik traktiran besar-besaran ini"

Riuh sekali. Semua tertawa gembira. Banyak yang memberikan ucapan selamat, banyak juga yang meminta traktiran. Saat Rahel menengok ke arah pintu kelas, matanya bertatapan dengan Bagaskara yang bingung sebab suasana yang sangat tidak kondusif.

Buru-buru Rahel keluar untuk menemui Bagas. "Ngapain tuh temen lo?" Tanya Bagas sembari memberikan kotak bekal Rahel.

"Ada yang jadian." Jawab Rahel sedikit berbisik.

"Oh, pantes rame banget. Yaudah, gue ke kelas dulu kalo gitu."

"Ya udah, makasih ya, Gas. Maaf ngrepotin." Bagas tidak menjawab, ia hanya berlalu begitu saja. Rahel tersenyum getir menatap kepergian Bagas. Ia memang selalu sengaja meninggalkan kotak bekalnya, supaya Bagas mengantarkannya.

Dan rencananya memang berhasil. Bagas selalu mengantar bekalnya. Tetapi tetap saja tidak ada yang berubah. Bagas tetap Bagas yang tidak terlalu peduli dengan Rahela.

"Hel." Panggil Agam yang kini sudah berada di sampingnya.

"Kapan ya, Bagas nembak gue, kayak Byan nembak Hana."

°°°

Jam sudah menunjukkan pukul setengah 12. Seharusnya sudah waktunya istirahat, tapi Pak Pardi, guru Bahasa Indonesia itu masih sibuk menjelaskan materi mengenai teks ceramah. Banyak siswa yang sudah larut dalam mimpi, ada juga yang asyik berselancar di dunia maya. Ada juga yang sedang menahan lapar seperti Hana.

"Hel, bekal lo apaan?" Bisik Hana pada Rahel yang ada di belakanngnya. Rahelpun membuka laci dan mengecek bekal yang dibawakan oleh Bagas. Alisnya berkerut, ia sedikit kecewa, "Nasi ayam, Han. Gak bisa dicemilin." Ia berbisik pada Hana.

Sama seperti Rahel, Hana juga sedikit kecewa. Iapun kembali menghadap depan.

Rahel memperhatikan Agam yang senyam-senyum di sebelahnya. "ssttt, sssttt, Gamm." Agam tidak juga menengok, akhirnya Rahel menyikutnya. "Apaa?"

"Gila lo? Yang lain tepar, lo malah senyam-senyum." Masih dengan berbisik.

"Ini, chat sama Parsya, lucu banget, lihat nih."

Agam memberikan ponsel miliknya kepada Rahel.

Rahel hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat sahabatnya yang sedang mengeluarkan jurus fuckboynya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Rahel hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat sahabatnya yang sedang mengeluarkan jurus fuckboynya. Rahel mengembalikan ponsel Agam, saat ada satu pesan masuk.

Parsya
Ini beneran Kak Agam, kan? Mastiin aja, takutnya gue halu, hehe.

"Nih, calon pacar lo mbales, hahaha." Goda Rahel, tetap sambil berbisik. Agampun menerima ponsel, dan tertawa pada Rahel.

Tawa yang sebenarnya bukan untuk mengejek tingkah memalukannya. Bukan juga tawa sebab mendapat balasan dari Parsya. Tetapi, tawa untuk menutupi kegagalan terbesarnya. Kegagalan untuk menakhlukkan hati Rahela Denasta.


💚💚💚

always youWhere stories live. Discover now