Bab 40. Muka Lo Merah

142K 13.8K 453
                                    


RINGISAN Kecil keluar berkali-kali dari mulut Adam, ketika kapas basah menekan tulang pipinya. Adam ingin marah, tapi tidak bisa karena di ruangan itu bukan hanya ada Amora yang kini mengobati lebamnya. Tapi juga Ayah yang memerhatikan mereka.

"Sakit." lirih Adam, berbisik agar Ayah tidak mendengarnya.

Amora memutarkan kedua bola matanya malas, menekan lebih keras luka lebam di pipi Adam hingga cowok itu memekik kesakitan.

"Sakit!" teriak Adam, sedikit menjauh dari Amora.

Ayah yang tengah meminum kopinya mengerjap kaget ketika mendengar teriakkan Adam.

"Kenapa Nak?"

Adam meringis, menyentuh luka lebam yang berdenyut nyeri.

"Amora ngobatinnya kasar Yah." Adam mengadu dengan wajah pias.

Amora membelalak, lalu berdecih kesal mendengar rengekan cowok angkuh itu.

"Mor, jangan kasar-kasar!" ucap Ayah, mengingatkan.

Amora mendengkus "Amora gak kasar, emang dia aja yang gak bisa nahan sakitnya." elak Amora.

Adam menatap Amora tidak terima, begitu juga dengan Amora yang membalas tatapan mata Adam dengan pandangan kesal.

"Kamu harus tahan sakit, cowok itu tahan banting Adam." balas Ayah yang mendapatkan seringaian tipis dari Amora.

Adam meringis lalu mengangguk kikuk. Sementara Amora tersenyum penuh kemenangan, beranjak menyimpan kotak P3K.

"Kamu habis berantem sama siapa? Kamu Adam, ketua Osis kan?" tanya Bunda, datang membawa segelas teh hangat.

Menyodorkan teh itu kepada Adam yang langsung di sambut oleh tangan cowok itu.

"Adam gak berantem kok Bunda." balas Adam.

Bunda menatap Adam penuh selidik "Gak baik bohong, kalo bukan berantem kenapa muka kamu biru gitu?"

Adam tersenyum gugup "Ini cuma jatuh,"

Bunda memicingkan matanya "Luka jatuh sama bekas bogeman itu beda, Adam. Kamu mau ngelabuin Bunda? Bunda udah sering ngurusin luka begituan dari dua orang itu." sindir Bunda, mendelik ke arah Ayah dan Amora secara bergantian.

Ayah yang asyik dengan pisang gorengnya tersenyum kaku, sementara Amora yang baru sampai menaikkan satu alisnya bingung.

"Kenapa lihat Amora kayak gitu?" tanyanya, heran.

Bunda mendesah "Kamu tebak, lebam di pipi Adam bekas jatuh atau bogeman?"

Amora menatap Bunda heran, lalu bergantian ke arah Adam.

"Ya lebam bogeman lah, kelihatan banget sampe biru gitu." balas Amora.

"Tuh, denger kan? Jadi jangan bohongin Bunda. Bunda itu udah puas ngobatin lebam anak sama ayahnya." sindir Bunda, lagi-lagi membuat Ayah meringis.

Adam terkekeh lalu mengangguk kecil "Maaf Bunda."

Bunda hanya bisa menggeleng, beranjak dari sana. Meninggalkan Adam yang tengah menyesap teh manis hangat buatan Bunda Amora. Amora yang melihat interaksi Adam dengan kedua orang tuanya mengerutkan dahi heran.

"Lo kok manggil orang tua gue pake sebutan Ayah Bunda?" tanya Amora, tidak terima.

Jelas saja ia tidak terima, karena yang boleh memanggil kedua orang tuanya dengan sebutan akrab itu hanya teman-teman dekatnya.

"Kenapa? Gak boleh?"

Amora mengerjap "Bukan gak boleh, rasanya asing denger musuh sendiri manggil orang tua gue dengan panggilan akrab gitu."

Bukan Cinderella (Sudah Ada Di Toko Buku)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang