Bab 20. Preman Pasar

147K 15K 295
                                    


SUASANA sudah terlihat sepi, kendaraan yang biasanya berlomba-lomba melintas di jalan besar kini sudah tidak terlihat lagi. Hanya ada beberapa kendaraan saja yang sering kali lewat, kebanyakan anak muda yang menghabiskan waktunya untuk sebuah balap liar.

Amora menghela napas lelah, ia berjalan kaki dari halte bus sampai ke depan rumahnya yang kini sudah terlihat sangat sepi. Amora yakin jika Ayah dan Bundanya sudah tidur, semoga saja. Dengan langkah gontai Amora membuka pagar rumah yang sialnya tergembok.

"Aish! Kenapa pake di gembok segala? Tumben banget," kesal Amora.

Ya, biasanya pagar rumah Amora tidak pernah di gembok melainkan di kunci saja agar mudah di buka ketika orang rumah sedang buru-buru di pagi hari. Seperti Ayahnya, seorang guru yang selalu menomor satukan waktu. Pria yang Amora anggap hebat itu selalu datang pagi, tidak peduli satpam sekolah belum datang.

Amora mendesah panjang, bagaimana bisa ia masuk. Memanjat pagar? Yang benar saja. Bukan Amora takut, tapi posisinya tengah memakai rok abu-abu selutut. Itu mempersulit caranya untuk memanjat, bagaimana jika ada yang melihatnya.

"Alah, masa bodoh. Mau gimana lagi, gak mungkin gue tidur di depan pagar rumah." gumamnya, pada diri sendiri.

Amora menatap sekeliling komplek yang sangat sepi, detik berikutnya ia menyingkap rok abu-abu selututnya sampai paha. Untung saja Amora memakai celana pendek, jadi tidak terlalu sulit untuk dirinya sampai di atas pagar.

Bruk!

Suara kaki yang jatuh ke atas tanah terdengar cukup keras, Amora meringis merutuki dirinya sendiri. Bagaimana jika suara itu membuat keributan di sekitar komplek, bahaya. Bisa saja Amora di tuduh maling. Tapi untung saja semuanya lancar, bahkan tidak ada tanda-tanda orang rumah terbangun karena aksinya ini.

Amora menghela napas "Aman-aman,"

Dengan langkah pelan, Amora berjinjit masuk ke halaman rumah. Berbelok arah, ketempat dimana kamarnya berada. Untung saja setiap pagi Amora selalu membuka jendela, jadi Amora bisa leluasa masuk tanpa Bunda dan Ayahnya tahu.

Amora sendiri sudah mengabari kedua orang tuanya akan pulang terlambat hari ini, bahkan Amora mengatakan akan menginap di rumah Eka untuk sebuah tugas. Nyatanya tidak, setelah mendapat surat peringatan dari sekolah mereka semua pergi. Bahkan Kenan memberinya tumpangan, hanya saja Amora berasalan akan pergi ke suatu tempat.

Tidak mungkin Amora menginap di salah satu temannya, Amora takut jika keluarga temannya menjadi salah paham melihat anak-anaknya babak belur. Terlebih Eka, cewek yang di tuntut anggun oleh Budhe yang keturunan asli kraton pasti sekarang tengah di ceramahi.

Eka memang bukan keluarga sembarangan, dia cucu dari salah satu kerabat dekat keluarga keraton. Hanya saja Eka bukan cewek yang mudah menurut, Eka selalu membangkang. Bagi Eka semua manusia berhak hidup sesuai keinginannya.

Amora mendesah lega, akhirnya ia berhasil masuk ke dalam kamar melewati jendela yang masih terbuka. Jujur saja, Amora takut tengah malam berjalan di luar sendirian. Bukan takut begal, melainkan takut makhluk halus yang bisa saja muncul di depannya.

Amora segera mengganti pakaiannya yang kotor, entah karena debu atau ceceran darah akibat perkelahian siang tadi. Amora mendesah, pikirannya kembali melayang dimana ketika ia dan teman-temannya berkumpul. Amora menyesal sudah membuat wali kelasnya cemas. Amora menyesal, semua yang terjadi selalu karena ulah dirinya. Padahal Amora sendiri yang sudah berjanji untuk tidak menyangkut pautkan teman-temannya. Amora takut seperti ini, untung saja mereka tidak sampai di DO.

Rasa haus menerpa kerongkongannya, dengan malas Amora beranjak. Melangkah pergi keluar kamar, mencari sesuatu yang dingin untuk melepas dahaganya.

Seteguk air dingin berhasil lolos ke dalam tenggorokan Amora yang terasa kering. Rasanya lega, dahaga yang ia tahan sepanjang pejalanan pulang akhirnya hilang. Amora mendesah, merasakan rasa segar di sekitar mulutnya.

"Astaga," pekik Amora, hampir saja meloncat ketika melihat seseorang sudah berdiri di belakangnya.

Amora mendesah, cukup kesal ketika ia tahu siapa "Ayah, ngagetin Amora aja deh." kesalnya.

Ayah Amora terkekeh sebentar, sebelum akhirnya sadar ada yang berbeda dari putrinya.

"Loh, kenapa muka kamu bonyok gini? Habis berantem, ya? Sama siapa? Siapa yang berani hajar wajah cantik anak ayah?" cecarnya.

Amora mendesah, memutar kedua bola matanya mendengar pertanyaan yang tidak hentinya di lemparkan kepadanya. Jika respon Bunda akan marah dan menghukum Amora melihat anaknya babak belur seperti ini, berbeda dengan Ayahnya yang akan bertanya dan membela apa yang terjadi kepada Amora.

"Enggak apa-apa Yah, cuma luka sedikit." balas Amora,

"Sedikit gimana sampe sudut bibir kamu berdarah gini. Siapa yang lukain kamu? Biar Ayah hajar," seru Ayah Amora, seperti biasa akan heboh ketika melihat dirinya dengan wajah seperti ini.

Amora mendesah "Ceritanya panjang Yah, nanti aku ceritain. Sekarang aku mau tidur, ngantuk." ujar Amora, memasang wajah memelas kepada Ayahnya. Amora tidak ingin memperpanjang masalah ini,

"Tapi...,"

"Husst! Jangan keras-keras Yah, nanti Bunda bangun terus aku di marahin. Plis, jangan kasih tahu Bunda, ya?" Amora memohon.

Ayah Amora memandang putrinya yang kini memasang puppy eyes andalannya. Sial, mana mungkin ia tega.

"Yaudah, sekarang kamu tidur. Kalo ada apa-apa cerita sama Ayah."

Senyum Amora mengembang lalu mengangguk, biarkan saja seperti ini. Mungkin malam ini Amora masih bisa lega, tetapi ia harus ingat esok hari. Kanjeng Ratu pasti akan mengomelinya sepanjang hari.

**

Seperti apa yang terjadi kemarin, video perkelahian kelas pembuangan dengan kelas lain sudah menyebar hingga ke luar sekolah. Banyak yang memuji aksi cewek-cewek yang bisa berkelahi tidak sedikit juga nyinyiran yang di lemparkan kepada kelas yang di cap pembuat masalah.

Entah ini kebetulan atau tidak, kelas XI IPA7 yang bertengkar kemarin kumpul dengan kompaknya di gerbang sekolah. Hari ini mereka berangkat cukup pagi, Amora sendiri sengaja menghindar dari omelan Bundanya. Bergegas ke rumah Kenan untuk ikut menumpang ke sekolah sepertu biasa.

Meskipun mereka berangkat pagi, sudah banyak murid yang ternyata sudah sampai terlebih dahulu dari mereka. Mereka memandang kelas XI IPA7 yang tengah lewat dengan pandangan sinis, tidak jarang dari mereka berbisik-bisik melihat penampilan benerapa anak pembungan.

Jelas saja mereka menjadi pusat perhatian, bukan karena video itu saja. Tapi penampilan wajah lebam mereka sepertinya cukup menarik perhatian para murid yang melihat.

Misalnya Amora, yang memakai plaster di sudut bibirnya yang sedikit robek. Eka, yang juga memakai plaster berbentuk hurup 'X' di pipi kirinya untuk menutupi luka kemarin. Caca yang di perban kepalanya, padahal lukanya tidak seprah itu. Dinda yang juga memakai plaster di sudut keningnya. Sementara para cowok lebih membiarkan luka mereka terlihat. Hanya Budi, cowok kemayu itu tidak mendapat luka sama sekali.

"Woah! Preman pasar tumben datang pagi-pagi, mau malak, ya?" sindir seseorang.

Lagi, mereka harus mengontrol emosi menghadapi sindirian menyebalkan itu. Siapa lagi jika bukan dari antek-antek Osis yang selalu nyinyir kepada mereka.

--

Hayo tebak? Siapa yang nyindir?

Jangan lupa di Vote dan Komentar, koreksi jika ada typo yaa:*

Salam Hangat

DhetiAzmi

Bukan Cinderella (Sudah Ada Di Toko Buku)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang