Bab 1. Ruang BK

298K 22.3K 978
                                    

AMORA menunduk sembari meremas tangannya yang sudah berkeringat. Jujur, Amora benar-benar menyesal sudah memukul wajah Adam sampai terlihat membiru seperti itu. Jelas saja wajah cowok itu membiru, karena Amora memukulinya dengan sebelah sepatu yang sedari tadi ia genggam di sebelah tangannya.

Di dalam hatinya Amora masih kesal karena belakang sebelah sepatu barunya harus layu karena ulah si ketua Osis.

Adam meringis beberapa kali saat Bu Dian mengompres wajahnya. Amora sendiri ikut mendesis melihat raut kesakitan yang terlihat jelas di wajah si ketua Osis. Tiba-tiba saja Adam memandang Amora dengan tatapan tajam, Amora gelagapan di buatnya.

"Apa yang kamu lakukan Amora? Kenapa kamu memukul Adam?" tanya Bu Dian tidak percaya dengan apa yang baru saja ia lakukan.

Bu Dian sendiri memang seorang guru BK. Namun ia menjadi wali kelas XI IPA7 yang terkenal dengan kelas buangan. Karena isi di dalam kelas itu adalah orang-orang yang mendapat rangking paling bawah di jurusannya.

Bu Dian mendapat tugas menjadi wali kelas XI IPA7 sendiri karena terkenal dengan ketegasan dan kegalakannya. Semua murid sangat takut dengan sosok wanita bertubuh mungil namun tenaganya kuat bukan main. Wajar saja, karena Bu Dian salah satu anggota pencak silat dulunya.

Pernah Bu Dian menggebrak papan tulis hingga jebol karena anak didiknya tidak memperhatikan apa yang sedang ia jelaskan. Karena itulah Bu Dian di tugaskan menjadi wali XI IPA7 yang menurut guru lain memang tandingannya. Karena murid di kelas itu terkenal dengan murid nakal dan amburadul.

Bu Dian masih tidak percaya dengan apa yang sudah Amora lakukan, pasalnya Amora murid yang tidak pernah memiliki catatan merah di BK meski dia masuk ke dalam kelas yang di cap jelek di jurusannya. Kali ini Amora harus berhadapan dengan sang ketua Osis.

Amora menunduk, sebenarnya ia juga bingung. Amora hanya refleks memukul Adam, karena Adam sudah membuat sepatu barunya terluka dan tidak kaku seperti baru lagi. Padahal Amora sangat berhati-hati agar sepatunya tidak rusak atau ter nodai.

"Maafkan saya Bu." hanya itu yang dapat Amora katakan. Ia menundukkan kepalanya, tidak berani menatap mata tajam Bu Dian. Apalagi menatap Adam yang juga memandanginya begitu menusuk, jika tatapan Adam bisa mengeluarkan pedang, mungkin Amora sudah terbelah dua.

"Ibu minta penjelasan kamu dulu." pinta Bu Dian penuh tuntutan.

Amora mendongkak memandang wajah serius Bu Dian, lalu ia kembali menoleh, memandang Adam yang tengah memijat wajahnya yang membiru.

"Sebenarnya saya refleks memukul dia Bu." Amora membuka dialognya.

"Alasannya?"

Amora kembali mencuri pandangan ke arah Adam yang juga tengah memandangnya dengan kesal. Aura dingin yang menguar dari tubuh Adam membuat nyali Amora menjadi ciut.

"Alasannya, karena....dia udah nyuri sepatu saya Bu." Amora menunduk begitu dalam, ia tidak berani memandang keduanya.

"Nyuri?" ulang Bu Dian.

"Sepatu?" Adam ikut mengulang jawaban Amora.

Amora mengangguki pertanyaan keduanya.

"Iya Bu, waktu saya keluar dari ruang komputer tadi, tiba-tiba aja sepatu saya beda sebelah. Karena kesel sepatu yang baru aja saya beli tiga hari lalu itu ketukar sama sepatu butut ke gedean ini, saya nekat nyari meski harus bolos pelajaran." jawab Amora jujur. Sebelah sepatu yang sedari tadi berada di pangkuannya kini berpindah tempat ke atas meja.

Bu Dian hanya bisa terdiam mendengar penjelasan yang lolos dari mulut Amora. Adam sendiri tidak bisa berkata-kata, bukan hanya malu, Adam juga marah karena sepatu miliknya di katakan butut oleh Amora meski pada kenyataannya memang seperti itu. Tapi, sepatu itu barang berharga yang di miliki Adam.

Bukan Cinderella (Sudah Ada Di Toko Buku)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang