"Aaaa.... Awww.. tante sakit!!" jeritnya saat Laras menarik daun telinganya.

Sedangkan anak-anak yang lain melangkah mundur, saat ketua geng mereka dijewer telinganya oleh Laras. Namun jewerannya tak lama, setelah cukup memerah dia lepaskan.

"Berani kamu menyakiti anak saya!" tegasnya dengan mata yang melotot.

Mereka semua menggeleng secara kompak, "Ayo minta maaf padanya? Dan jangan kalian ulangi lagi. Jika sampai aku melihat wajah-wajah kalian lagi, sedang menyakiti anakku. Akan ku pastikan semua orangtua dan guru kalian mengetahui itu. PAHAM!!"

"PAHAM TANTE." Jawab mereka dengan kompak.

Lalu setelahnya, satu persatu dari mereka meminta maaf kepada teman mereka yang telah menjadi target bullying. Tidak lupa sebelum para anak-anak itu pulang.

Laras meminta mereka untuk berhenti bertindak main hakim sendiri. Namun, satu diantara mereka masih terlihat ada yang tidak ikhlas dengan permintaan maafnya kepada Axel.

Ya, anak laki-laki berkaca mata itu bernama Axel. "Ayo tante bantu bersihkan."

"Aww.. tante pelan-pelan ini sakit." Ringis Axel saat Laras membantunya mengobati luka yang berada disikunya.

Axel berdeham canggung, "Terima kasih tante, karena sudah menolongku."

Gerakkan Laras terhenti, lalu dia mendongak dan menatapnya. "Jangan berterima kasih. Karena bagaimana pun bullying itu harus dicegah, agar mereka tidak berani lagi melakukan itu pada temannya sendiri."

"Tapi mereka semua memang seperti itu padaku tante," balas Axel dengan tersenyum getir.

Laras menyerit, "Jadi, kau sudah sering dibully begitu maksudmu?"

Axel mengangguk mengiyakan pertanyaanya. Laras mendesah lirih, "dengar ya. Kalau kau diperlakukan tidak baik oleh temanmu seharusnya kau lapor pada gurumu."

"Tap-"

"Tante tahu, kau pasti takut dibilang tukang adukan oleh mereka." Laras menyela ucapan Axel dan lagi Axel hanya bisa mengangguk.

Laras mengusap lembut surai hitam miliknya.

Lalu dia memegang kedua bahu Axel, "Begini ya tampan. Mereka itu bertindak tidak benar, kau tahu kan jika bullying itu tidak boleh dilakukan. Selain mereka masih berstatus seorang pelajar, mereka juga akan bertindak semakin jauh lebih berani membully atau kasar kepada orang lain jika dibiarkan. Mungkin saja bukan hanya kau yang jadi target mereka. Tetapi bisa jadi target mereka adalah orang-orang disekitarnya, karena jika sudah sekali membully mereka akan merasa jika tindakkan mereka adalah yang paling benar dan mereka akan terus menerus berusaha membully yang lain. Dan itu bisa merusak moral dan membuat orang lain menjadi depresi karena bullyian mereka."

Jelas Laras pada Axel. "Depresi? Itu apa?"

"Depresi itu, sebuah tekanan pada diri sendiri karena merasa takut jika ingin melakukan sesuatu. Karena ketika mereka ingin bergerak bebas, namun disisi lain mereka akan ditekan oleh kata-kata pedas dan tajam karena dianggap terlalu aneh dan dipandang selalu salah dimata orang lain. Jadi akhirnya mereka kepikiran dan membuat orang itu selalu bersedih, sehingga satu-satunya cara terbaik untuk melepas semua itu dengan cara mengakhiri hidup mereka saja. Makanya tindakan seperti itu harus dihentikkan. Apalagi yang tadi teman-teman Axel lakukan pada Axel. Sekarang tante tanya, pernah gak Axel ngerasa ingin menghindar dari mereka karena sering dibully seperti tadi?"

Axel mengganguk lugu. "Lalu pernah tidak kau berpikir, jika tidak masuk sekolah itu adalah yang terbaik. Namun pas esok harinya mereka semakin parah membully mu?"

Lagi-lagi Axel hanya bisa mengangguk membenarkan semua perkataan Laras. Well, semua itu benar.

Apa yang dikatakan oleh tante Laras memang terjadi pada kehidupannya. Bahkan hanya sekedar mengatakan pada sang ayah, Axel terlalu takut.

"Jadi, kalau teman-teman mu bertindak seperti itu lagi. Apa yang harus kau lakukan?"

"Aku harus melawan, dengan cara melaporkan mereka pada guru atau orang yang lebih tua dari Axel agar mereka dihukum. Aku benarkan tante?" Laras terkekeh.

Lalu Laras tersenyum lebar. "Ya, kau benar."

Flashback Off

"Seperti itulah ceritanya." Laras mengakhiri ceritanya.

Sejak mereka tiba di rumah, Xavier sudah memasang raut wajah yang menyeramkan. Dan benar tak lama, dia memaksa Axel untuk bercerita kenapa dia dibully oleh teman-temannya.

Tapi sayangnya Axel hanya mengatakan jika, semua teman-temannya seperti itu karena marah pada sang Ayah akibat proyek perumahan, yang merenggut rumah-rumah mereka.

Namun selain itu, Axel tidak menceritakan bagaimana dia dibully melalui perkatankah atau sebuah tindakkan seperti yang diceritakan oleh Laras barusan.

"Kemari Axel?" Axel menggeleng.

Ya, sejak Xavier membentaknya anak itu berlari dan bersembunyi dibalik tubuh Laras. Xavier membuang napas kasarnya. "Kemari!!"

Laras berdecak sebal, "Ck, bisakah kau tidak membentaknya."

"Jangan ikut campur ini urusan keluarga ku."

Laras merotasi mata jengahnya, lalu dia berbalik dan berjongkok sejajar dengan tinggi Axel. "Sana turutin perintah daddy mu." Dengan takut-takut Axel melangkah mendekat.

Setibanya di depan Xavier, Axel tersentak saat tubuhnya ditarik ke dalam dekapan sang ayah. "Maafkan Daddy Xel. Seharusnya daddy lebih memperhatikanmu."

Anak itu membalas pelukkan sang Ayah. "Tidak papa dad, Axel akan ... Daddy? Apa Daddy habis minum alkohol?!"

Seketika Xavier melepaskan pelukkannya, lalu dia mulai mengendus aroma tubuhnya sendiri. Tak lama matanya melebar.

Shit!! Dia lupa, jika tadi saat di dalam club milik Chandra dia sempat menenggak 2 gelas whisky yang disediakan oleh Chandra temannya.

Dia menggeram sesaat, lalu dia mendongak menatap Axel yang sudah berada disudut sana dengan sebuah gagang telepon dan bersiap menghubungi sang nenek.

"Axel jangan. Daddy mohon, sekali ini saja maafkan Daddy." Axel menggeleng.

"Tidak. Axel akan melaporkannya." Xavier berlari mendekat, namun Axel berlari menjauh.

"AXELL!! KEMARI!!"

"TIDAK!!! AKU AKAN MELAPORKAN DADDY PADA NENEK!!"

"AAAAXXXXEEEELLLLL!!"

Sedangkan Laras, dia hanya bisa menjatuhkan rahangnya. Saat menonton adegan dimana sang anak dan sang ayah bermain kejar-kejaran.

Bagaikan sebuah kartun kucing dan tikus yang biasa dia tonton dipagi setiap akhir pekannya. Setelah kepergian ayah dan anak tersebut, Laras pun menepuk jidatnya tak percaya. Hah! Apa lagi ini. Pikirnya.

maaf ya up nya seminggu sekali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

maaf ya up nya seminggu sekali..

30 days to be wife (new version)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang