Bab 92

521 47 9
                                    

Saatnya kembali menerima semuanya. Tidak hanya satu, melainkan beberapa masalah yang sudah terjadi, ketika takdir menyatukan semuanya hingga menjadi sangat besar.

Seseorang yang mampu menerima semuanya, pasti diantara mereka akan selalu sabar, bahkan menerima kenyataan pahit 'walaupun akan menimbulkan masalah secara beruntun. Memang benar. Tidak ada yang sanggup menerima, ataupun menyaksikan 'dimana sebuah masalah akan terjadi dan mengefekan semuanya menjadi hitam pekat.

Dan saat ini, perempuan yang telah menghancurkan semuanya, kini berada didekat laki - laki yang terus saja bergelut dengan laptopnya. Entah apa yang akan ia lakukan padanya, matanya tak mampu untuk sedikit menoleh ke sembarang arah 'serta mampu menciptakan suasana yang baru, yang mana akan ia perbaiki lagi disaat - saat seperti ini.

"Jangan judes - judes gitu dong, disini kan ada orang... Bukan hanya laptop yang terus mantengin kamu, tapi aku pun juga." Perempuan ini masih berusaha untuk mencairkan suasana lama

Berapa waktu yang harus ia kumpulkan, demi mengembalikan sebuah pernyataan 'dimana ia akan benar - benar serius, dan tidak akan menyakiti siapapun lagi.

Pendiriannya pun cukup kuat. Bagaimana bisa jika laki - laki itu, masih kekeh untuk tidak berpaling dan masih menegakkan hukum kesalahan perempuan ini.

Memang sudah lama perempuan ini, menantikan kebersamaan bersama dengan laki - laki didekatnya. Tidak hanya dekat, bahkan sesekali kontak mata terjadi begitu lekat 'sehingga tak mampu untuk memisahkan jarak diantara mereka lagi.

"Halooo!!!." Teriaknya, karena sudah begitu penat menunggu balasan dari laki - laki itu

Mata yang masih terfokus oleh elektronika yang berada di pangkuannya, satu tangannya berhasil menutup telinga 'dimana perempuan itu berbicara tinggi kepadanya, "Apa yang bakal lo rusak lagi, selain kuping gue nanti." Cibirnya

Lantas, perempuan ini memajukan bibirnya. Ternyata usahanya belum juga berhasil. Laki - laki itu memang sangat keras kepala, dan tidak tahu ampun 'untuk kesalahannya yang mana sudah meminta maaf secara berulang kali, "Masih aja sih. Kan udah maaf, masa nggak mau diterima juga..."

"Den. –Ini Bibi bawakan makanan untuk aden. Daritadi kan aden belum makan, jadi Bibi buatkan tumis kangkung sama udang balado. Dimakan ya den..." Sosok Bi Iyem datang dengan membawakan satu piring nasi, yang disertakan lauk-pauknya

Tersenyum pada Bi Iyem, lalu mengangguk manis, "Iya Bi, terima kasih udah mau repot - repot dibawain segala. Nanti Juli, juga bisa ambil sendiri ko 'hehehe."

Juliano Aldebaran. Laki - laki yang terus saja bekerja keras, mempelajari latar belakang perusahaan Papahnya.

Pagi, siang, sore dan malam. Entah mengapa ia selalu saja menyibukan diri, dengan berkas - berkas lama 'yang dikirimkan oleh karyawan perusahaan Papahnya bekerja.

Bahkan, seseorang yang akan meneruskan perusahaan Papahnya, pasti diantara beberapa ada yang menerima bahan jadi 'tanpa mendapatkan mentahannya terlebih dahulu. Juli tidak akan seperti itu, yang mana sang Papah langsung menghandle Juli untuk menjadi penerus bisnisnya.

Butuh waktu lama, untuk ia bisa menjadi seseorang yang bisa dipercaya oleh orang lain. Ia sendiri tidak bisa mempercayai dirinya sendiri, hanya dengan satu kali tepukan tangan 'lalu meminta sang Papah untuk segera menerjunkan langsung dirinya, untuk menjadi pimpinan perusahaan.

"Tidak repot den. Daripada aden nggak makan - makan, mending Bibi bawain makanannya langsung. Biar bisa dimakan sama aden."

"Emang gitu Juli mah, Bi. Kalo nggak dibawain, atau disuapin, pasti nggak bakal mau makan tanpa kemauan sendiri." Balas perempuan yang sedari tadi, berada didekatnya

CERITA JUNI & JULI [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang