"Kenapa? apa karena aku suami kontrakmu dan bukan kakak kelas kebanggamu itu?"

"Maksudmu? kak Erlang?"

"Aku tidak mau dengar lagi namanya! malam ini, aku mau hak ku." tanpa meminta izin lagi.

Xavier langsung mengangkat dan menggedong Laras, bagaikan kantung beras yang diangkut kuli panggul dipasar. Sedangkan Laras berusaha memberontak.

Namun tenaganya yang kecil tidak mampu melepaskan diri dari cengkraman Xavier. Dan malam yang panjang dan hangat ini menjadi milik mereka berdua.

"Xavier jangan!!"

"Lepaskan aku!!"

"Aahhh.. Sakit!!"

Malam ini adalah mimpi buruk untuknya. Karena mahkota kesuciannya telah diambil oleh Xavier, walau sebenarnya Laras sudah tahu kapan saja Xavier bisa melakukannya. Tetapi tetap saja.

Baginya, malam itu adalah malam dimana seharusnya dia sendirilah yang akan dengan sukarela memberikan mahkota kesuciannya pada Xavier. Saat Xavier -sang suami- mulai bisa membalas cintanya.

Bukan di malam dimana, semua berada dibawah kendali Xavier yang tidak mencintainya dan tengah terpengaruh oleh minuman beralkohol itu.

Bahkan selama hampir 2 tahun ini Xavier akui dia sudah tidak pernah minum-minum lagi, selain disaat dia sedang mengingat hatinya dihancurkan oleh sang mantan istri terdahulu karena penghiatannya.

Malam ini rasa sakitnya bukan dari sebuah penghianatan. Melainkan, karena sikapnya yang terlalu gengsi untuk menyatakan perasaanya bahwa dia mencintai sang istri -Laras-.

Mentari mulai bersinar terang. Lalu perlahan sinarnya mulai memasuki sela-sela gordeng kamar pasangan suami istri ini. Laras mengeliat, dia merentangkan kedua tanganya agar otot-ototnya tidak kaku.

Namun saat sedang merenggangkan ototnya. Rasa sakit disekujur tubuhnya mulai dia rasakan. Kelopak matanya perlahan mulai terbuka, lalu menerjap.

Laras bangun dari tidurnya, namun saat menggerakkan kedua kakinya yang saling bergesek dibawah, dia meringis.

"Aww.. ah sakit sekali."

Setelah dia duduk bersandar, Laras berdiam sejenak. "Hah~ Benar, tadi malam bukanlah mimpi," ucapnya sambil menatap langit-langit kamarnya.

Tanpa disadari air matanya menetes di sudut matanya. Dia menoleh ke arah samping dimana pria itu terbaring semalam bersamanya.

Namun kini, hanya ada kekosongan disisinya saat dia membuka matanya. Dia menangkup wajahnya, saat tangisan lirihnya pecah.

Setelah puas mengeluarkan semua derai air matanya. Laras begerak untuk bangkit dan berjalan menuju kamar mandi. Walau dia berjalan dengan cara mengangkang, untuk menghindari rasa nyerinya.

Tapi itu tidaklah berguna. Sebab rasa sakitnya, benar-benar sudah menjalar keseluruh tubuhnya. Hingga 10 menit kemudian, daun pintu diketuk dari luar kamar mandi.

Tok! Tok! Tok!

"Nyonya.. apa nyonya sedang di dalam?"

Laras tak berniat menjawab, "Nyonya muda, tadi tuan Xavier menelepon. Dia bilang, jika Nyonya sudah selesai mandi dan rapih. Nyonya disuruh bersiap untuk pergi mengantarkan makan siang Tuan dirumah sakit."

Laras tertawa miris, "Nyonya apa kau mendengarku?"

"Heum.. aku dengar." jawabnya.

" jawabnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

oia.. di chapter ini, kalian setuju gak sih kalau ini kurang ngefeel? jawab ya.. nanti akan ku perbaiki.

30 days to be wife (new version)✔Where stories live. Discover now