56. hospital again

50.5K 10K 4.1K
                                    

Kalau beberapa hari yang lalu Liv berhasil menghindar dari rumah sakit, sekarang dia tidak bisa lagi.
Kukira dia celaka karena kesialan yang menimpa kami, tapi sepertinya tidak. Sepele tapi cukup serius ㅡLivia Byun masuk rumah sakit karena kebanyakan makan ramen instan. Sudah dua hari dia opname.


Aku tidak bercanda, Livia memang overdosis ramen instan ㅡberani taruhan Mark pasti tertawa setengah jam saat tahu tentang ini.

Sekarang ada Eri dan ibunya yang sedang menunggui Liv rumah sakit. Belakangan group chat ANTI Mark Lee sepi, jarang ada yang menanggapiku. Bahkan aku tahu Liv opname dari Eri, setelah itu baru aku mengajak Mark besuk. Tapi Mark menolak, sibuk katanya.












"Alice!" seru Eri dari kejauhan saat kami bertemu di bangsal pasien. Dia berjalan menghampiriku.

"Eh, hai," sapaku.

"Baru sampai? Kebetulan, Liv lagi sendirian. Aku baru mau jemput ibuku," kata Eri.

"Liv di kamar yang itu?" aku menunjuk pintu tempat Eri muncul tadi.

"Iya, yang itu. Aku tinggal dulu ya, titip Liv sebentar."

"Oke," aku mengangguk.


Eri melambaikan tangannya lalu melanjutkan berjalan meninggalkan bangsal. Aku masuk ke ruangan Liv. Dia sedang melamun, dagu bertumpu di lutut yang ditekuk sambil menatap ke luar jendela. Mukanya sepucat hantu dan rambutnya berantakan.



"Liv, hai," aku menepuk pundaknya.

Dia terperanjat.
"Lohㅡ kapan masuknya?"

"Barusan. Kamu ngelamun sih," aku terkekeh.

"Oh," gumamnya. "Sendirian?"

Aku mengangguk.
"Gimana? Udah mendingan?"

Liv tampak malu.
"Besok katanya udah bisa pulang."

"Kenapa sih kamu nggak bilang? Untung aku tau dari Eri."

"Aku... malu. Habis ramen instan enak sih, aku ketagihan," ujar Liv.

Aku ingin tertawa tapi ditahan.
"Tapi nggak bagus buat kesehatan. Untung nggak parah."

"Maaf ya, harusnya aku nggak sakit segala," desah Liv. "Aku jadi nggak bisa berpikir, perutku sakit."


Tampak buku tebal di nakas rumah sakit, bersebelahan dengan bubur yang tidak dihabiskan. Dasar keras kepala, rupanya Liv berusaha membaca buku dalam keadaannya sekarang.


"It's okay. Sebentar lagi juga sembuh, kamu kan kuat," aku tertawa kecil.

Mata Liv yang kuyu menatapku lalu ke luar jendela lagi.

"Tapi aku nggak bisa berhenti kepikiran Na Jaemin. Aku takut dia mati," ujarnya. "Masih terlalu banyak tanda tanya, apalagi bekas kemerahan waktu kamu habis tidur di rumahnya. Itu kenapa?"

Aku mengiyakan dalam hati. Tapi memang semuanya terasa stuck, bingung harus mulai lagi dari mana.


"Dan sekarang roh jahat itu sekuat apa? Kalau dulu penghubungnya liontin, sekarang apa? Pasti itu sesuatu yang Jaemin beli di Diabolos," lanjut Liv.

"Yah, masuk akal," sejujurnya aku juga sempat berpikir begitu. "Tapi lebih baik kamu sembuh dulu. Biar sementara ini kita
berpikir pelan-pelan."

Liv meraih tanganku yang tertumpang di atas ranjang pasien.

"Alice, kamu beruntung. Rentang waktu dari pertama kalian ke krematorium sampai kalian putus itu cukup lama... Jangan benci Na Jaemin, dia pasti berusaha bertahan mati-matian. Tapi mungkin di sisi lain dia makin lemah."


Vacancy ✔ [revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang