44. Permainan Takdir

3.9K 210 10
                                    

Tak butuh apa-apa, cukup selalu bersama dalam suka dan duka. Aku cukup bahagia. Bahagia karna kamu mampu membuktikan, bahwa masih ada seseorang didunia yang menginginkanku disampingnya.

-Natanya Dewa.

Setelah pertemuannya dengan Nata, Pangeran tak henti-hentinya mengucap syukur. Dipertemukan oleh penyelamatnya dulu membuat lelaki itu merasa senang, setidaknya rasa rindu yang selama ini terpendam sirna sudah hanya dengan bertemu dengan gadis itu.

Hembusan napas terdengar berat, seiring dengan tubuh berbalut levis itu membentur ranjang empuk bersprei gambar catur.

Walaupun bibirnya masih membentuk segaris saja, setidaknya ada kebahagiaan didalamnya.

Ditatapnya langit-langit kamar, ada binar lega dalam sorot matanya. Terlebih kala Pangeran mengingat kembali percakapan dirinya dan Nata.
Meski begitu, ada satu yang mengganjal di hatinya. Yakni kisah hidup yang Nata alami saat ini.

Kisah yang keluar dari mulut gadis itu, yang Pangeran dengar dengan telinganya sendiri

Disinilah Pangeran, bersama Nata dihadapannya. Dengan sepiring santapan pagi yang menemani. Lebih tepatnya mereka berdua berada di sebuah kafe, yang jauh dari jangkauan dua bodyguard tersebut.

Jangan lupakan bagaimana perjuangan seorang Dewa untuk membawa Nata-nya pergi bersama.

Karna sebelum sampai disini, seorang Dewa yang ada didalam diri Pangeran harus hadir kembali dengan menghajar satu persatu bodyguard nakal tersebut, dan membawa Nata untuk pergi bersamanya.

"Lo...baik?"

Hening sesaat, hanya ada hembusan napas Pangeran yang terdengar berat.

Usai beberapa detik tertelan lengang, barulah Nata mengangguk. "Iya."

"Jadi?" Tanya Pangeran, dua tangannya menopang dagu. Menatap Nata yang senantiasa menunduk.

Pangeran tahu, bahwa Nata tak seceria dulu. Dan dia beranggapan, bahwa kehidupan baru Nata yang merenggut kebahagiaan itu.

"Jadi apa? Gue udah bilang, gue mau pulang." Nata bersikukuh, memberanikan diri untuk menatap balik manik tajam itu.

Guna mencairkan suasana, Pangeran berdeham sejenak. "Cerita."

Satu kata yang membuat Nata paham, bahwa Dewa tak pernah berubah. Wajah tak berekspresi serta tak banyak bicara, masih sama.

Dia menghela napas. "Nggak ada yang perlu diceritain, gue udah punya kehidupan baru. Gue punya Mama sama Papa, gue udah punya segalanya, gue ada mobil, ada Apartment, semua yang gue mau pasti ada." Terus terangnya tanpa ragu.

Rautnya mendadak murung, dengan manik menahan air mata yang siap berlinang. "Tapi gue nggak bahagia, Dewa." Nata menghela napas. Menutup wajah dengan telapak tangannya.

Pangeran tertegun, ini kali pertama maniknya melihat Nata tak berdaya. Gadis itu terlalu rapuh, seperti tak ada yang diinginkan dalam hidupnya.

"Kenapa?"

Nata mendongak, lalu menyeka air matanya. "Kenapa apa?"

"Nggak bahagia?"

"Lo tau? gue nggak kaya mereka. Sejak Panti Asuhan dijadiin Supermarket, gue diasuh sama mereka, Mama Papa gue yang sekarang. Mereka sama-sama sibuk, berambisi buat bersaing sama Pebisnis lain, dan berusaha buat lebih unggul daripada saingannya.

P & P [REVISI]Where stories live. Discover now