45. spring rain

51.6K 10.6K 8K
                                    

L. Byun
Udah kucari kemana2
Belum ketemu, sorry [10.26]









Memasuki hari ke-enam sejak Diabolos, clue yang kami dapat belum bisa berfungsi karena Liv belum menemukan jurnal ibunya. Mereka terlalu kaya, rumah tidak hanya satu ㅡdan itu tentu memperlambat pencarian.
Bukannya membiarkan Liv bergerak sendiri, Mark sibuk ke ke luar negeri dan dia mewanti-wanti kami tidak boleh bertemu tanpa mengajaknya.

Kalau boleh jujur, ada yang aneh dari Mark dan Liv sejak hari itu.
Entah apa yang terjadi, tapi mereka sepertinya saling menghindar atau... waspada?
Pokoknya tidak banyak berdebat seperti sebelumnya. Ohㅡ aku jadi ingat Liv mau bilang sesuatu malam itu, tapi waktu kutanyakan dia bilang tidak jadi.
Entahlah.














Spring rain.

Hujan di musim semi mungkin tak akan sama kalau tidak ada Jaemin yang tersenyum lebar dari kejauhan, payung pelangi di tangan kiri dan tangan kanannya menenteng kantung plastik berisi kotak. Dia menghampiriku, di depan ruangan Prof. Lee.

"Padahal nunggu hujan reda juga nggak apa-apa," ujarku saat dia sampai.

"Time is money," sahut Jaemin. "Yuk."

"Lohㅡ kemana?" tanyaku heran karena dia mendorongku masuk ke ruangan Prof. Lee alih-alih pergi dari sini.

"Masuk dulu udah," kata Jaemin.




Untung Prof. Lee sedang sibuk mengurus pernikahannya, jadi tempat ini kosong. Aku membuka kunci dan menurut saja saat Jaemin mendudukkanku di kursi terdekat. Dia mengeluarkan kotak bawaannya dan berjongkok di depanku.

"Ganti dulu, biar nggak lecet," dia melepas converse-ku. "Hari ini kita jalan jauh."

Aku hanya bisa diam saat Jaemin memakaikan running shoes putih di kedua kakiku ㅡmodelnya sama dengan yang dia pakai.

"A-aku bisa pake sendiri."

"Eit, janganㅡ kan biar kayak di drama hehehe," Jaemin mengikat tali sepatuku.

Ada-ada saja. Na Jaemin memang tidak pernah berhenti memberiku kejutan.

"Kita mau kemana?" tanyaku saat Jaemin sudah berdiri lagi.

"Ke banyak tempat," jawabnya. "Yuk, hujan-hujanan."

Bukan literally hujan-hujanan sih, kami berdua baru sembuh flu. Jaemin membawaku bersama payung pelanginya menerobos hujan musim semi yang terang dan hangat.

"Waktu SD dulu kamu perhatian banget ya kasih aku payung segala," Jaemin tertawa kecil.

"Soalnya tinggal kamu di sekolah, aku takut kamu dimakan hantu," aku menertawakan pemikiran konyol itu.

"Hm... baru kenal aja udah takut kehilangan? Apa harusnya kita pacaran dari SD aja?"

"Nggak boleh, Nana. Anak kecil belum ngerti cinta-cintaan," aku tertawa membayangkan bentuk Jaemin waktu SD -anak pendek yang suka cengar cengir sendiri.

Rasanya seperti nostalgia sambil berjalan kaki tanpa tujuan. Tapi entah kenapa aku suka, merasakan Jaemin sebagai orang biasa, milikku, bukan seorang idol.

"Kenapa kamu jarang panggil aku Nana lagi?" tanya Jaemin random.

"Soalnya itu panggilan dari semua orang. Jae-mine lebih bagus," jawabku. "Kenapa kamu nggak panggil aku mujigae lagi?"

Jaemin terkekeh, menunjuk ujung jalan.
"Karena mujigae udah terkenal jadi nama restoran," ujarnya. "Lagian sekarang aku udah bisa ngomong Alice, Alice Kim, Na Alice, Alice-ku."

Vacancy ✔ [revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang