20. split in half

Mulai dari awal
                                    

Clack

Saat pintu terbuka, aku sudah mengantisipasi ayahku ㅡdengan atau tanpa Jaemin. Tapi ternyata bukan mereka.


"Baby!" ibuku berseru dramatis saat melihat aku sudah duduk bersandar di ranjang rumah sakit.

Dia tidak sendiri.
Pernah berdebar saat melihat seseorang yang kamu suka? Ya, itulah yang kurasakan saat melihat Mark mengekor ibuku.


"Nggak apa-apa, beneran. All is well," aku terus meyakinkan ibuku karena dia terus memborbardir dengan pertanyaan tentang kondisiku.

"Syukurlah," ibuku menghela nafas lega. "Kirain kamu masih belum bangun, jadi Mama bawa Mark. Kebetulan tadi ketemu di jalan."

Apa hubungannya?

Mark terkekeh canggung menanggapi perkataan ibuku yang semena-mena. Aku tidak berani menatapnya langsung.

"Wellㅡ I guess now you two need some space," ujar ibuku. "Take your time, ngobrol yang enak."

"Ehㅡ tapi, sayaㅡ" Mark tampak tidak setuju.

"It's okay," bisik ibuku sambil menepuk punggung Mark lalu keluar dari ruangan ini.



Bagus, sangat membantu. Sekarang aku harus apa? Berpelukan?



"Hai," akhirnya aku memutuskan menyapanya.

"Hai, you said???" tanya Mark penuh penekanan. "Gimana rasanya hampir mati?"

Aku tersenyum hambar.
"Karena ini bukan pertama kalinya, jadi biasa aja."


Mark cukup tinggi untuk duduk di tepian ranjang dengan kaki tetap menapak lantai. Tidak seperti biasanya, dia bicara tanpa melihat ke arahku.
"Bukan pertama kalinya ya? Jadi maksudnya sekarang udah terbiasa?"

"Unfortunately, yes."

"Kamu kenapa sih? Dikutuk?" Mark tertawa sarkastik.

"Mungkin," kelakarku.


Hening selama beberapa saat.
Perhatianku beralih pada lipatan siku Mark yang tampak agak mengenaskan. Hoodie abu-abu yang ia kenakan, lengannya digulung sampai di atas siku.

 Hoodie abu-abu yang ia kenakan, lengannya digulung sampai di atas siku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



"Hell," aku meringis meraba memar keunguan di tangannya. "Ini pasti sakit. Lain kali jangan donor lagi."

"Iya, sakit," dia langsung menyingkirkan tanganku, surprisingly. "Makanya, jangan kenapa-kenapa lagi."

"Nggak bisa janji," jawabku refleks.

Mark menoleh lalu berujar, "Yeah, at least jauhi masalah. Sebisanya."

"Okay," jawabku datar.





Vacancy ✔ [revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang