52. hospital

49.3K 10K 12.4K
                                    

Sore ini bel berbunyi dengan gaduh saat aku baru selesai mandi. Memang hari ini aku ada janji dengan Secret Swagger, tapi bukan sekarang ㅡmasih beberapa jam lagi.
Seingatku aku tidak memesan apapun. Siapa kira-kira?










Aku berjalan menghampiri pintu dengan tergesa. Tak pernah menyangka siapa yang sudah berdiri di depan pintu, mengenakan kemeja putih seperti terakhir kami bertemu...


"Hai," sapanya dengan senyum tipis.

"Jaemin...?" gumamku tak percaya.

"Ya, aku," Jaemin mengulurkan sebuket kecil bunga aster berwarna aneh ㅡbiru keunguan, tapi ini cantik sekali.


Aku menerima bunga itu, bingung harus bagaimana. Kenapa Jaemin tiba-tiba muncul di sini?

"Dari mana tau aku pindah?" tanyaku.

Jaemin tersenyum.
"Hati selalu tau arah ke tempat tujuannya," ujarnya.




Hati siapa, Na Jaemin?

Aku bingung harus marah, senang, atau sedih. Ini yang kubayangkan dan kuharapkan selama ini ㅡJaemin muncul di depan rumah dan mengatakan semuanya hanya mimpi buruk. Tapi sekarang beda, aku curiga.
Aku takut.
Aku tidak mau dihancurkan lagi untuk kesekian kalinya.





"Kamu mau apa?" tanyaku akhirnya.

Jaemin menatapku dalam dan... sedih.
"Aku minta maaf," ujarnya.

"Maaf buat apa?" tanyaku lagi.

Alih-alih menjawab, Jaemin meraih tanganku yang tidak memegang bunga.

"Alice, aku harus pergi. Tapi aku mau minta tolong sesuatu. Boleh ya?"

"Pergi ke mana? Maksud kamu apa sih?" tanyaku bingung.

"Nggak kemana-mana, tapi tolong sejak hari ini anggap aku nggak pernah ada," pinta Jaemin.


Aku benar-benar tidak mengerti. Menganggapnya tidak pernah ada, Jaemin bodoh atau apa? Perlahan dia melepaskan genggamannya di tanganku.


"Jaemin, tunggu," aku mencegahnya. "Jawab dulu, kamu kenapa? Sakit?"

Lagi-lagi dia tidak menjawab, hanya menunduk muram ㅡmembuatku makin khawatir.


"Jawab please, ada apa? Kenapa?" desakku.

"Bukan aku," cetus Jaemin tiba-tiba. "Itu bukan aku, aku nggak mau kamu atau siapapun celaka."

"Hah?" sumpah aku bingung. "Maksudnya?"

"Aku harus pergi," dia menepis tanganku dan mundur selangkah.

"Na Jaemin, tungguㅡ"


Tadinya aku ingin mengejar Jaemin, tapi dia berjalan cepat sekali dan bel berbunyi terus-terusan. Bel pintu apartemenku?







Tapi kan pintunya terbuka?
















Fuck you
Fuck you very very mu~~~uch 🎶









Aku membuka mata.

Tidak ada Jaemin, tidak ada bunga, tidak ada pintu. Hanya ada handuk basah dan handphone yang berdering ㅡaku ketiduran di sofa dekat jendela. Mimpi lagi, pikirku sambil menghela nafas.

"Halo?" aku mengangkat telepon.

"Kamu di rumah nggak sih?" tanya Mark di telepon.

Vacancy ✔ [revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang