Bab 91

446 39 9
                                    

"Udah enakan Ni?." Tanya Devan, yang baru saja melihat kedua mata Juni berhasil terbuka

Juni yang melihat sosok Devan di hadapannya, tubuhnya secara refleks langsung terbangun dan mengambil beberapa bantal untuk menyangga punggungnya.

Kepala yang masih terasa pusing, membuat Juni terhuyung ketika mengambil beberapa bantal di samping tubuhnya.

Dengan senang hati, Devan membantu Juni mengambil bantal itu, lalu membantunya untuk menahan tubuh Juni yang akan bersandar ke dinding ranjang yang diselipkan oleh bantal tadi.

"Makasih banyak Van."

Sebuah pengungkapan kecil. Juni berterima kasih atas perilaku baik Devan, yang sedari tadi mau menolongnya, "Lo, dari tadi disini Van?." Tanya Juni lagi

Entah apa yang Juni sendiri pikirkan. Ia hanya menatap Devan begitu bingung, dengan mana Devan selalu baik terhadapnya. Ia sendiri juga terheran - heran, yang tidak ada seseorang ataupun orang - orang yang ia kenali di kamarnya, selain Devan disini.

Devan yang mendengarkan penuturan dari Juni, kepalanya mengangguk pelan dan menampilkan sederet senyumannya, "Ya mau gimana lagi, gue kira bakal ada orang yang jagain lo. Eh taunya ngga ada. Jadi yaudah, gue tungguin lo disini."

"Makasih Devan gantenggg!." Balas Juni menarik anak pipi Devan

Devan tersentak kaget, ketika mendapatkan perilaku dari Juni barusan, "Juni. Kalo Kenzo tau, posisi gue dalem bahaya nanti."

Juni terkekeh mendengarkan celoteh dari mulut Devan. Melihat tingkah Devan seperti ini, ia benar - benar sangat merindukan sosok laki - laki yang terus saja menjaganya.

Entah ada dimana dirinya saat ini, Juni menginginkan laki - laki tersebut ada di hadapannya sekarang juga. Tapi mau bagaimana lagi, kondisi dirinya dengan kejadian tadi, membuat hatinya masih merasakan tak enak kepada laki - laki yang pergi begitu saja.

Apa boleh buat, dan harus dengan cara apa, agar semuanya kembali normal dan dirinya bisa bersama - sama dengan laki - laki itu lagi. Bahkan, rencana pun tidak akan berhasil, kalau kondisi jiwa dan raga tidak berjalan dengan baik.

Mungkin, memang benar yang dikatakan oleh sosok laki - laki yang ia rindukan sekarang. Mau bagaimana pun juga, ia tidak boleh lemah ataupun meninggalkan jejak lamanya untuk kembali ke saat - saat yang seperti ini lagi.

"Daripada lo nungguin gue nggak jelas gini, lebih baik lo pulang, istirahatin badan lo. Gih." Bukan berniat untuk mengusir Devan. Hanya saja Juni benar - benar tidak enak dengan Devan, ketika Devan masih saja duduk dengan tenang menatap kondisinya

"Nggak mungkin kali Ni. Lo sendirian di rumah, dan bener - bener nggak ada orang sama sekali buat jagain lo."

Lihatlah. Bahkan Devan sendiri begitu enggan untuk meninggalkan Juni sendirian di rumahnya. Entah apa alasan logisnya, dengan tidak mau meninggalkan Juni disini. Juni sendiri begitu bingung, ketika ia berhasil mendengarkan pengakuan dari Devan tadi.

Sekarang apa, bahkan ia juga merasa terasingkan oleh penghuni rumah ini. Bahkan, tidak ada orang satupun yang lalu-lalang untuk mengambil sesuatu ataupun mengerjakan sesuatu.

Asisten rumah tangga, yang biasanya begitu khawatir ketika melihat kondisi Juni mendadak drop, sekarang tidak nampak hidungnya untuk melihatnya ataupun membuatkan semangkuk bubur 'untuk Juni mengisi perut kosongnya.

Mamah-Papah, Abang dan Kakak iparnya. Mereka semua juga lengkap, dengan tidak ada dirumah ini. Entah kemana perginya mereka semua, lalu mengapa mereka semua tega meninggalkannya sendirian di rumah ini.

"Yaelah Van, mendadak lo jadi serius gini si ngomongnya. Tumben banget gitu kan, lo mau nungguin orang yang nggak jelas tingkahnya 'macem gue begini, hahaha."

CERITA JUNI & JULI [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang