Bab 16

992 49 0
                                    


Semuanya tengah berkumpul di lapangan SMA Cendrawasih. Pembukaan hari pertama masuk sekolah sudah dimulai sejak tiga puluh menit yang lalu. Kini Pak Kepala Sekolah, Bapak Eran Widianto tengah mencuat - cuat menyampaikan ucapannya. Barisan para guru - guru serta jajaran staff tata usaha dan tata laksana ikut hadir berbaris rapih di belakang punggung tiang bendera yang sudah mengibarkan sang pusaka. Seusai menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, Pak Emran selaku Kepala Sekolah tengah memberi sambutan untuk siswa-siwi yang memakai seragam baru. Kelas sebelas dan dua belas diberi pembatas untuk berbaris agar Kepala Sekolah bisa mengenali siswa-siswi yang baru bergabung dengan kelas - kelas lain.

Setelah sambutan telah selesai dan Pak Emran sudah turun dari mimbar, kini list selanjutnya ialah sambutan dari Ketua Bidang Kesiswaan, Bapak Farel Dirgantara. Pak Farel memberi sambutan kepada Bapak Kepala Sekolah beserta jajarannya dan juga kepada siswa-siswi yang baru memasuki tahun ajaran baru. Tak segan - segan ia juga memberitahu beberapa kali untuk berpakaian dengan sesuai jadwalnya. Ia juga kerap geram terhadap siswa-siswi yang tidak mematuhi aturan yang telah ia buat. Dan tak ayal bila Pak Farel terbilang sangat cerewet bak tong kosong nyaring bunyinya, ia tetap dengan jabatannya, seorang Ketua Bidang Kesiswaan yang banyak ditakuti oleh siswa-siswi di SMA Cendrawasih ini.

Semua siswa-siswi yang berkumpul di lapangan ini sudah bisa dibubarkan oleh aba - aba Pak Farel untuk mencari ruang kelasnya yang sudah ditentukan di mading. Berlari - larian sekencang mungkin untuk melihat ruang kelas yang baru ditempel disana, siswa-siswi pun mulai berdesak - desakan untuk melihat nama mereka tertera di kertas 'Kelas' berapa. Untung saja pihak sekolah menyediakan tiga mading agar tidak terjadi hal yang tidak diharapkan sedikitpun mengenai persoalan ini. Siswa-siswi pun bisa bergantian untuk melihat namanya masing - masing.

"EH GUE DULUAN JUGA! NGALAH DONG LO!."

"JANGAN DORONG - DORONG GITU WOI, SABAR!."

"SABAR WOI SABAR, YANG TINGGI NGALAH SAMA YANG PENDEK!."

"AH BATU KERIKIL, NYELIP AE BISANYA."

"MINGGI WOI GANTIAN!."

Teriakan demi teriak keluar dari mulut mereka semuanya. Ada yang menyumpah serapah temannya karena tidak mau mengalah dengan postur tubuh yang kecil, ada yang berteriak dengan bahasa binatang dan ada juga yang saling mendorong untuk bisa tersingkirkan dengan cepat. Setelah beberapa siswa-siswi sudah menemukan kelasnya, kini Juni dan Juli beserta kawan - kawan Juli maju untuk melihat namanya masing - masing.

Juni berjinjit, ia tidak sampai melihat kertas yang berada diatas kepalanya "Nama gue ada dikertas mana coba." Gumamnya

Juli yang melihat tingkah Juni barusan, ia tertawa kecil "Dasar ya, kalo emang udah takdirnya kecil nggak usah dipaksa gitu. Kasian kaki lo hahaha."

Juni memanyunkan bibirnya, ia pun melangkah mundur "Yaudah cariin nama gue, tolong." Titahnya dengan wajah datar

Juli mengacak - acak gulungan rambut Juni, "Iya kecil." Ia kembali meledek Juni

Juni menepis tangan Juli yang terus mengacak - acak gulungan rambutnya, "Dasar lo ya, udah sana cepetan cariin." Mendorong paksa tubuh Juli ke depan

"Iya - iya bawel." Balasnya pasrah

Juli pun langsung mencari namanya dan nama Juni di kertas pertama, 'Kelas XII G'. Ia sangat detail melihat kolom - kolom yang berukuran sedang memperlihatkan nama - nama siswa-siswi. Sekiranya sudah ia lihat, ia tak mau lagi melanjutkan pencarian namanya dan juga nama Juni, ia pun mendongak keatas untuk melihat kertas yang berbeda, 'Kelas XII A'. Ia mulai meneliti namanya dari abjad A terlebih dahulu.

"EL, LO MASUK KELAS 12 A." Teriak Juli memberitahu

Wajah Adriel langsung sumringah ketika mendapatkan informasi mengenai namanya, "Mantap gue dapet A, jadi aman dah gue kalo pelepasan nanti emak gue gak perlu ngoceh panjang lebar gara - gara gue dapet kelas belakang."

CERITA JUNI & JULI [END]Where stories live. Discover now