47. old house

45.4K 9.7K 5.6K
                                    

[Just in case kalian roaming, Choi Eri kakaknya Choi Esther, seniornya Alice, calonnya Prof. Lee]













"Livia?"







Aku mematung di sebelah Choi Eri yang menatap Liv seperti melihat hantu. Sebaliknya, Liv balik menatap Eri ㅡtanpa ekspresi, seperti biasa. Tapi matanya berkilat aneh.

"Eri..." ucap Liv pelan.









Mark sepertinya sama bingungnya denganku. Kami bertukar pandang penuh tanda tanya. Sementara itu Eri mendekati Liv lalu serta merta menariknya menjauh dari aku dan Mark.


"Mereka... saling kenal?" tanya Mark padaku.

"Maybe," sahutku.

"Kamuㅡ juga kenal dia?" Mark menunjuk Eri.

"Kenal banget. Dia seniorku," jawabku.


Kami menonton dari jauh Liv dan Eri mengobrol. Entah membicarakan apa, tapi mereka jelas saling kenal dan tampak sudah lama tidak bertemu. Cukup lama sampai akhirnya Liv berjalan menghampiri kami dengan wajah super muram.


"Kalian duluan aja, alamatnya nggak susah kok. Dan disana nggak ada siapa-siapa," Liv mengulurkan kunci rumah dan kunci mobilnya pada Mark.

"Kamu mau kemana?" tanyaku.

"Aku... pergi sebentar, sama E-eri," Liv menunjuk Choi Eri yang menunggu tak jauh dari sini. "Nanti aku nyusul."

"Kalian kenal?" tanya Mark serius.

Liv mengangguk.
"Oke, aku pergi dulu."


Tapi Mark menyambar lengan Livia sebelum berbalik. Dia kenapa?


"Apa?" tidak seperti biasanya, Liv tampak sedang tidak berminat ribut.

"Kalian... kenapa kenal?" tanya Mark.

Livia menepis cengkeraman Mark.
"Dia sepupuku," ujarnya lalu tanpa basa-basi lagi berbalik, berlari kecil menuju Eri yang sudah menunggu.


Aku menyenggol lengan Mark yang masih bengong menatap Eri dan Liv yang menjauh. Anak ini kenapa sih dari tadi?

"Mark, ayo," ajakku.

"Ahㅡ oke."









Aku menarik Mark ke arah sedan hitam Liv terparkir. Tanpa banyak bicara kami masuk ke dalam mobil, sama-sama bengong.

"Sebentar," kata Mark. "Ngapain Liv kasih kunci mobilnya? Terus punyaku gimana?"

Benar juga, aku baru sadar. "Nggak tau. Lagian dia kenapa ya tiba-tiba tadi...?"


Pembicaraan kami terputus oleh notifikasi chat dari Liv, isinya super panjang dan penuh typo, sepertinya ditulis buru-buru. Aku dan Mark membaca pesan itu di handphone masing-masing -isinya adalah permintaan maaf Liv, instruksi dan alamat menuju rumahnya, dan rupanya kami harus memakai mobilnya agar tidak terlalu mencurigakan. Liv takut ada yang mengawasi rumah dari jauh. Dia bilang nanti akan menyusul.


"Aku belum pernah ke daerah ini sebelumnya," ujarku sambil mengatur GPS.

"Mee too," tanggap Mark. "Tapi alamatnya cukup jelas."










Kami melaju menjauh dari pusat kota. Diluar dugaanku, Mark lebih kalem daripada biasanya. Padahal kukira dia akan banyak bicara, apalagi kami sudah cukup lama tidak bertemu. Apa dia sakit? Atau tegang?


Vacancy ✔ [revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang