Bab 22. Mau Di Temenin, Jajannya?

146K 15.4K 965
                                    


JIKA di pagi hari kelas pembuangan akan ribut seperti pasar, kali ini kelas mereka terlihat hening tanpa suara. Sesekali hanya terdengar suara gesekan kertas dengan pensil berirama di atas meja.

Mereka larut dengan pikiran masing-masing, semenjak mendapatkan surat peringatan dari sekolah secara bersamaan hampir setengah murid dari kelas XI IPA7 tidak bernafsu merusuh di dalam kelas. Mereka lebih menyibukan diri dengan sebuah buku kosong, bukan balajar. Tapi mereka larut memikirkan nasibnya masing-masing.

Amora, cewek itu masih menggeram sembari memandang selembar uang kertas berwarana merah di tangannya. Memaki-maki Adam untuk kesekian kalinya menghinanya dengan cara memberikan sesuatu yang sialnya Amora butuhkan.

Seperti semalam Adam memberikan Amora sebungkus roti dan air mineral, bahkan ketika Amora sadar jika Adam baru saja menghinanya. Tetap saja Amora tidak membuangnya, karena keadaan sedang tidak memungkinkan. Amora tengah kelaparan malam itu.

Tapi Amora memastikan jika itu tidak akan terulang lagi, cowok angkuh itu tidak akan bisa menghina dirinya lagi. Kenyataannya, Amora tidak bisa melakukan apapun selain menerima hinaan dan terus memandang uang seratus ribu yang menggairahkan. Amora sedang bokek, ia tidak mendapatkan uang sakunya hari ini. Mungkin sampai seminggu kemudian, karena sudah pasti uang sakunya di potong jika Bundanya tahu Amora sudah berkelahi.

"Balikin enggak, ya?" gumam Amora.

Eka, cewek itu ikut larut dalam lamunannya. Ia masih kesal dengan budhenya yang tidak pernah bosan menceramahi Eka untuk berubah menjadi gadis ayu nan lemah lembut. Membayangkannya saja Eka bergidik, itu sama sekali bukan pribadinya.

"Mending gue jadi kuli bangunan." ujar Eka, kesal.

Sementara Kenan, cowok itu sedari tadi menekuk wajahnya. Kenan merasa vitaminnya hilang. Ya, vitaminnya itu uang bensin Amora. Karena beberapa hari ini Kenan mengisi bensin dengan uang sakunya sendiri. Biasanya Kenan akan patungan dengan Amora untuk membeli bensin.

"Kalo gini gue bangkrut," seru Kenan.

Dinda sibuk menstalking ig kpopers, menonton biasnya yang sedang bernyanyi secara live di sana. Tidak ada yang membuat Dinda sedih selain kabar biasnya berkencan. Jika itu terjadi, Dinda pastikan akan memberikan biasnya santet.

"Ya ampun oppa, ganteng banget. Kapan nikahin aku? Aku, waiting you,"

Diki sendiri sedang meratapi nasibnya yang kini sudah masuk ke dalam lingkaran murid nakal. Ruang BK yang selama ini Diki jauhi akhirnya berhasil membuatnya ikut masuk ke dalam. Mendapatkan catatan merah hingga surat peringatan.

"Andai waktu bisa di putar ulang, gue pastiin warna merah itu jadi warna emas." desahnya.

Caca, cewek itu sibuk memperhatikan jari kuku-kukunya yang patah. Ini semua karena perkelahian kemarin, cowok kurang ajar itu berhasil mematahkan kuku kelingkingnya yang sudah Caca rawat sekian lama.

"Sialan, padahal gue rawat kuku jari gue dengan penuh kasih sayang. Dan kenapa nasibnya harus naas? Mending kalo patahnya nyenggol roti sobek, ini nyenggol cowok cebol." geram Caca.

Caca masih ingat cowok pendek sedikit gemuk itu yang berhasil merusak kukunya.

Budi sendiri masih kepikiran dengan sesuatu yang tidak sengaja ia tendang kemarin. Apa cowok itu baik-baik saja? Apa anunya tidak parah? Pasti rasanya sangat sakit, Budi ingin meminta maaf. Budi tidak mau jika tiba-tiba ada surat polisi datang dan menyeret namanya di sana.

"Aduh, semoga anu si aa baik-baik aja deh."

Beberapa temannya yang tidak ikut bentrok kemarin hanya bisa saling pandangan. Memperhatikan teman sekelasnya yang sepertinya tidak beres hari ini.

Bukan Cinderella (Sudah Ada Di Toko Buku)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang