40

1.2K 100 9
                                    

Brak!!

Pintu terbuka kencang dari luar. Xavier tersentak, dia terkejut saat melihat kedatangan sang ibu dengan wajah memerah padam. Yuna mendengkus, lalu kemudian dia kembali melangkah.

"Di mana menantuku!?" Xavier menaikan satu alisnya.

"Ibu ini apa-apaan sih. Datang-datang langsung marah, dan langsung berteriak padaku."

Yuna mendaratkan bokongnya dikursi di depan meja kerja Xavier -sang anak-. "Kau sembunyikan di mana menantuku yang sedang hamil itu."

"Apa maksudmu bu. Tentu saja dia ada di kamar inapnya."

Yuna bersedekap dada, "coba saja sana kau lihat. Ibu baru saja dari sana."

Xavier berberdiri dan tak lama dia berjalan menuju kamar inap Laras. Tidak mungkin, jika wanita itu keluar dari rumah sakit.

Karena pasalnya kemarin sore dia masih berada di sana, dan hari ini dia memang berniat untuk mengunjungi Laras agak terlambat kerena jadwal pemeriksaan dengan pasiennya cukup padat.

Xavier menggeser pintu kamar inap Laras, "Dia ada--" ucapnya terhenti saat wajahnya dia palingkan ke kamar inap Laras.

Kosong! hanya ada kesunyian di sana. Ya, kamar itu sudah kosong dan rapih tanpa ada seorangpun di sana. Astaga! kemana perginya Laras.

Xavier berjalan cepat mendekat, "Apa ini. Kenapa kasur ini sudah rapi?"

Xavier kembali berjalan mencari di dalam kamar mandi, namun hanya ada kekosongan di sana.

Dia berjalan cepat keluar kamar inap, "di mana pasien di dalam kamar itu?" tanya pada seorang suster.

Suster tersebut menggeleng, "aku tidak tahu dok."

Xavier mengacak rambutnya frustasi. "hey, apa kau tahu di mana pasien yang ada di dalam kamar itu?" tanyanya kembali pada seorang suster yang berbeda.

Lagi suster tersebut menggeleng tidak tahu. Xavier sangat kesal, dia berlari menuju ruang pemeriksaan Erlangga.

Ya, dia sangat yakin jika hilangnya Laras secara tiba-tiba saat ini pasti ada kaitannya dengan Erlangga.
Pintu dibuka dengan keras, hingga membuat seorang suster memekik kencang.

Xavier melangkah, lalu menarik kerah kemeja Erlangga. Dan tanpa permisi Xavier mendaratkan tinjuan di wajah Erlangga.

"Ah! dokter." pekik sang suster saat Erlangga terjatuh kebelakang.

Xavier kembali menarik kerah bajunya, "Di mana wanita ku. DI MANA DIA!!"

Erlangga tertawa meremeh, "Apa kau sudah kehilangannya lagi."

Bugh!

"Sialan!! di mana kau menyembunyikannya!"

Erlangga hanya merespon dengan tertawa meremeh, lalu tak lama dia berkata. "Haha.. ini balasannya untuk pria brengsek sepertimu."

Saat hendak melayangkan tinjuannya kembali. Tangannya ditahan oleh seseorang, "Lepaskan!"

"Xavier berhenti." Vero datang.

Xavier memberontak, "gue bilang lepasin! Lepasin gue Vero."

"Gue bakal lepasin, kalau elo udah tenang." Xavier menghela napasnya.

Tak lama pria itu bangkit dan menjauh dari Erlangga. Vero membantu Erlangga untuk berdiri, dan tak lama Vero kembali bersuara.

"Er, udah deh elu nyerah aja. Kasih tau di mana Laras. Apa elo gak kasian sama anak yang ada di dalam perut Laras. Dia juga pasti mau bersama ayah kandungnya."

Erlangga mengelap darah di sudut bibirnya, "Kalau gue tau. Gue juga gak bakal bilang sama kalian."

Vero menyerit, "jadi maksud lo, bukan elo yang bawa Laras keluar dari rumah sakit."

Pria itu menggeleng, "gue engga tahu siapa yang bawa Laras keluar dari rumah sakit ini. Karena pas tadi malam gue mau jenguk Laras, kamar itu juga sudah kosong. Pas gue tanya, katanya dia sudah dijemput sama pihak keluarga tapi mereka gak mau nyebutin nama mereka. Itulah alasannya kenapa gue gak mau cari tahu. Karena gue pikir itu pasti kedua orang tua lu, yang bawa Laras."

"Elo jangan nuduh, ibu gue aja juga baru datenng." Vero menghadang Xavier saat pria itu kembali emosi.

***

Di lain tempat, Laras tengah dibuat takjub oleh desain interior sebuah rumah megah dan mewah milik sebuah keluarga.

Dia berjalan perlahan, dan tak lama dia berhenti pada sebuah bingkai lukisan besar yang di mana menampakan wajahnya dewasa.

Dia menyerit, "apa ini aku?" tanyanya seorang diri.

"Iya, itu adalah kau. Tapi kau versi ibumu." sahut seseorang dari lantai dua.

Laras berbalik dan terkejut melihat seorang pria setengah paruh baya berdiri menatapnya. Dia menerjap, tak lama dia membungkukan badanya.

Pria itu terkekeh, "Mata indahmu diwariskan dari ibumu. Dan kepolosanmu juga diwariskan dari ibumu."

Laras tersenyum, "Aku sudah sangat menunggu akan datangnya hari ini. Kemarilah putri kecilku. Peluk ayahmu ini."

"Ayah." Laras berlari memeluk sang ayah.

#Flasback

Malam itu, Laras tengah duduk termenung di bawah sisi langit malam yang berbintang.

Dia menghela napasnya dalam. Terkadang dia juga tersenyum saat perlakuan yang diterimanya tadi sore dari Xavier.

"Yang mana yang sakit?"

Laras menunjukkan kakinya yang pegal, "di sini?" ia mengangguk.

Setelahnya Xavier mulai memijat kaki Laras yang terasa pegal. Saat sedang dipijat oleh Xavier, tiba-tiba saja perut Laras bergejolak. Dia turun dari tempat tidurnya dan berlari menuju kamar mandi.

Setibanya di dalam kamar mandi, Laras mengeluarkan seluruh isi perutnya. Xavier membantunya dengan memijat tengkuk leher Laras, setelahnya dia membersihkan mulut Laras dari sisa cairan yang menempel dimulut Laras. Dengan telaten Xavier membasuhnya dengan air dan sangat lembut.

"Kenapa kau menatapku seperti itu?" Laras memalingkan wajahnya.

Dia menggeleng, "Apa kau tidak merasa jijik dengan ku?"

Kegiatannya terhenti, "untuk apa aku merasa jijik dengan muntahanmu. Itu semua juga keluar pasti dari anak kita yang merasa tidak nyaman di dalam sana."

Laras tercengang, "Sudah, mulutmu sudah bersih. Nih, minum air hangat dulu agar lebih terasa hangat perutmu."

Tanpa banyak bicara, Laras meminum air tesebut. Xavier tersenyum melihat Laras yang begitu menurut sore ini.

Tak lama dia kembali berkata, "Mau dilanjutin lagi gak pijitnya?"

(dihapus sebagian)

(dihapus sebagian)

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
30 days to be wife (new version)✔Where stories live. Discover now