Bab 67

613 37 0
                                    

POV 1

Rumah Sakit,

Semua yang terjadi atas Kuasa, memang sudah tidak bisa berbuat apa - apa selain pasrah. Tidak bisa diselesaikan ataupun menyalahkan diri sendiri. Apapun yang sudah terjadi, tidak bisa dikembalikan ke semula walaupun hati berharap begitu dominan untuk kembali lagi. Begitu juga dengan apa yang terjadi saat ini, tidak bisa diubah ataupun berharap lebih banyak lagi. Desiran air mata yang terus bercucuran pun, mereka tak bisa untuk lebih tenang mengenai apa yang terjadi saat ini. Berduka atas kepergian seorang anak perempuan, teman kecil, leader, bahkan Adik perempuan satu - satunya Arkan yang sangat Arkan sayangi. Mereka semua yang hendak berkunjung, kini dibuat berduka. Tangisan tak henti - hentinya kepada keluarga Juni maupun Juli, teman - teman yang ikut menengok bahkan seseorang yang mengirimkan Juni pesan pun juga ikut menunggu di depan 'ruang operasi'. Semenjak Juli diberitahu mengenai hal buruk yang menimpa Juni, ia kalap. Tidak bisa berbuat apa - apa selain menangis sesegukan di samping Juni. Semenjak ia membentak Farah, ia berlari masuk ke dalam dan membangunkan Juni yang sudah tidak bernafas lagi.

Juli yang melihat perawat ingin melepaskan beberapa selang dari tubuh Juni, ia berontak, mencekal tangan perawat itu untuk tidak melepaskannya, "NGGAK, JANGAN DILEPAS!  JUNI SAYA MASIH HIDUP, KALIAN NGGAK BISA NGEBIARIN JUNI SAYA PERGI GITU AJA!." Berteriak keras kepada perawat itu, membuat semua orang yang menunggu di depan masuk ke dalam untuk menenangkan Juli

"SAYA BILANG JANGAN DILEPAS, KENAPA DILEPAS. DIA MASIH BUTUH ALAT ITU, TOLONG JANGAN DILEPAS!." Juli berteriak lagi kepada perawat yang sudah melepaskan alat bantu pernafasan di hidung Juni. Mahardika dan Aiden langsung menahan tingkah anak laki - lakinya ini. Berusaha keras menahan Juli, mereka tampak kewalahan menahan Juli yang terus berontak

"ANO! TENANGIN DIRI KAMU!." Dika selalu Papahnya Juli, ia berusaha semaksimal mungkin menahan tingkah putra semata wayangnya

"Pah, Papah nggak bisa gitu Pah. Anak kesayangan Papah dengan seenak perawat itu, dia ngelepasin semua alat yang ada di Juni Pah. Nggak bisa dibiarin Pah!." Semakin keras, semakin susah juga kedua Papahnya menahan Juli yang terus menarik beberapa selang itu untuk tidak dilepaskan begitu saja

"Dengerin Papah, Kakak udah tenang. Biarin Kakak tenang disana Bang."

Juli menggeleng, menepis seluruh air matanya yang terus mengalir deras, "Nggak! Juni masih hidup Pah, Juni masih hidup!!!."

Farah yang membantu Nadine melihat anak perempuan satu - satunya, dengan berusaha tegar, mereka melihat Juni yang sudah tidak bernafas dengan wajah lusuhnya. Nadine yang berusaha ikhlas pun, ia tetap saja menangis sesegukan di samping jenazah putrinya. Tak kuasa air mata yang sedari tadi keluar, sekarang menjadi tambah deras. Tuhan terlalu cepat mengambil putrinya, anak perempuan satu - satunya yang membuat keduanya menjadi seorang 'Ibu' harus lebih tegar menyaksikan ini semua.

"Sayang,... Kebanggaannya Mamah, maafin Mamah ya Kak." Ucap Nadine. Mengelus rambut Juni, dan mengecup pipinya begitu lama

Farah yang berada di sampingnya, ia berusaha tegar melihat perempuan yang sudah tak bernyawa di depannya. Mengelus punggung Nadine agar lebih tegar dengan takdir yang sudah diberlakukan untuk keluarganya, "Sudah Nad, yang ikhlas. Sekarang Kakak sudah saatnya untuk dibawa pulang untuk mengurus pemakamannya, kamu yang sabar."

Nadine mengelus pipi Juni, menyelipkan anak rambutnya ke samping dan mengecup pipinya lagi, "Kenapa Kakak pergi secepat ini. Kenapa Kakak nggak pernah cerita ke Mamah, kalau di sekolah banyak yang benci Kakak."

"Mamah nangis gara - gara Kakak loh, kenapa Kakak jahat sama Mamah. Mamah sayang sama Kakak, Kakak nggak sayang lagi ya sama Mamah?, kalau Kakak sayang sama Mamah, kenapa Kakak tinggalin Mamah disini." Sambung Nadine

CERITA JUNI & JULI [END]Where stories live. Discover now