Bab 2. Kartu

214K 20.7K 205
                                    


Dua kelompok yang berbeda kelas itu tengah memandang satu sama lain dengan pandangan dingin juga meremehkan. Setelah nama Amora Oliva di sebut oleh sang sekretaris Osis tadi, Amora tidak langsung keluar dan mengikuti perintah Keyla. Tentu saja, teman kelasnya tidak terima jika Amora di panggil dan di bawa menghadap sang ketua Osis.

Keyla sendiri sudah menjelaskan meski dengan nada jutek yang menusuk seperti yang di simpulkan oleh kebanyakan orang, bahwa Amora Olivia di panggil sang ketua Osis untuk segera menghadapinya sekarang juga.

Mereka bukan murid teladan dan hanya menurut saat antek-antek Osis itu menyuruhnya. Mereka segerombolan murid XI IPA7, mereka tidak akan pernah patuh dengan perintah OSIS! Dan mereka sudah kebal tanpa merasa sakit hati saat antek-antek Osis itu menghina mereka sebagai murid amburadul di sekolah ini.

"Siapa lo yang berani nyuruh-nyuruh temen gue? Temen gue sibuk! Jadi, bukannya udah jelas kalo temen gue gak punya waktu buat ngurusin urusan gak penting kalian?" Eka berdiri paling depan sembari berdecak pinggang. Cewek bertubuh bongsor itu adalah temeng jika teman sekelasnya mendapat masalah.

"Kalo bicara itu yang sopan! Lo lagi sekolahkan? Emang mulut lo gak pernah di sekolahin?" dia Rini, asisten Keyla. Ke mana saja Keyla pergi pasti di sampingnya akan ada wanita berambut pendek itu.

Ika berdecih "Heh, lo gak lihat kita lagi di sekolah? Mulut kita itu di cipta in buat ngomong bukan buat belajar ngomong, lo kira kita bayi?"

"Cih! Pantes pada bego." ketus Ardi, ketua kedisiplinan sekolah.

Kenan tidak terima mendengar hinaan dari Ardi "Bego? Mulutmu harimaumu bung, ngatain kita bego. Sendirinya ngomong gak ada sopan-santunnya." timpalnya.

Ika tersenyum sinis "Sopan? Buat apa kami sopan sama murid bermasalah seperti kalian? Gak sudi!"

Kenan geram, cowok itu mengepalkan tangannya kuat-kuat. Tapi Dinda lebih dulu maju dan berdiri di depan Ika.

"Murid bermasalah," Dinda tersenyum remeh "Senggaknya kami lebih baik dari pada murid pintar dan disiplin seperti kalian yang cuma modal topeng buat terlihat baik." lanjut Dinda menatap Ika tajam.

Ardi terkekeh geli mendengar jawaban Dinda "Kalian lebih baik? Topeng? Kalian bercanda? Kalian lupa, kalian cuma murid buangan yang gak diakui keberadaannya di sekolah ini? Masih ngelak ngatain kami pake topeng? Kalo kalian sih, emang pantes! Sana pake topeng, terus joget di pinggir jalan." antek-antek Osis itu tertawa bersamaan, hanya Keyla yang masih diam memasang ekspresi datarnya.

Kenan sudah kesal, begitu juga dengan yang lainnya. Bahkan Eka sudah siap melayangkan tinjunya jika saja tidak di tahan oleh Diki. Amora sendiri hanya bisa menunduk, jujur ia merasa sakit hati saat teman-temannya di hina seperti ini, apalagi itu semua karena ulah Amora sendiri.

Eka melangkah dan berdiri di hadapan Ardi. Matanya menatap penuh rasa benci namun Eka mencoba menahannya. Kepalan tangannya begitu erat hingga kuku-kukunya terlihat memutih.

"Berjoget di pinggir jalan? Bukannya, itu hobi lo yang suka joget dan keluar masuk klub malam?" Eka memiringkan kepalanya, cewek itu mengeluarkan seringaian mengerikan.

Suasana mendadak jadi hening, Keyla yang sedari tadi tidak tertarik dengan pertengkaran tidak penting itu refleks menoleh ke arah Ardi yang menegang di tempatnya.

"Kaget? Gak usah jaim, gue udah tahu kok, lo sering bawa cewek mabuk buat di ajak cek-in di hotel."

Wajah Ardi semakin memucat ketika Eka mengatakan itu, semua pandangan mengarah kepada Ardi. Begitu juga dengan Keyla yang berjalan mendekati Ardi.

"Apa yang dia katain tadi, bener?" Keyla bertanya tidak percaya.

Ardi tergagap, tapi cowok itu mencoba mengontrol tubuhnya yang kaku agar terlihat baik-baik saja.

"Lo percaya sama omongan sampah kaya mereka? Key, gak mungkin gue gitu! Lo semua percaya sama gue kan? Mereka cuma mau putar balikkin fakta kita, biar mereka bisa menang lawan kita." Ardi tersenyum menantang ke arah Eka yang masih mencoba menahan kesabarannya.

Ika dan Rini mengangguk percaya, mereka yakin Ardi tidak akan melakukan itu. Posisinya saja sebagai ketua kedisiplinan sekolah, bukankah terdengar aneh jika sang ketua sendiri tidak disiplin.

Keyla sendiri tidak semudah itu percaya dengan omongan keduanya. Tidak dengan Ardi dan juga Eka. Keyla tipe orang yang harus mendapatkan bukti secara detail.

"Ada bukti apa kamu mengatakan Ardi seperti itu?"

Eka tersenyum sinis, bukti? Tentu saja Eka memiliki bukti. Eka tahu sifat antek-antek Osis yang tidak akan mudah percaya dengan ucapan yang keluar dari mulut orang lain ketika salah satu dari mereka di jelek-jelekkan, apalagi percaya kepada murid buangan seperti mereka.

Tentu saja Eka tidak akan menuduh seseorang tanpa bukti bukan? Tiba-tiba saja sebuah ide gila melintas di kepalanya.

"Gue bakal kasih buktinya sama lo. Tapi, dengan satu syarat." Eka tersenyum miring.

Semua yang ada di sana hanya bisa diam, mereka tidak tahu ide apa yang akan keluar dari mulut Eka. Satu hal yang mereka tahu tentang cewek bongsor itu, keinginan Eka itu benar-benar gila. Dan mereka tahu jika Eka benar-benar memiliki bukti kuat jika menginginkan sebuah persyaratan.

"Kamu mengancam saya? Saya tidak peduli dengan apa yang kamu ucapkan! Saya jelas bisa menebak, jika omongan yang kamu keluarkan hanya sebuah kebohongan." bahasa formal Keyla keluar saat dirinya menunjukkan jika ia sedang tidak sedang bercanda.

Rini tersenyum sinis "Kalian pikir kami bakal percaya sama tipuan murahan itu? Menjijikkan."

Eka tersenyum sebelum akhirnya terkekeh geli "Itu terserah kalian aja sih! Yang jelas, jangan sampai pamor kalian sebagai antek-antek Osis yang disiplin harus hancur hanya dengan sebuah video yang sudah tersebar di dunia maya."

Ardi menegang, Keyla sendiri hanya diam saja mendengar ucapan Eka. Begitu juga dengan Ika dan Rini yang merasa malas, namun penasaran dengan bukti apa yang cewek bongsor itu punya.

Keyla menatap Eka, mencari tahu apa cewek itu sedang membohongi mereka. Tapi yang Keyla dapat justru ekspresi yang menantang. Dan Keyla bisa menyimpulkan bahwa Eka sedang tidak berbohong.

"Baik! Perlihatkan apa yang kamu punya." pinta Keyla.

Eka mengangguk mengerti, ia merogoh sebuah ponsel pintar di saku rok abu-abunya. Menekan beberapa kali layar ponsel, setelah itu Eka membalikkan ponselnya ke arah empat anak Osis yang masih berdiri di depannya.

Dan detik itu juga semua mata membelalak tidak percaya dengan apa yang baru saja mereka lihat. Di sana terlihat dengan jelas, Ardi tengah mabuk lalu bercumbu dengan seorang gadis yang mereka kenal. Dia adalah Sasa, bendahara Osis.

Ardi mematung, telak! kartu As Ardi sudah terbuka sekarang. Rahasianya sudah terbongkar oleh cewek bongsor di depannya. Sebentar lagi Ardi akan mendapatkan masalah besar. Dan itu semua karena cewek raksasa, Eka.

"Sudah puas?" Eka kembali menarik ponselnya, dengan cepat memasukkannya ke dalam saku rok.

Anak Osis itu terdiam, mereka benar-benar tidak menyangka dengan apa yang baru saja mereka lihat. Lebih tepatnya dengan sosok bendahara Osis yang terkenal pendiam dan juga baik hati seperti Sasa.

"Setuju sama persyaratan gue? Atau, video ini gue sebar?" ancam Eka memberikan dua pilihan yang sulit untuk mereka.

Mereka sendiri tidak bisa melakukan apa-apa sekarang. Jika video itu tersebar, hancurlah sudah pamor Osis yang terkenal disiplin dan taat di sekolah ini. Dengan napas panjang, Keyla memejamkan matanya yang tertutup oleh kaca minus berwarna perak.

"Oke, apa mau kamu?"

Eka menyeringai dan menoleh ke arah teman-temannya yang penasaran dengan arti seringai di bibir cewek bongsor itu. Eka mendekatkan tubuhnya ke arah Keyla, lalu membisikan sesuatu yang berhasil membuat mata sipit Keyla bersaing dengan kacamatanya.

"Kamu gila." teriak Keyla membuat semua orang terkejut.


TBC !!

Hargai karya orang lain ya^^ Vote dulu sebelum membaca ! Jangan lupa bubuhkan komentar kalian^^

Salam hangat

DhetiAzmi

Bukan Cinderella (Sudah Ada Di Toko Buku)Where stories live. Discover now