1. P&P

10.1K 431 41
                                    

Sarapan pagi ditambah ngeliat senyum kamu disekolah. Itu sama aja kaya makan empat sehat lima sempurna enam istimewa

Tujuh luar biasa.

-Putri yang punya Sunshine

Banyak yang tau cinta, tapi tak banyak yang mau menerima luka. Bukankah cinta memang sepaket dengan luka? Heran saja pada mereka yang hanya menginginkan kasih sayang, tanpa enggan merasakan arti perpisahan.

-Pangeran si playboy cap badak

Bel berdering lima menit lalu, menggema disetiap sudut Sma Pancasila. Tanda berakhirnya seluruh aktifitas belajar mengajar di sekolah ini.

Entah kebiasaan atau sudah menjadi tradisi, seluruh penghuni kelas 11 IPA B saling memekik, bunyi bel adalah sesuatu berharga yang ditunggu kapan akan berbunyi.

Helaan napas kecil itu terdengar dari seorang lelaki cukup berumur yang tengah mengemasi buku-buku miliknya. Kacamata tebal dia letakkan kembali pada tempatnya. Bangkit dengan tas hitam yang selalu dibawa, menelisir euforia kelas jika bel pulang telah berbunyi.

"Saya akhiri dan Wassalamualaikum."

Seperginya Pak Wisnu selaku Guru sejarah, Putri segera mengemasi peralatan tulisnya. Sempat melirik gadis disampingnya yang turut melakukan hal serupa.

Lepas itu, Putri mengukir senyum. Dia bangkit dan hendak pamit kepada Nona, teman sebangku sekaligus sahabat yang telah menjabat dalam kurun waktu lama.

"Buru-buru amat, mau nyamperin Ken pasti." Tebak Nona disela aktifitasnya, gadis berkuncir kuda hafal betul rutinitas Putri tiap eskul futsal diadakan.

Yakni bertemu dengan seseorang yang katanya adalah Sunshinenya. Lebay kan? Wajar, Putri memang seperti itu sejak orok.

Dia menyengir, lalu mengangguk. "Ya iyalah, mau liat gebetan main futsal gitu loh." Akunya bangga.

Nona menggelengkan kepala, gadis manis itu tahu betul seberapa besar ketertarikan Putri pada kapten futsal SMA Pancasila. Pula mengingat gadis itu telah bersahabat sejak pertamakali masuk ke sekolah ini membuat Nona mengetahui betul apa saja yang terkait dengan Putri, begitupun sebaliknya.

"Yaudah, gue ke lapangan indoor dulu ya!" Pamit Putri. "Lo langsung pulang, kan? Atau mau ikut gue nonton my Sunshine."

Nona menggeleng, memang jika Nona belum dijemput maka Putri akan senang hati mengajak Nona untuk menonton permainan futsal Ken. Dan Nona juga telah berkenalan dengan lelaki si pemilik gelar sebagai kapten futsal tersebut. Itu karna Putri yang memaksa mereka untuk saling berkenalan, dan dengan berat hati Nona mengiyakan permintaannya. Ya walaupun ada rasa senang juga karna bisa berkenalan dengan Ken, lumayan untuk menambah pengetahuannya tentang stok cogan yang ada di Sekolah ini.

"Sunshine, gayaan banget lo." Nona mencibir. "Dah, ah. Gue mau pulang, mau nonton Lee Min Ho dilaptop."

"Ah, lo. Nonton draktor mulu." Balas Putri.

Nona menggeleng. "Drakor, Putri. D.R.A.K.O.R." dia mengeja.

Membuat Putri menghela napas. "Yaudah, sama aja kali."

"Beda!"

"Ya samain aja kalo gitu."

"Ah, emosi jiwa gue ngomong sama petasan pop-pop."

"Dih, mercon bar-bar."

Nona menghentakkan kaki dengan kesal, selalu saja Putri membuatnya jengah bukan main. Tak ingin berlarut, Nona segera melenggang pergi.

Putri mendongak. "Hati-hati, mercon bar-bar." Pekiknya.

Nona berpaling muka, dan saat itu pula Putri tertawa dengan menjulurkan lidah. Kebiasaan yang disuka adalah melihat raut kesal milik Nona, sahabat pertama saat dia menginjakkan kaki di Sma Pancasila.

-P&P-

Bukan dirinya yang meminta untuk dikejar, tapi mereka yang  mengejar. Yang tidak suka memikat, malah membuat mereka terpikat. Membuat para gadis tertarik, namun tak ada satupun baginya yang menarik.

Lelaki dengan hoodie yang dijinjing berjalan dengan gontai, suasana terik ini mampu membakar badannya. Panas sekali, seluruh lorong sekolah juga nampak sepi. Gerbang utama menjadi pusat dari para mereka yang ingin pulang kerumahnya.

Sma Nusa Jaya, disini tempatnya bersekolah. High School dengan citra baik dalam kemampuan Akademis maupun Non Akademis, yang menjadi pelabuhannya untuk melangkah lebih jauh lagi. Tak ingin melihat kebelakang dan meneliti setiap masa lalu yang dialami, lebih memilih menata hidup dengan cara yang dimiliki.

Pangeran Dewananda, nama yang bahkan seantero sekolah tahu siapa dia. Lelaki itu berhembus napas, lalu duduk diatas motor hitam metalik miliknya, dengan manik menelisir seluruh area parkir, lalu tatapannya jatuh kepada arloji.

Begitu mendongak, seorang gadis tersenyum lembut. Lalu berjalan mendekat dengan anggun.

"Nunggu lama, ya?" Gadis itu tersenyum canggung saat Pangeran hanya menatapnya datar. Sudah menjadi rahasia umum mengapa Pangeran bersikap seperti itu, bahkan hampir seluruh sekolah mengetahuinya.

Bagaimana wajah datar serta irit bicara melekat sempurna dalam diri Pangeran, sekalipun dengan pacarnya sendiri. Sifatnya tak jauh beda, akan berbicara jika itu memang perlu, akan tersenyum jika ada satu hal yang lucu. Setidaknya begitu.

Karna tak ada reaksi, gadis itu kembali bersuara. "Eum.. maaf, tadi masih nyalin catatan dipapan tulis."

Pangeran berdeham, lalu mendesah kecil. Ditatapnya manik gadis manis tersebut. "Kita putus."

Dua kata yang membuat suasana lengang, sebelum akhirnya gadis itu berujar parau. "Apa cuma gara-gara buat kamu nunggu, jadi kamu putusin aku?"

Dia tersenyum getir. "Aku salah apa?"

Ini yang Pangeran tak suka, situasi yang membuat dirinya terkesan sebagai pihak yang jahat, ya walaupun benar adanya. Beruntung suasana parkiran lumayan sepi, Pangeran berhembus napas.

"Apa alasannya kamu putusin aku?!" Gadis itu terisak, terlalu lemah akan dua kata yang menusuk dalam dada.

Sempat mengerlingkan mata malas, Pangeran berkata. "Bosen."

Dan itu telah cukup untuk mendeskripsikan siapa yang bersalah disini. Gadis itu menghela napas, menyeka lesu air matanya.

Harusnya dia tidak menangis seperti saat ini.

Harusnya dia tau bahwa akan berakhir seperti ini.

Harusnya dia menerima dengan lapang dada.

Sayang, dia masih tak rela sepenuhnya.

"Aku minta maaf, aku janji akan cari cara supaya kamu nggak bosen sa--"

"Gue pergi." Belum saja usai, Pangeran memenggal kalimat miris itu dengan leluasa. Dipakainya helm dengan warna senada, dan memacu kuda besi untuk pergi dari hadapan gadis itu.

Lagi-lagi meninggalkan bekas luka yang sama, pada orang yang berbeda.

-P&P-

TERIMAKASIH TELAH MEMBACA
P&P
.
.
.
.
.
VOTE&KOMEN JIKA SUKA

P & P [REVISI]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt