74. blessed salt

44.8K 9.5K 2.7K
                                    

51% dari kalian sudah ter-brainwashed























Rasanya lambat sekali berganti dari satu hari ke hari yang lain.










Setelah panjang lebar membicarakan Jaemin kemarin, orangtuaku datang saat Mark belum pulang. Ya, panjang masalahnya karena kami cuma berdua di dalam apartemen. Untung aku pintar mengarang cerita bohong sampai mereka percaya kalau Mark sekarang kerja sambilan jadi delivery bubur.

Tapi tidak hanya sampai di situ, ibuku bersikeras Mark harus makan malam dengan kami. Lalu, ya, kami makan malam bersama seperti keluarga normal. Walaupun Mark tampak gelisah ingin segera pergi dan aku banyak melamun. Demi apapun, aku penasaran apa yang sudah ditemukan Liv.
Aku lelah, aku ingin semua ini cepat selesai.



Karena Liv menolak membicarakan hal ini lewat telepon atau apapun selain bertemu langsung, aku berusaha mencari waktu yang tepat. Tapi kuliahku tidak bisa diganggu gugat, Liv juga intensif home schooling. Aku tidak tahu sekarang Mark masih suka mengekor Liv atau tidak, tapi sepertinya dia sudah berhenti. Tidak ada yang memancing keributan di 'ANTI Mark Lee'.

Entah aku harus lega atau malah merasa curiga mereka bertengkar sungguhan. Jujur, ada saat-saat tertentu aku merasa mereka menyembunyikan sesuatu dariku ㅡwalaupun itu bukan hal negatif.










Dua hari sesetelahnya, alias sore ini, akhirnya aku bisa bertemu Liv. Aku yang harus ke rumahnya karena dia bilang kami butuh banyak buku berat dan Liv belum boleh mengangkat beban berat dulu. Agak aneh rasanya ke tempat ini tanpa Mark. Aku berjalan cepat di koridor apartemen Liv karena sudah telat satu jam, tapi dia sejauh ini belum protes.


"Ish, apa lagi?" gerutu Liv begitu membuka pintu apartemennya.

Apa lagi?


Aku kan padahal cuma mengetuk pintu tiga kali. Tatapan malas Liv berubah saat melihatku.

"Oh- Alice, sorry," ujarnya, merapikan rambut yang berantakan.

"Apanya yang apa lagi, Liv?" tanyaku.

"Nggak, bukan apa-apa. Masuk masuk," dia menarikku ke dalam rumah lalu menutup pintu. Tangannya aneh, lebih hangat dari biasanya.

"Ng... Liv, kamu sakit?" tanyaku, melihat wajahnya memang lebih pucat.

"Hah? Nggak. I'm fine, very well," dia terkekeh garing. Bodoh, ketahuan bohongnya.


Aku menyentuh jidatnya yang samar-samar ada bentuk cetakan persegi panjangㅡ bekas fever pact. Benar kan, agak panas. Liv menghindari kontak mata denganku.


Vacancy ✔ [revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang