41. Nata?

4.6K 236 19
                                    

Tanya belum sempat terungkap, jawab lebih dulu terucap. Ingin memulai, akhir lebih dulu memaki. Kalah cepat, dari perkiraan takdir yang akurat.

-Sergio yang patah hati

"Roti tawar... susu coklat... roti sobek... coklat... biskuit hewan... chiki bentuk cincin... eum... apaan lagi, ya?"

Dengan bibir merapal berbagai nama makanan yang diambil, maniknya meneliti apa yang telah masuk ke dalam keranjang belanjaannya. Satu menit berlalu hanya dengan mengetuk dagu, barulah manik bundar itu berbinar ceria. Bersamaan dengan nama makanan yang berpendar dalam otaknya.

"Permen yupi bentuk kadal! Hampir aja lupa." Seru Putri seraya terkekeh, memecah fokus Sergio yang kini tengah memilih minuman dilemari pendingin. Lelaki itu berderap menghampiri.

"Apa yang kurang?" Tanyanya.

Putri menoleh seraya tersenyum. Tanpa menjawab, gadis itu berjalan menuju rak dengan segala macam permen. Membuat Sergio mendengus kecil seraya mengekori.

"Permen, chiki, sama coklat buat Pangeran? Emang dia suka beginian?" Putri menggeleng menanggapi pertanyaan Sergio.

"Lo suka permen beginian?" Dia bertanya kala Putri meraih permen kesukaannya.

"Iya, kenapa?"

Sergio menggeleng, lalu tersenyum kecil. "Nggak papa."

"Gue kaya anak kecil, ya? Ken juga bilang gitu. Tapi...yaa bodo amat lah." Kata Putri setengah mendengus. Merutuki mulutnya yang tanpa izin menyebut nama makhluk tersebut.

Sergio berdeham, dengan kening berlipat segaris vertikal. "Ken?"

"Ah, udah. Nggak usah dibahas." Putri mencebik, hatinya mendadak panas. Selalu saja rasa kecewa itu melintas tanpa diminta. "Tuhkan, jadi kecewa lagi gue."

"Kalo boleh tau, Ken siapa?"

"Lo nggak tau?"

Sergio menggeleng kaku. Setahunya, ia hanya mengenal Ken sang kapten futsal Pancasila. Jika Ken yang dimaksud Putri adalah dia, maka Sergio akan senang. Setidaknya lelaki itu menunjukkan bagaimana cara mengalahkan Ken saat dilapangan minggu lalu.

"Ken Sma Pancasila bukan?" Tanya Sergio hati-hati.

Putri mengangguk. Lalu menghela napas. "Kenapa jadi bahas dia, sih?!" Kakinya melangkah meninggalkan Sergio. Hendak membayar semua belanjaannya.

Sempat menyerngit beberapa detik, Senyum Sergio merekah dengan manik menatap punggung Putri. Dan beralih menghampirinya.

"Totalnya lima puluh empat lima ratus rupiah."

"Eits.." Sergio mencegah pergerakan Putri yang hendak mengeluarkan uang dari dompetnya. "Biar gue aja." Lelaki itu mengambil dompet, dan mengeluarkan selembar berwarna merah.

Putri terperangah sekaligus tak enak hati. "Duh, biar gue aja. Ini kan belanjaan gue."

"Udah, nggak papa." Kilah Sergio. "Nih, mbak." Tangannya terjulur kepada petugas Kasir.

Putri menggeleng. "Ih, gue nggak enak tauu." Kekeuhnya.

"Udah, dek. Nggak papa, beruntung loh punya pacar yang nggak pelit. Mana ganteng pula."

Keduanya kompak menoleh, sementara wanita yang baru mengatakan hal tersebut langsung berpura-pura sibuk dengan mengambil struk belanjaan.

Putri menggeleng, kasir jaman sekarang kalau nggak ikut campur nggak bakal asik hidupnya, mana sok tahu pula.

P & P [REVISI]Where stories live. Discover now