11. Perjanjian

6.2K 267 3
                                    

Semburat cahaya menusuk, menembus celah jendela pagi ini. Sekedar mengucek maniknya, Putri mengerjap beberapa saat. Menyesuaikan dengan cahaya yang datang tiba-tiba.

Pagi dihari minggu, waktu yang tepat untuk sejenak melakukan olahraga. Namun, tidak bagi Putri. Gadis itu terlalu malas untuk kegiatan membosankan satu ini. Lantaran satu prinsip terpatri rapi dalam benaknya.

'Olahraga nggak olahraga, kalo waktunya gendut ya gendut. Kalo tetep kurus ya alhamdulillah. Yang penting makan lancar.'

Putri tersenyum, meregangkan otot tangan yang terbujur kaku. Masih berusaha mengumpulkan nyawanya.

Tak ingin berlarut. Gadis itu bangkit, menatap ranjang yang porak poranda karenanya. Putri terkekeh, pula menggelengkan kepala.

"Ternyata gini kalo gue tidur, ancur." Gumamnya, meraih satu persatu bantal guling yang berserakan. Melipat selimut dengan sedikit kesusahan. Barulah menata sedemikian rupa.

Memang dirumahnya tidak ada pembantu, Gigi yang mempertegas itu. Katanya selagi bisa diurus sendiri, mengapa tidak?

Toh, Gigi tidak terlalu sibuk. Wanita itu hanya sesekali pergi ke butik yang dirintis bersama Tante Rana. Dan juga jarak dari rumah ke butik tidak terlalu jauh. Maka dari itu Gigi memutuskan untuk mempekerjakan Pak Didit selaku supir, agar bisa mengantar Gigi katanya. Sementara Putri?

Gadis itu tidak terlalu sering diantar jemput. Kata Gigi, Putri juga harus sering berjalan kaki. Hitung-hitung olah raga katanya. Karna yang ia tahu bahwa anak gadisnya itu sangat sulit jika disuruh berolah raga.

"Putri, udah bangun?" Gigi menegur disela berjibaku dengan alat masak disekitarnya.

Putri mengangguk, mendesah lega setelah meneguk satu gelas air mineral. "Masak apa, Ma?"

"Oseng tempe sama udang goreng." Jawab Gigi disela mencampur semua bahan pada wajan.

Mengangguk, gadis itu mengamati Gigi. "Ma, Mama kenapa sih?"

Dihadapan kompor, Gigi menyerngit dengan tangan sibuk menumis. "Kenapa, apa?"

"Kenapa Mama main jodohin Putri sama Pangeran?" Tembaknya langsung, membuat Gigi terkekeh.

Gadis itu menggembungkan pipinya, dia marah. Namun bukannya seram justru semakin membuat Gigi tergelak kala melirik sekejap kearahnya. Selalu saja, perbincangan serius mendadak cair jikala berbicara dengan Gigi. Wanita paruh baya yang suka menunjukkan eksistensinya.

"Abis, Mama nggak pernah liat kamu bawa cowok kesini. Daripada nggak ada yang mau, mending Mama jodohin." Penjelasan yang membuat hati Putri tertohok pilu.

Membuat gadis itu mencebik, meraih kasar buah apel yang berada dimeja. Dan melahapnya dengan bringas. "Enak aja!" Sanggahnya. "Putri punya tau! Kalo emang Putri bawa cowoknya kesini, apa Mama mau batalin perjodohan gila ini?"

"Ini nggak gila, Putri." Koreksi Gigi, wanita yang tengah menggeleng menatap Putri. "Coba deh, kasih tau Mama siapa cowok kamu sebenernya."

Putri tersenyum. "Ken!" Jawabnya antusias. "Dia cakep, kapten futsal, baik, suka beliin Putri jajan. Putri suka sama dia!"

Sempat terhenyak, sebelum kembali biasa saja. "Serius emang? Terus, Pangeran gimana?"

Lagi, pembahasan yang tak patut dibahas. Memutar bola mata dengan malas, menyalurkan kekesalan kala nama itu terucap. "Kata Mama tadi bilang kalo Putri ada cowok, Mama bakal batalin perjodohan ini?" Ulangnya lagi.

Gigi menggeleng. "Mama cuma mau tau cowok kamu, lagian siapa juga yang bakal batalin perjodohan  kamu sama Pangeran? Nggak ada."

Putri menjambak frustasi rambutnya, menghadapi Gigi bukanlah suatu hal yang mudah. "Kalo nyatanya Putri nggak bahagia sama Pangeran, apa Mama bakal tetep maksain perjodohan basi ini?"

P & P [REVISI]Where stories live. Discover now