Bab 11. Pengeroyokan

167K 16K 319
                                    

HARI ini cukup melelahkan untuk para anggota osis. Merek baru saja melakukan rapat untuk festival sekolah yang akan di langsungkan benerapa bulan lagi. Lama? Memang, tapi Adam tidak ingin pusing menjelang festival. Maka dari itu, Adam dan anggotanya melakukan rapat osis lebih awal.

Jam dinding sudah menunjukan pukul empat sore. Cukup lama mereka melakukan rapat, banyak sekali anggota osis memberi masukan kepadanya, dan Adam di pusing untuk memilih salah satunya.

Adam mendesah, dengan langkah gontai, Adam berjalan keluar sekolah. Tidak sendiri, ada Juna dan Ardi di belakangnya. Mereka sengaja pulang belakangan, karena masih ada tugas yang harus mereka selesaikan.

Meskipun tiga cowok itu memiliki sisi bad boy yang tidak orang lain tahu, tapi mereka bertanggung jawab kepada sesuatu yang memang tugas mereka. Mereka bukan anak manja.

"Langsung balik Dam?" tanya Juna, masuk ke dalam mobil. Di ikuti Adam dan Ardi.

Mereka menumpang di mobil Juna, bukan berarti mereka tidak memiliki kendaraan. Ardi, motor ninja cowok itu harus di sita kedua orang tuanya, karena ketahuan kembali melakukan balap liar. Adam sendiri sering menggunakan mobilnya, tapi tidak sesering Juna. Adam malas menjadi pusat perhatian di sekolah.

"Hm."

"Kok balik Dam? Ayolah, kita main dulu. Masih jam empat sore, bro." keluh Ardi.

"Gue lagi males, gue ngantuk!"

Juna menggelengkan kepalanya, entah kenapa Juna merasa sikap Adam sedikit berbeda. Ketika rapat saja, temannya itu sering sekali melamun tanpa sebab.

"Ada masalah?" tanya Juna tiba-tiba.

Adam mengangkat bahu, bukan tidak tahu. Sepertinya cowok itu malas menjawab pertanyaan yang Juna lontarkan.

Drrtt Drrtt !

Adam merogoh ponselnya yang bergetar di dalam saku celana. Sebuah panggilan masuk, membuat Adam mendesah, dengan malas Adam menerima panggilan itu.

"Hm?"

"Kamu di mana? Cepet pulang, Papah kamu pulang hari ini, nak."

Itu suara mamahnya, Adam memang bukan anak korban broken home. Kenyataannya ia masih tinggal bersama seorang wanita yang selalu memberikannya kasih sayang melebihi apapun.

"Ngapain dia pulang?"

Suara sang mamah mendesah panjang di sana.

"Mamah mohon, sampai kapan kamu terus menghindari papah mu, Adam? Ini sudah delapan tahun kamu.."

"Gak usah di ingetin, Adam tahu! Hari ini Adam gak pulang. Adam nginep di rumah temen."

Tut!

Adam memutuskan panggilannya secara sepihak, tidak sopan? Adam tidak perduli, mendengar kata ayah membuat kekesalan Adam semakin bertambah.

"Bokap lagi?" tanya Juna.

"Hm."

Juna dan Ardi memang sahabat Adam dari kecil. Mereka berdua tahu, seluk beluk sosok Adam Wijaya yang terkenal dengan sikap dingin dan sarkasnya.

"Sampai kapan lo gini, Dam?" Ardi bertanya di kursi penumpang.

"Gak usah ngingetin gue, itu urusan gue! Gak usah ikut campur." jawab Adam dingin.

Ardi mendesah, jawaban Adam akan selalu sama. Seperti sekarang, cowok dingin itu menyuruh kedua sahabatnya untuk tidak ikut campur. Bagaimana bisa mereka tidak ikut campur, ketika mereka tahu semuanya.

Bukan Cinderella (Sudah Ada Di Toko Buku)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang