Bab 12. Pengeroyokan II

146K 15.2K 151
                                    

SEDARI tadi Amora tidak berhenti bolak-balik di depan teras. Amora sendiri tidak habis pikir, bagaimana bisa seorang Adam Wijaya yang notbae ketua Osis teladan di sekolahnya dalam keadaan di keroyok seperti itu? Bahkan cowok itu bau alkohol, apa cowok itu baru saja mabuk? Apa yang dia lakukan sampai di hajar seperti tadi? Dan lebih gilanya Amora membawa Adam ke rumah sakit dan meninggalkannya begitu saja.

Amora sendiri tidak tahu, itu hanya gerakan refleks saja. Amora memanggil taksi dan membawa Adam ke rumah sakit terdekat. Sebenarnya Amora tidak punya banyak uang untuk membayar taksi, ini kali kedua Amora menggunakan kendaraan bernama taksi. Dan kali ini, uang belanjaan bundanya lah yang di korbankan.

Kenapa? Jelas alasannya karena ongkos taksi itu sangat mahal. Amora pernah menggunakan taksi satu kali saat ia sedang kepepet, dan ketika Amora tahu berapa ongkosnya? Amora kapok dan tidak ingin naik taksi lagi.

Tapi, kejadian dulu harus terulang lagi. Amora harus kembali menguras uang untuk membayar ongkos taksi. Karena tidak ada satu pun kendaraan yang lewat, terpaksa Amora memanggil taksi Online. Dan itu semua demi si brengsek Adam! Amora harus menagih uangnya jika cowok itu sudah sadar nanti.

Amora membuang napasnya beberapa kali, bagaimana menjelaskannya kepada bunda? Ah, sial.

Amora membuka pintu rumah perlahan, ia langsung gelagapan mendapati bunda dan ayahnya sedang menonton televisi.

"Loh, udah pulang nak? Tumben cepet?" tanya Bunda.

Amora meringis "Umh itu..,"

Dahi bunda berkerut "Belanjaannya mana?"

Ayah menoleh ke arah Amora "Ada apa? Kok diem aja? Bunda tanya tuh."

Amora menunduk, meremas tangannya yang mulai berkeringat. Amora memikirkan alasan untuk menjawab pertanyaan bunda.

"Umh, itu bun..,"

Bunda menaikkan kedua alisnya menunggu jawaban Amora "Ya?"

"Uangnya hilang." cicit Amora.

"Hah?"

"Hilang?" lanjut ayah.

Setelah mengatakan itu, Amora membuang napas panjang. Bundanya tidak marah, tetap saja uang sakunya harus di potong untuk satu minggu ke depan. Ah, Amora benar-benar ingin berteriak di ujung jurang sekarang.

Tapi, Amora masih berpikir. Bagaimana bisa Adam di hajar di tempat seperti itu? Seorang ketos mabuk? Bahkan Amora tidak melihat kendaraan lain selain kendaraan yang tiga orang itu bawa. Apa Adam baru saja menjadi korban begal? Atau korban kekerasan gank motor yang sedang marak di televisi.

"Sial, kenapa gue harus mikirin dia? Dia sekarang udah aman di rumah sakit."

Ya, untuk apa Amora pusing memikirkannya? Toh, lukanya saja tidak seberapa parah. Amora harus sadar, jika Adam adalah cowok yang sama yang membuat hari-harinya seperti di neraka.

Sebenarnya bukan itu yang Amora cemaskan, Amora mencemaskan uangnya yang harus melayang karena hal yang sia-sia. Jelas saja sia-sia, Amora yakin jika Adam tidak akan mengatakan terima kasih sama sekali setelah ini.

"Mor, Amora." teriak Kenan di luar rumah.

Amora menggeram marah, apa yang sedang Kenan lakukan berteriak di depan rumahnya malam-malam seperti ini. Jangan sampai Kenan membocorkan apa yang sudah terjadi kepada kedua orang tuanya,

Jika Kenan mengatakan Amora baru saja berkelahi? Hilang sudah uang jajan untuk sebulannya. Bunda memang melarang keras Amora untuk berkelahi, karena Amora itu anak prempuan. Sementara ayahnya membiarkan saja, siapa tahu putrinya menjadi atlet tinju. Dengan malas, Amora berjalan membuka pintu. Mendapati Kenan yang berdiri di samping motornya.

"Ada apaan?"

"Gue nemu ini, waktu lo bawa si Adam."

Kenan memberikan dompet dan ponsel yang sepertinya milik Adam. Dahi Amora berkerut, bagaimana bisa Kenan menemukan semua ini. Amora melihat-lihat dompet kulit yang terlihat sangat mahal, tapi tidak berani membuka dompetnya meskipun ingin.

"Tenang aja, itu emang dompet Adam. Isinya juga masih utuh, cuma gue pake 100rb buat makan." Kenan barujar tanpa dosa.

"Itu namanya nyuri, Kenan," pekik Amora.

"Mau gimana lagi, gue laper Mor. Lo tahu sendiri gue gak bawa duit. Bensin aja minta di isi in sama bunda lo." jelas Kenan.

Amora mendengus "Makanya jadi cowok jangan kere-kere amat. Pantes aja gak ada cewek yang demen sama lo." cibirnya.

"Gue nyari cewek yang mau terima gue apa adanya, bukan karena ada apanya."

Amora berdecih "Jaman sekarang nyari cewek cuma modal cinta? Gak dapet!"

"Dih, matre lo Mor." teriak Kenan.

"Siapa yang barusan ngatain gue matre? Yang tiap hari sekolah, gue terus yang isi bensin." tanya Amora sarkas.

Kenan mencebik "Iya, gue kalah! Udah gue mau balik."

"Balik sono, hush!"

Amora mengusir Kenan yang mendengus kesal. Amora terdiam, dompet dan ponsel Adam ada di tangannya. Lalu, bagaimana caranya pihak rumah sakit tahu, siapa keluarga Adam,

"Argh! Kenapa harus gini!!" teriak Amora.

**

Amora berlari mencari ruangan di mana Adam di rawat. Amora memutuskan kembali ke rumah sakit secara diam-diam, Amora takut jika bunda dan ayahnya bangun. Mereka tidak akan mengizinkan Amora keluar tengah malam seperti ini.

Mau bagaimana lagi, Amora terpaksa melakukan ini. Amora tidak sendiri, ia kembali menyeret Kenan yang baru saja terlelap di atas kasurnya. Memaksa cowok itu untuk membantunya dengan sedikit ancaman.

"Ini kan?" tanya Amora pada Kenan, menunjuk pintu berwarna putih.

Kenan mengangkat bahu sambil menguap. Amora berdecak kesal, dengan keras Amora menginjak kaki Kenan.

"Sakit njir." keluh Kenan, meringis mengusap satu kakinya.

"Udah melek?" tanya Amora sarkas.

Amora masih belum berani membuka pintu, Amora takut jika ia salah kamar. Itu benar-benar memalukan tentu saja.

Klek !

Bukan Amora yang membuka, melainkan pintu itu terbuka dari dalam. Amora diam, memandang Adam yang tengah di bopong oleh Sasa.

Amora gelagapan "Um, lo udah baikkan Dam?"

Adam memandang Amora datar "Ngapain lo ke sini?"

Amora mengerjap, cewek itu terlalu asik melihat luka lebam di wajah Adam.

"Gue, cuma mau kasih ini."

Amora memberikan dompet dan ponsel ke hadapan Adam. Adam masih saja diam, dahinya berkerut.

"Lo yang bawa gue ke rumah sakit?" tanyanya, masih dengan nada datar.

Amora mengangguk "Hm, nih."

Sasa langsung merampas dompet dan ponsel milik Adam dari tangan Amora.

"Udah kan? Sana, jangan berdiri di situ, kita mau lewat." perintah Sasa sinis.

Amora mengerjap, ia menghindar ke samping, mempersilahkan dua orang itu untuk lewat.

Sasa kembali membopong tubuh Adam untuk berjalan, tiba-tiba langkah Adam berhenti.

"Ada apa?" tanya Sasa pelan.

"Mana dompet gue?"

Sasa menaikkan satu alisnya bingung, menyerahkan dompet Adam yang ia pegang di satu tangannya.

"Ini."

Adam meraihnya, membuka isi dompet. Masih utuh seperti sebelumnya, tidak ada yang hilang. Adam mengambil beberapa lembar uang kertas berwarna merah dari sana.

Adam berbalik, memberikan uang itu ke arah Amora "Ambil ini."

Dahi Amora berkerut "Huh?"

Adam mendesah, ia meraih satu tangan Amora, menyimpan uang itu di telapak tangan Amora.

"Ini, ganti rugi karena lo udah bawa gue ke rumah sakit."

Setelah mengatakan itu, Adam berbalik. Kembali berjalan dengan Sasa yang membopongnya. Meninggalkan Amora yang menggeram marah di sana.

"Gila itu orang, bukannya bilang terima kasih." geram Kenan tidak terima.

"Sialan, lo pikir gue butuh duit lo? Hah? Dasar cowok gak tau terima kasih lo. Tahu gitu gue biar in aja lo mati di jalanan." teriak Amora kesal, melemparkan uang pemberian Adam sembarang arah.

Adam yang mendengarnya hanya berdecih, kembali meringis merasakan rasa sakit yang berdenyut di sekitar wajahnya.





TBC !

Yuhuuu, update again ^^

Vote dan Komentar jangan lupa ya^^

Salam hangat

DhetiAzmi

Bukan Cinderella (Sudah Ada Di Toko Buku)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang