34. Sudut Nostalgia

4K 222 1
                                    

Kamu tentu tahu bagaimana rasanya mengingat masa lalu. Semoga kamu juga tahu, bagaimana kecewanya aku dulu.

-Putri terjebak Nostalgia

Usai meneguk habis sebotol minuman jeruk yang dibelinya di kantin, Putri mendesah lega.

Mengambil tisu dan mengusap bibirnya, maniknya sarat akan rindu. Sembari menelisir setiap sudut kantin, senyumnya mengembang samar. Semua masih sama ternyata, Putri rindu bersekolah disini.

Di tempat ini, dimana pertemuannya bersama Ken dan juga Nona terjadi. Saat pertama kalinya Putri memiliki sahabat, di meja ini. Meja kantin yang akan selalu menjadi favoritnya.

"Permisi." Gadis dengan semangkuk bakso ditangannya, berkuncir dua dengan pita berbeda warna. Persis seperti peraturan MOS yang diselenggarakan tahun ini.

Merasa ditegur, gadis dengan dandanan serupa mendongak. Dengan posisi terduduk sembari berkutat dengan semangkuk mie ayamnya sangat khidmat.

Dia menyeruput mie yang menggelantung di bibir. Lalu mendesah pelan, menatap dia yang tengah berdiri dengan semangkuk bakso. "Ya?"

Tangannya sudah tak tahan menopang mangkuk bakso yang memanas, mengambil langkah cepat dan duduk tanpa permisi. Lalu menyengir.

"Gue duduk sini, ya?" Katanya ramah.

Nona mengerlingkan mata malas, sudah lebih dulu duduk kenapa baru minta izin?

"Iya." Dia menjawab sekenanya.

Putri menyengir lagi. "Kenalin, Putri Dirandra Harsa. Panggil Putri aja."

Nona terkesiap, sendoknya mengambang. Tak bisa dipungkiri bahwa Putri menggemaskan, membuat Nona ingin mencubit pipi gembung itu. "Gue Nona Arletta, dipanggil Nona doang." Timpalnya.

Putri menyerngit, lalu tersenyum. "Oh, Halo, Nona doang." Sapanya.

Nona mendongak. "Nggak pake doang juga kali." Sungutnya, lalu disusul dengan tawa mereka yang mengudara.

Lepas itu, Putri mengangguk kecil. Lalu menuangkan secara urut kecap dan saos kedalam mangkuk baksonya.

"Seneng bisa kenalan sama lo. Semoga nanti kita bisa sekelas, biar gue nggak pusing-pusing nyari temen lagi."

Putri terkesiap, dia rindu Nona. Gadis tomboy dan tidak suka basa-basi, sosok teman paling perhatian yang Putri punya. Teman yang paling mengerti keadaannya. Teman yang baik, yang menggantikan posisinya disamping Ken saat dia tidak ada.

Senyumnya mengembang, masam. Seiring berjalannya waktu, semua tak akan sama seperti dulu. Dan tidak ada cara untuk mengulang, membenahi tatanan alur takdir yang telah ditentukan.

Saat ini, Putri hanya memiliki Pangeran. Bukan Ken, atau siapapun.

Dalam hati kecilnya, ada rasa rindu akan bagaimana sosok Ken saat ini. Lama tidak jumpa, lantaran rasa kecewa yang menjauhkan keduanya. Tapi tak apa, seceroboh apapun, tetap Putri bukan gadis cengeng.

Usai memesan dua mangkuk bakso, satu untuknya dan satu untuk Nona. Putri sedikit kewalahan, saat ini yang ada ditangannya berupa dua botol air minum dingin. Sementara itu dia harus membawa dua mangkuk bakso secara bersamaan.

Dia melirik Nona yang tengah asik dengan ponselnya, duduk dimeja kantin tempat dimana awal pertemuan mereka. Putri tidak mau memanggil Nona, karna dia sudah bilang bahwa akan membawakan pesanannya secara bersamaan.

Putri tidak mau merepotkan Nona, teman pertamanya.

Menggigit bibir bawahnya dengan cemas, Putri tidak mengerti harus bagaimana.

"Ini bakso punya lo?" Sebuah suara bariton menghubungkan seluruh sistem sarafnya. Menoleh kesumber suara, Putri mendapati seorang lelaki yang tengah menatapnya.

Merasa tak ada respon, lelaki itu menyerngit. "Putri?" Dia melirik bordiran pada seragam gadis itu.

"Hah?!" Putri gelagapan. "Tau darimana nama gue?! Lo secret admirer gue, ya?!" Tudingnya.

"Eh!" Menepuk pelan mulutnya, Putri menyeringai kecil. Alisnya terangkat canggung. "Sorry-sorry."

Harusnya dia menjaga sikap pada orang yang baru dijumpainya.

Bukannya marah atas penudingan yang tidak-tidak, lelaki itu terkekeh pelan. Membuat Putri semakin menyerngit. "Kenapa ketawa? Ada yang lucu?"

"Iya, lo."

"Hah?!"

"Iya, lo yang lucu."

"Hah?!"

"Lo yang lucu."

"Hah?!"

"Hah lagi gue peluk lo."

"Hah?!" Putri menutup mulutnya. "Eh!"

Lelaki itu menggeleng kepala, menatap Putri dengan kekehan yang tak bisa diredam. "Meja lo dimana, gue bantu bawain baksonya."

"Se-rius?" Putri gugup, wajah lelaki ini sangat manis. Putri suka.

Eh!

"Itu, disana."

Dengusan kasar terdengar, Putri benci memorinya saat pertama kali bertemu dengan Ken. Dia memijit pangkal hidungnya, berada ditempat ini membuat Putri mampu mengingat satu persatu semua kenangannya dulu.

Bangkit, digenggamnya dengan erat botol minuman jeruk tersebut. Mengambil langkah pasti dan berderap perlahan.

Meninggalkan tempat yang menjadi saksi bisu pertemuanya dengan mereka, para penghianat berkedok  sebagai orang terdekat.

-P&P-

"Dari mana?"

"AAA!!" Melengking hebat, Putri mundur satu langkah. Lagi-lagi dikagetkan dengan hal sepele, dia mendengus keras.

Menatap Pangeran yang berdiri dengan tembok sebagai sandaran punggungnya. Dua matanya terpejam, dengan satu tangan tenggelam dalam saku celana. Menambah kesan keren dimata Putri.

"Lo ngintip gue?!" Antara bertanya dan menuduh tak ada beda. Gadis itu terlalu ekspresif, suara melengkingnya membuat mata Pangeran terbuka sempurna.

Berpaling muka, menatap Putri lamat-lamat. "Dari mana?" Bukannya menjawab, Pangeran membeo.

Hingga Putri berdecak kecil dibuatnya. "Perasaan gue udah bilang tadi pas di tribun."

Pangeran menyerngit. Setahunya, Putri melenggang begitu saja saat pertandingan lagi asik-asiknya.

Putri mengepalkan tangan. "Tadi gue udah ijin kalo mau beli minum bentar." Serunya keki.

Masih sama, Pangeran terdiam. Membuat Putri berhembus napas berulang kali, beruntung rasa sabarnya sudah ia isi ulang tadi. Setidaknya niat untuk mencakar wajah Pangeran harus diundur kemudian hari.

Putri bersedekap dada. "Emang lo nggak denger waktu gue pamit?" Pangeran menggeleng. "Mungkin karna lo asik sama Kak Kanya, kali, ya?"

Dengan intonasi penuh penekanan membuat Pangeran menyerngit. Jadi itu sebabnya Putri pergi untuk membeli air. "Yaudah."

"Yaudah apaan?"

"Balik."

"Apaan? Nggak nyambung banget, sih!"

Pangeran mendesah kasar, butuh kesabaran ekstra saat menghadapi sikap Putri yang satu ini. "Ayo balik."

"Nggak mau."

"Putri."

"Nggak mau, Pang. Disana banyak kenangan manis gue bilang." Putri merengek.

"Put..." Pangeran melembut.

Mendengus, gadis itu lemah akan perlakuan Pangeran yang satu ini. "Ah, anjir! Yaudah."

-P&P-

P & P [REVISI]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora