«prologue»

15.4K 1.1K 32
                                    

Apa yang hal yang biasa paling ditakuti ketika seseorang akan membina sebuah hubungan pernikahan? Bahkan sepertinya semua orang sudah tau dan bahkan bisa menjawabnya tanpa ragu.

Just one word, but can change everything. Yap, satu suku kata itu adalah perceraian.

London, 9.00 P.M

Seorang wanita menatap nanar sebuah dokumen di tangannya. Tak ada kristal bening yang keluar kendati hatinya bak dicabik-cabik ribuan bahkan jutaan pisau tajam. Wanita itu tak bisa bahkan untuk sekedar mengungkapkan bagaimana rasa sakit yang ada di hatinya.

Sejak awal wanita itu sudah tau, bahwa sang suami tak lagi menaruh hati padanya. Semua tercermin pada setiap perubahan sikap dan perilaku sang suami pada wanita itu. Tapi, wanita itu tetap diam menutup rapat mulutnya dan hanya bergantung pada sebuah angan-angan palsu bahwa pernikahannya akan kembali berjalan normal dengan ia menutup mulut, berusaha untuk menghindari pertengakaran tentunya. Namun naas, harapan itu harus pupus dengan sebuah rangkaian kalimat yang tak pernah dibayangkan oleh wanita itu akan keluar dari mulut sang suami.

"Aku tidak bisa meneruskan pernikahan ini! Lebih baik kita bercerai!" dan berkata sembari memasukkan seluruh pakaiannya pada sebuah koper berukuran besar.

Sunyi, bahkan untuk menolaknya saja wanita itu tak sanggup.

"Karena kau diam, jadi aku anggap kau setuju untuk bercerai. Kau dan aku berpisah sekarang, pernikahan ini sudah berakhir."

Si suami selesai mengemas seluruh barang-barangnya dan bersiap untuk pergi.

"Aku pergi!" lalu membuka lebar pintu yang tak tertutup dengan sempurna itu, kemudian melangkahkan kaki keluar kamar.

Wanita itu meletakkan asal dokumen perceraian ke atas kasur, memilih mengejar langkah sang suami yang sudah berada pada akses utama masuk dan keluar dari huniannya.

"Bisakah kita tidak melakukannya? Perceraian itu, bisakah kau membatalkannya? Aku masih sangat mencintaimu," dan berucap setelah sekian lama bungkam, yang membuat langkah suamiㅡmantan suaminya itu terhenti mestipun tanpa niatan untuk membalikkan badan.

"Tidak bisa! Aku sudah tidak lagi mencintaimu! Jadi untuk apa aku meneruskan hubungan ini? Lebih baik kita berpisah."

"Tapi, tidak bisakah kau memikirkan perasaan putri kita? Apa yang harus kujelaskan padanya nanti?"

"Itu urusanmu, karena kau ibunya. Sudahlah, keputusanku sudah bulat, kita tetap berpisah. Rumah ini juga seisinya adalah milikmu, terserah kau ingin mempertahankan atau menjual rumah ini. Hak asuh anak juga ada padamu, semuanya sudah tertera dengan jelas pada surat perceraian tadi. Aku pergi!"

Si wanita hanya bisa membiarkan suaminya itu pergi dan perlahan menghilang dari jangkauan matanya. Pergi untuk selamanya dengan meninggalkan luka menganga yang begitu lebar nan dalam.

Tanpa wanita itu sadari, di balik tubuhnya ada seorang gadis kecil yang berdiri pada sebuah anak tangga. Celakanya, gadis kecil itu mendengar dan melihat semua apa yang terjadi. Niatan gadis itu untuk mengambil segelas air harus tertunda lantaran menyaksikan sang ayah yang pergi meninggalkan rumah dengan membawa sebuah koper besar. Setelah kepergian sang ayah, gadis itu dapat melihat ibunya menundukkan kepala dengan bahu yang mulai bergetar pelan. Gadis kecil itu mengerti bahwa sang ibu tengah menangis dalam diam. Memilih untuk masuk kembali ke dalam kamar sebab ia tak ingin melihat sang ibu semakin terbebani lagi.

Gadis kecil itu bersandar pada headboard kasur, namun tak sengaja arah pandang matanya menangkap sebuah foto pria yang tengah menggendong seorang anak perempuan di atas nakas. Gadis kecil itu bergeser lalu menutup bingkai foto tersebut dan meletakkannya ke dalam laci.

"Aku benci ayah! Aku benci ayah! Ayah jahat! Ayah tega meninggalkanku dan juga ibu! Aku benci ayah!"

➿➿➿

※Vote and Comment※

※setiap chapter total words cuma max.500-600 words, jadi emang pendek※

Heal Me [MYG] ✔Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin