Bab 5. Amarah

181K 20.2K 725
                                    


SETELAH mendapatkan pernyataan cinta Adam di kantin. Di sinilah sekarang, Amora harus terdampar di ruang osis yang menurutnya kekurangan oksigen. Amora sangat kesulitan mengambil napas berada di ruangan yang penuh dengan antek-antek osis yang kini tengah memandangnya dengan tatapan sinis.

Sejam sudah Amora berada di ruangan ini, ketika Adam tidak menerima penolakkan darinya, malah memaksanya untuk menjadi pacar si cowok sombong ini. Semua temannya ikut protes di sana, terkecuali Eka dan Kenan yang hampir saja adu jotos dengan antek-antek osis. Mereka tidak terima jika Amora di jadikan pacar si ketua osis yang paling mereka benci.

Ini semua salah mereka sendiri, terutam si cewek sableng Eka yang menjadikannya sebagai umpan. Mereka tidak tahu seberapa liciknya sosok Adam Wijaya. Tidak akan ada yang bisa menundukan si ketua osis sekalipun itu ide brilliant milik Eka.

Kasus pemukulan sepatu yang terjadi kemarin, mungkin Amora masih bisa bernapas lega karena bisa lepas dari jeratan seorang Adam. Meski Amora tahu tidak akan semudah itu, karena saat istirahat kedua kemarin Amora di panggil untuk menghadap kepada si ketua osis.

Amora rela di hukum meski itu harus membersihkan toilet, lari keliling lapangan atau membersihkan gudang olah raga. Asalkan Amora bisa bebas dari jeratan seorang Adam Wijaya. Amora tidak ingin memiliki masalah dengan antek-antek osis. Apalagi si ketua osis yang dingin seperti es yang kini duduk dengan angkuhnya di depan Amora.

Membayangkan menjadi pacar ketua osis, tidak pernah terlintas sama sekali di otak Amora. Apalagi memimpikannya, mungkin itu akan menjadi sebuah mimpi buruk untuknya. Dan kini, mimpi buruk itu menjadi sebuah kenyataan yang mengerikan.

Jika sudah seperti ini, hidup aman dan damai Amora harus berubah menjadi neraka. Amora yakin hidupnya akan berubah mulai sekarang, Amora akan memiliki banyak haters yang tentunya berasal dari Adam Wijaya.

Amora membuang napas beratnya, hatinya masih berkecamuk, antara kesal dan marah kepada teman-temannya yang sekarang entah ada di mana.

Saat bel pulang sekolah berbunyi, tiba-tiba saja Adam dan antek-anteknya datang ke kelas XI IPA7. Entah apa yang akan mereka lakukan, setelah terlibat cekcok yang cukup alot antara kelas Amora dan antek osis. Tiba-tiba saja Adam menarik paksa Amora untuk mengikutinya. Amora sendiri sempat shock dan memberontak. Tapi, semakin ia memberontak, semakin Adam akan mengeluarkan aura membunuhnya.

"Ah, sial." umpat Amora, memijat kakinya yang terasa pegal.

Adam menghentikan tangannya yang sedari tadi sibuk di atas keyboard. Umpatan Amora memang terdengar seperti gumaman, tapi Adam bisa mendengarnya meski tidak cukup jelas.

"Apa yang lo bilang tadi?"

Amora mengerjap dan menoleh ke arah Adam "Huh?"

"Kenapa jawab, huh? Gue tanya apa yang lo bilang tadi?" Adam kembali bertanya penuh penekanan.

Tiba-tiba saja aura di ruang osis mendadak jadi mencekam, anggota osis yang tengah berdiskusipun menoleh ke arah Amora dan Adam.

Amora yang bingung dengan pertanyaan Adam hanya bisa diam, ia berpikir sebentar untuk mencerna apa yang Adam maksud.

"Gue gak bilang apa-apa." Amora mengangkat bahu.

Adam berdecih, ia memutarkan kursinya ke arah Amora yang kini berdiri di sampingnya "Serius? Perasaan, tadi telinga gue denger ada yang bilang, sial,"

Amora mengerjap kaget, dia memang baru saja mengatakan kata-kata itu. Bagaimana Adam bisa mendengarnya, Padahal Amora mengatakan satu kata itu dengam gumaman kecil.

"Kenapa lo diem? Baru konek otak lo?"

Ah, kata-kata pedas Adam mulai keluar, Amora tahu jika ucapan yang keluar dari mulut Adam akan terdengar menyakitkan ketika di dengar oleh orang yang membencinya.

Bukan Cinderella (Sudah Ada Di Toko Buku)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang