Bab 16. Musuh

155K 14.8K 224
                                    


AMORA tidak henti-hentinya menggerutu, perbuatan Kenan berhasil membuat image Amora semakin buruk di mata murid lain, juga para guru. Tidak semua guru seperti Bu Dian, tekadang ada beberapa dari mereka yang tidak peduli sama sekali dengan nasib murid pembuangan sepertinya.

Bukan itu yang membuat Amora terusik, melainkan tentang gosip Adam yang mulai merebak hingga ke luar sekolah, bahkan gosip itu sudah sampai ke telinga pemilik yayasan. Segitu besarnya image Osis untuk sekolahnya? Apa itu karena Adam anak pemilik yayasan.

Amora menggelengkan kepalanya, untuk apa ia memikirkan gosip tentang ketua Osis? Itu bukan urusan Amora, bukan Amora juga yang menyebarkan gosip itu. Mau bagaimanapun, Amora masih kesal dengan sikap tidak tahu diri Adam. Dimana Adam memberikan beberapa lembar uang kepadanya tanpa mengucapkan kata terimakasih karena Amora sudah menolongnya,

Tunggu, itu bukan salah Adam yang tidak ingin mengatakan kata terimakasih. Melainkan salah dirinya, untuk apa Amora susah payah menolong Adam hingga harus berbohong kepada Bunda soal uang belanjaan yang hilang. Uang itu memang sempat terbuang di atas lantai rumah sakit, dan Kenan memungutnya setelah itu.
Amora, meski hatinya kesal, Amora tetap merampas uang dari tangan Kenan dan pulang.

"Ada apa lagi, ngapain Bu Dian panggil lo?" Eka bertanya dengan wajah heran.

Tentu saja Eka heran, cewek type seperti Amora kembali masuk ke dalam ruang BK? Itu sangat aneh, kasus yang membuat Amora masuk ke dalam ruang BK untuk pertama kalinya saja membuat cewek pendek itu mengumpat tidak terima.

"Gara-gara si Kenan," Amora masih kesal ketika mengingat teman absrudnya itu.

"Karena gosip itu?" tanya Dinda, ikut menimpali.

Amora berdehem "Hm,"

Eka menghela napas "Gue gak nyangka kalo ketos segitu berpengaruhnya di sekolah." serunya.

"Jelas berpengaruh bule, lo tahu sendiri kalo Adam anak pemilik yayasan," balas Caca.

"Jangan panggil gue dengan sebutan bule," geram Eka tidak terima.

"Lah? Lo kan emang bule, mau ngelak juga muka lo gak akan berubah." Caca terus mencibir.

Eka kesal, ia paling tidak suka di sebut bule. Rasanya Eka seperti alien yang jatuh di sekumpulan manusia yang tidak di kenal. Ya, di sekian banyaknya murid di sekolah ini. Hanya ada beberapa orang yang memiliki paras bule, salah satunya Eka, cewek yang paling mencolok dengan rambut blondenya.

"Diem lo cabe."

Caca mencebikan bibirnya kesal, lebih baik ia diam. Jangan sampai membuat harimau mengamuk.

"Berisik! Kalian nongkrong terus di kelas, mau nginep?" celetuk Kenan, mengambil tas ransel dan mengaitkan di satu bahunya.

Amora mendelik tajam ke arah Kenan, Amora masih kesal. Semua yang menimpanya salah Kenan, pria bermulut ember. Kenan yang melihat tatapan membunuh Amora hanya bisa meringis, ia tidak ingin kakinya kembali di injak oleh Amora. Apalagi mengganti samsak dengan tubuhnya, mengerikan.

"Sorry Mor, mau pulang bareng?" tawar Kenan, ia harus berbaik hati. Lagi pula Amora setiap hari pergi dan pulang dengannya.

"Ogah! Sana lo pergi, hussh!" usir Amora, Kenan mencebik.

"Jangan marah dong Mor, nanti cantiknya hilang lho," bujuk Kenan. Ini ancaman, jangan sampai Amora merajuk terlalu lama. Jika itu terjadi, Kenan tidak akan mendapatkan uang bensin lagi.

"Bohong Mor, si Kenan bujuk lo kayak gitu paling takut uang bensinnya melayang." celetuk Diki.

Telak, tubuh Kenan mendadak Kaku. Diki sialan, kenapa harus dalam situasi seperti ini cowok kutu buku itu mengatakannya, benar-benar tidak peka.

Bukan Cinderella (Sudah Ada Di Toko Buku)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang