22. Tempat Sakral

5.2K 276 2
                                    

Setiap raga yang bernyawa akan mati tak tersisa, dan alangkah baiknya jika kita tak menyombongkan apa-apa.

Mentari mulai terik, awan putih menyingkir perlahan. Terseret angin secara pelan menampilkan Matahari yang tepat berada diatas kepala. Tak tanggung-tanggung menyinari seluruh alam semesta, walau sadar bahwa tak semua mengharapkan kehadirannya sebagai penghangat dipagi menjelang siang.


Bermodal satu brosur yang diberi oleh mbak-mbak Spg saat dilampu merah, gadis bermanik hazel dengan leluasa mengibaskan kertas promo ponsel keluaran terbaru pada depan wajahnya.

Tak ada keringat yang mengalir, namun udara panas senantiasa menyerbak. Putri berdiam diri disamping motor milik Pangeran, di pinggir jalan yang lebih padat dari biasanya membuat gadis itu jengah. Bahkan aroma parfum yang sengaja disemprotkan telah lenyap berganti dengan bau asap kendaraan dijalanan ini.

Awal rambut yang dibiarkan tergerai mendadak kusut, karna seperti biasa Pangeran jika mengendarai motor seperti kesetanan.

Kini Putri bukan lagi seorang Putri, melainkan seorang gadis yang berwajah lusuh senada dengan bajunya seolah sehabis diterjang tornado.

"Lima belas menit." Bergumam dengan manik melirik malas arloji, Putri menghitung kepergian Pangeran sejak tadi.

Jika sampai dua puluh menit Pangeran tak kunjung menampakkan diri, maka gadis itu bersumpah akan mengendarai motor Ninja metalik ini seorang diri. Walau tak yakin akan selamat sampai tujuan nanti.

"Fyuhh..." Berhembus napas kuat-kuat. Satu bulir keringat berhasil menetes, dan dengan sigap Putri menyekanya dibagian dahi. "Nasib Putri gini amat, yaAllah."

Usai mengadu Putri merapatkan bibirnya, merasa percuma jika melakukan itu semua. Toh Pangeran memang suka membuatnya susah.

"Ayo."

Suara bariton mampu membuat gadis itu terlonjak, tak terlalu kaget saat tau siapa yang tengah berdiri dengan membawa apa.

Seolah tidak merasa bertanggung jawab atas lusuhnya penampilan Putri, Pangeran mencoba biasa saja.

"Kemana aja, sih?!! Gue ca--"

Kalimatnya terhenti, namun bukan Pangeran yang menyela. Bahkan sejak saat ini lelaki itu masih senantiasa membungkam mulutnya. Namun yang membuatnya terhenti adalah karna dirapikannya rambut gadis itu dengan tangan Pangeran sendiri.

Tidak terbayang bagaimana jantung Putri yang kini berdetak lebih cepat dari batas normal. Serasa geli dibagian perut membuat gadis itu menahan napas.

Satu kenyataan yang baru disadari bahwa lelaki dihadapannya akan lebih tampan jika dilihat dari jarak sedekat ini. Membuat Putri menggigit bibir bawahnya, bingung apa yang harus dilakukan.

Alhasil, menatap lamat setiap inci wajah Pangeran ia tekuni. Sempat mendapat teguran yang diabaikan sebelum kali ini benar-benar sadar atas apa yang telah dilakukan.

"Ayo."

Putri menganga, terkadang sikapnya memang tidak bisa dikondisikan saat berhadapan dengan lelaki tampan. "Cakep." Cicitan pelan serta blak-blakan mampu membuat Pangeran tergelitik.

Suatu hal lucu untuk gadis bermuka pipi satu ini. Namun tertawa bukanlah hobinya. "Ayo naik, Putri."

Terkesiap, Putri menelisir sekitar. Dan ini masih ditempat yang sama, namun suasananya saja berbeda sejak Pangeran membenahi tatanan rambutnya.

Melirik Pangeran yang telah siap diatas motor, mengangguk pelan dan menuruti apa yang dikatakan Pangeran. Putri naik dengan perlahan, masih terheran atas apa yang baru saja ia lakukan.

P & P [REVISI]Where stories live. Discover now