Bab 11

1.1K 63 0
                                    


Saat ini, seorang laki - laki bermarga Aldebaran sudah berada di depan pelataran tempat kediaman teman kecilnya. Langkah kakinya dengan senyuman yang merekah dibibirnya, membuat dirinya semakin bersemangat untuk bercengkrama malam ini bersama teman kecilnya itu. Bekal yang berada di tangannya terus diketuk - ketuk dan membuat suara disana. Tidur ayam yang baru saja ia lakukan ternyata berdampak baik buat dirinya. Pasalnya ia sangat bersemangat kali ini dengan bekal di tangannya itu. Pengaruh baik terhadap dirinya berlaku saat ini, entah bertahan sampai kapan, kita lihat perubahan pada dirinya.

Sudah di depan pintu kediaman teman kecilnya itu, ia mengetuk dengan memanggilkan nama temannya.

"JUNI." Panggilnya kencang

Ia terus mengetuk daun pintu itu berulang kali.

"JUNI, INI GUE. BUKAIN." Panggilnya lagi

Tetap tidak ada jawaban dari dalam rumahnya. Juli bingung, penghuni rumah ini ada atau tidak sebenarnya di dalam. Ia juga mulai merasakan hal aneh yang tiba - tiba menyerang hatinya. Hatinya merasakan ada hal sesuatu yang membuat jantungnya berdegup dengan kencang. Sebenarnya ada apa yang terjadi di dalam? Mengapa tidak ada yang menjawab dan membukakan pintu?. Juli terus mengetuk daun pintu itu sampai tangannya merasakan sakit disana dan menimbulkan warna merah karena terlalu keras mengetuk daun pintu itu.

"BI SURTI, INI SAYA BI, JULI. BUKAIN BI." Juli terus memanggil orang dalam

Tetap nihil. Benar - benar tidak ada yang membukanya. Karena perasaan sudah semakin tidak enak, ia pun terpaksa masuk tanpa kata - kata lagi. Ketika ia mendorong pintu tersebut, ternyata pintu itu tidak dikunci oleh pemilik rumah ini. Perasaan Juli semakin tidak baik lagi, ia langsung berlari menuju lantai dua dimana ruang kamar teman kecilnya itu. Langkah yang besar ia terus berlari, anak tangga ia pijakan dengan pijakan melewati satu anak tangga. Sekarang yang ia harus temui ialah Juni, Juniatha Revano Lewis. Ia tidak perduli dengan sopan santunnya kali ini, lagi pula keluarga ini sudah menganggap dirinya sebagai anak laki - laki kedua mereka setelah Kakak Juniatha, Arkan Revano.

Sesampainya di depan kamar Juni, ia kembali mengetuk pintu. Sempat meringis sebentar karena ia harus mengetuk pintu kembali, tetapi ia tepis rasa sakit itu demi bertemu teman kecilnya. Perasaan yang sudah kalang kabut, pikirannya semakin menjadi.

"JUNI, BUKA!." Teriaknya

Tidak ada jawaban dari sang pemilik kamar, ia pun tidak mau juga berlama - lama menunggu jawaban dari dalam. Ia langsung menerobos masuk ke dalam kamar perempuan teman kecilnya itu. Setelah ia sudah berhasil masuk, ia mengedarkan pandangannya ke setiap sudut kamar. Ia tidak menemukan pemilik kamar.

"Semakin bener aja nih perasaan gue. Argh." Gumamnya dengan menaruh bekal yang ia bawa diatas meja belajar Juni dengan keras

Ia pun berjalan menuju balkon, mungkin saja teman kecilnya sedang berada disana. Ia buka gordyn itu dan benar saja, sosok yang ia cari berada disana. Dengan mata terpejam, tangan memeluk kedua kakinya, sosok yang ia cari dengan perasaan yang aneh ternyata sedang tidur pulas diatas ayunan rotan yang dibelikan oleh Papah Juni. Ia mendekatkan tubuhnya kepada ayunan rotan itu, senyum langsung merekah ketika melihat teman kecilnya tertidur dengan kemayu nya.
Membuang nafasnya, "Gue kira lo kenapa, lo emang cewek dengan sejuta cara yang membuat gue selalu khawatir tau gak." Ucapnya dengan membelai rambut hitam Juni yang masih terkuncir rapih

Juli meraih tubuh Juni dengan perlahan - lahan agar Juni tidak terganggu dengan perlakuannya. Ia bawa tubuh Juni untuk dipindahkan ke tempat tidurnya agar Juni lebih leluasa untuk beristirahat. Menarik selimut besar yang beseprai biru, ia menyelimuti tubuh Juni agar Juni tidak kedinginan. Mengambil remote AC yang berada di nakas, ia pun mengubah suhu yang semulanya 15 kini menjadi 18 derajat celcius. Seusai itu, ia melihat wajah Juni yang sedang tertidur dengan pulasnya.

CERITA JUNI & JULI [END]Where stories live. Discover now