Bab 58

590 37 0
                                    

Semenjak kejadian di taman belakang, Juni memilih untuk pergi dari acara pernikahan Kakaknya. Tak perduli ia mau dicakap apa oleh sang Kakak atau yang lain, ia hanya tidak menginginkan semua orang terlihat penik ketika Juni menunjukan bahwa penyakitnya mulai kambuh lagi. Lagipula, ia sudah mengatakan kepada Kakaknya untuk meminta izin agar ia bisa pulang terlebih dulu. Tetapi sang Kakak justru berperilaku sedikit ngegas kepada Juni, yang jelas - jelas ia belum sempurna tau dengan apa maksud Juni untuk pulang terlebih dulu. Ia juga memilih untuk pulang diam - diam dengan berjalan memotong melewati taman belakang yang mengarahkan jalan ke luar untuk sampai di depan gedung, alhasil ia pun bisa keluar dari gedung tanpa satu orang yang mencurigainya. Sedikit terkejut dengan apa yang ia lihat ketika teman - temannya berpindah tempat didekat pintu utama, langkahnya pun terpaksa terhenti dan memilih untuk diam sebentar terlebih dulu. Setelah beberapa menit ia menunggu, akhirnya ia langsung berlari menuju gerbang utama dan segera menyetop taksi yang sempat lewat dihadapannya.

Saat ini,

Juni yang sudah mengganti dress dengan pakaian formalnya, ia menatap ke arah luar dari atas balkon kamarnya. Memainkan kuku jari dan sedikit mengigitinya, ia dilanda galau sekarang. Dirumah yang tidak ada siapa - siapa, ditambah tidak ada satupun orang yang menemaninya, ia semakin bingung harus berbuat apa diposisi ini. Teringat sesuatu ketika ia berucap tadi kepada Kyra, Juni memikirkan Juli yang sama sekali tidak ada respect pun kepadanya. Ia bingung, benar - benar bingung. Kenapa Juli menjadi seorang yang sedikit diam ketika didekat Kyra, apa alasannya itu yang lebih dominan ketika Juli sangat betah didekatnya? Tapi mengapa semua itu terjadi dengan tiba - tiba, apa Juli lebih nyaman didekat Kyra dibandingkan didekat Juni?, bagi Juni mungkin itu: iya.

Cling cling cling...

Juni menoleh, sebuah panggilan masuk muncul dilayar utama ponselnya. Mengambil ponsel yang berada dipangkuannya, seketika ia mengerutkan keningnya ketika tahu panggilan masuk dari seseorang yang sangat ia rindukan.

Ma Luv is calling...

Ingin rasanya ia mengangkat panggilan tersebut, tetapi ia tak mau rasa rindunya semakin menjadi dan semakin ingin memaksa hatinya untuk memeluk dia. Ia tidak bisa melakukan hal ini yang jelas - jelas Juli sendiri lebih akrab dan lebih asik dengan perempuan lain. Tetapi hatinya terus bercakap untuk Juni segera mengangkat panggilan tersebut dan mengatakan bahwa ia sangat merindukannya. Akhirnya ia menekan tombol off, dimana ia menturn off ponselnya agar Juli tidak terus - terusan menelponnya.

"Kenapa sih, kenapa harus nelpon gue." Gumamnya mengusap wajahnya gusar. Juni semakin gelisah, hatinya terus tidak terasa nyaman untuk dirinya merelaxsasikan jiwanya

Perutnya yang samakin menjadi, rasa melilitnya semakin meningkat. Ia bingung harus makan apa untuk meredakan rasa sakit maaghnya ini. Ingin sekali ia memasak mie instant, tapi ia ingat bahwa ia tidak diperbolehkan oleh Dokter ketika telat makan untuk memasak mie sekalipun. Dirinya semakin frustasi, apa perlu ia memasak terlebih dulu hanya untuk mengisi perut kosong saja?, itu sangat buang - buang waktunya saja dengan berlama - lama tempur di dapurnya.

"Apa gue nyari makan diluar aja kali ya?, tapi gue takut sendirian." Ia menoleh ke arah dalam kamarnya, melihat jam di dinding bertengker manis "Jam setengah delapan malem lagi." Sambungnya menghela nafas ketika melihat jam tersebut

Ia beranjak, mengambil ponselnya dan berjalan masuk ke dalam kamarnya. Tak lupa mengunci pintu kaca balkonnya dan menutup gordyn. Dikarenakan tidak mau semakin gabut, ia menyalahkan televisi untuk sekedar menemani malam sunyinya. Mencari channel yang menurutnya bagus, alhasil ia menonton sebuah kartun yang masih bertayang di jam segini. Ia menoleh, melihat teddy bear kesayangannya Juli tengah berduduk manis. Mengusap lembut teddy bear itu dan menutupi tubuhnya dengan selimut. Sekelibat ia teringat Juli yang menciumi teddy bear ini, dengan sangat manis dan menggiurkan. Ia juga teringat dimana Juli tidur telungkup sambil memeluk teddy bear ini yang tak pernah ia lupakan. Seketika air matanya jatuh melewati pipinya, sampai kapan takdir harus menghukumnya dengan cara seperti ini.

CERITA JUNI & JULI [END]Where stories live. Discover now