Bab 88

615 42 13
                                    

"Gimana bisa aku ninggalin kamu, kalo posisi kamu, lagi bermasalah kayak sekarang ini Ni." Sehabis menjelajahi Ibu Kota, kini dua remaja tengah sedikit meneduh di bawah pohon rindang, di dekat taman Kota

Angin yang bertiup kencang, sekarang waktunya mereka menikmati hari, dimana beberapa hari yang lalu, mereka tidak bersatu dan membahagiakan hari - hari berikutnya.

Mungkin saat ini memang sudah direncanakan. Entah dari satu pihak, si laki - laki, maupun si perempuan, mereka berdua tengah menyatukan kembali hari - hari yang telah terbuang berkeping - keping.

"Aku nggak papa Zo, udah 'sekarang ini, kamu harus belajar yang bener dulu. Nanti, kalo udah selesai studinya, kamu janji dong sama aku, pulang dari Paris harus bawa sertifikat lulusan Universitas dari sana. Oke nggak?."

Sekedar mengingatkan. Juni kembali menampilkan sederet senyuman manisnya, walaupun dengan garis miring, hatinya sedang tidak baik - baik saja. Perasaannya tak akan mungkin, tumbuh untuk kedua kalinya, dan ke beberapa kalinya 'ia akan menyakiti hati laki - laki ini lagi.

Kenzo. Satu kata, dan sebuah pengertian nama asli. Laki - laki ini terlalu sibuk memperdulikan hasil kehidupan Juni. Mulai dari akar permasalahannnya, sampai ke titik akhir masalah tersebut. Bahkan, ia sendiri sampai rela untuk jetlag, agar segera sampai di Negara aslinya ini.

Juni mengelus rambut lusuh Kenzo. Sampai - sampai ia tak sadar, bahwa mereka berada di dekat Taman Kota, yang lokasinya tak jauh dari jangkauan lalu lintas, "Disini panas, lebih baik kita ke rumah kamu aja yuk. Aku takut, nanti anak Paris akan menghitam di negara aslinya 'hehehehe." Katanya yang memberi usul untuk berpindah tempat

Kenzo yang nampak terbuai, ia menganggukan kepalanya dan memberikan sedikit senyumannya, "Aku, atau kamu yang takut menghitam?..." Godanya. Ya, memang Juni tidak menyukai sinar matahari. Makanya ia lebih memberi usul untuk berpindah tempat, daripada tubuhnya yang terkena serangan ultraviolet ini

Juni menampilkan sederet gigi putihnya, "Hehehe, tanpa aku jawab, pasti kamu udah tau dong, 'apa jawabannya. Iya kan?..."

"Mulai dari yang kamu suka, sampe kamu nggak suka, aku tetep tau jawabannya Ni."

Matanya seketika menatap Kenzo lekat - lekat. Seketika tubuhnya bergetar hebat, mengenai apa yang baru saja Kenzo katakan dengan suara sedikit lantang tadi.

Juni mulai sadar, perbuatannya tidak akan bisa secepat kilat, untuk merubah hati kecil Kenzo seperti semula. Dan sekarang, ia akan terus menebak, bahwa Kenzo 'hatinya belum sepenuhnya baik, seperti mana ketika Kenzo memperlakukan dirinya dengan sepenuh hati dulu.

"—Udah, lebih baik sekarang pake helmnya, terus jangan lupa pake sweaternya. Yuk, nanti keburu panas." Sergap Kenzo. Ia langsung memakaikan Juni helm, beserta mengambil ransel Juni

Ketika Kenzo mengambil ransel Juni, Juni menahannya, "Nggak papa, biar aku aja yang bawa. Kamu fokus nyetir aja, yuk."

"Kamu bawa ini aja, biar aku yang bawa tas kamu, yaudah naik Ni. Jakarta udah mulai tercium aroma - aroma kepadatan nih."

Kenzo mengadahkan tangannya. Dengan cepat kilat, Juni menyambar tangan Kenzo dan mulai menaiki motor besar berwarna hitam ini.

"Bisa nggak Ni, sorry ya bikin kamu repot gitu." Kata Kenzo, yang melihat Juni sedikit grasak-grusuk dengan sebuah tas hitam dibalik punggungnya

Juni menggeleng, membetulkan posisi yang benar mengenai tas gitar ini, "Nggak ko, ini udah bener, yaudah yuk jalan."

Setelah mereka sama - sama sudah siap dengan kendaraan roda dua itu, Kenzo pun mulai memasukan gigi motor dan menancapkan gasnya.

CERITA JUNI & JULI [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang