25. flashback

67.5K 11.5K 7.5K
                                    

Saat bel di pintu berbunyi berulang-ulang dengan tidak sabar, aku langsung tahu siapa yang ada di balik pintu. Dasar keras kepala, aku berdecak sambil menuju pintu.














"Bandel ya. Kan udah dibilangin jangㅡ"


Omelanku terputus karena begitu pintu terbuka Jaemin langsung memegang kepalaku, merabanya dengan rusuh, memeriksa setiap sisi.
"Nggak ada yang luka kan? Nggak kenapa-kenapa kan?"

"Jaeminㅡ"

Jaemin mencengkeram pundakku lalu membuatku berbalik badan, setelah itu dia putar lagi aku menghadapnya. Yaㅡ aku tidak bisa melawan tenaga raksasanya.

"Masih lengkap," Jaemin menghela nafas lega. "Bikin khawatir aja."





Seminggu yang lalu, rumahku kebakaran karena korsleting. Cuma di lantai satu sih, dan tidak terlalu parah. Tapi renovasinya cukup makan waktu karena bagian-bagian utama rumah yang rusakㅡ sampai aku harus tinggal di hotel untuk sementara.


"Kan aku udah bilang, nggak apa-apa. Aku langsung keluar begitu apinya nggak terkendali," jelasku kalem.

Sekali lagi dia menghela nafas, lalu mengacak pelan rambutku ㅡmembuatku menggerutu.

"Dasar, magnet bahaya," Jaemin membetulkan hasil kelakuannya tadi, pelan-pelan merapikan rambutku ke belakang telinga.

"Kenapa kesini sih? Ini kan tempat rawan," aku berkata sepelan mungkin.

"Makanya ajak masuk, jangan di pintu terus," timpalnya.

"No!" seruku dengan tangan terrentang. "Apa kata orang coba kalau liat kita masuk ke satu kamar hotel?"

Sekilas wajah Jaemin memerah, lalu ia berdecak tidak sabar.
"Ya makanya, jangan ada yang liat."

"Jaemㅡ hey!"



Dengan cuek Jaemin mendorongku masuk, lalu dia sendiri juga masuk dan menutup pintu dari dalam. Aku baru setengah membuka mulut untuk protes, saat dia menarikku ke pelukannya.

"Kangen tau," suara beratnya bergumam lirih di dekat telingaku. "Dua minggu lebih loh. Emang kamu nggak kangen?"

"Nggak," jawabku.

Jaemin langsung melepaskankuㅡ cemberut.
"Jahat."

"Nggak cuma kangen maksudnya," aku berjinjit, lalu berbisik di depan mukanya. "Kangen banget."


Menggelikan melihat ekspresi shock Jaemin, agak blushing. Walaupun cringe setengah mati, aku puas akhirnya bisa menirukan kelakuannya padaku.


"Hm... boleh juga," Jaemin cengar-cengir salah tingkah.

"Eits," aku menghindar saat mukanya mulai mendekat. "Aku lagi masak, nanti gosong."

Aku kabur ke pantry sempit di sisi lain ruangan. Sebenarnya tempat ini lebih mirip apartemen kecil. Ada dua kamar, pantry, dan ruang duduk kecil di dalamnya.
Jujur ini lebih baik daripada tinggal di rumah dua lantai sendirian.


"Masak air mana bisa gosong?" protes Jaemin saat melihat 'masakan'ku.

Aku cuma menjulurkan lidah padanya sambil menuang sereal ke mangkuk.
"Mau?" tawarku.

"Nggak ada makanan yang lebih niat?" tanya Jaemin. "Mau oppa masakin, hm?"

"Oppa?" aku rolling eyes. "Bisa nggak sebentaaar aja nggak flirting, gitu?"

Vacancy ✔ [revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang