37. espionage

50.7K 9.6K 6.7K
                                    

Entah Mark Lee itu terbuat dari apa, sikapnya padaku hari-hari berikutnya biasa saja. Seakan-akan tidak pernah terjadi apa-apa, walaupun kami belum bertemu lagi.

Chatroomㅡ makin penuh spekulasi dan perdebatan mulai dari yang penting sampai tidak penting. Mark dan Liv sering tiba-tiba saling sentimen tidak jelas, padahal baru kenal. Aku sempat kaget mengetahui sisi seorang Livia Byun yang tampak manusiawi, maksudnyaㅡ kukira dia serba tertutup dan eksklusif.

Hari ini kami mau bertemu Livia lagi. Tadinya mau di rumah ini, tapi belakangan orang tuaku sering di rumah. Entah mereka berpikir apa kalau mendengar obrolan kami tentang iblis dan hantu.







"Mau kemana?" tanya ayahku waktu melihat aku sudah siap pergi.

"Pergi. Keluar."

"Sendirian?"

"Ngㅡ tunggu jemputan," jawabku sambil makan cemilan di meja.

"Magu ya?"








Bagaimana tebakannya bisa tepat?
Seakan-akan aku memang tidak punya teman lain.







"Iya," jawabku singkat.

"Pacarmu Magu atau Magu dua sih?"








Apa?
Kenapa tiba-tiba Jaemin?
Kapan mereka bertemu lagi?








"Kapan appa ketemu Jaemin?"

"Magu dua? Beberapa hari yang lalu, pagi-pagi. Waktu ditanya dia siapa, coba tebak jawabnya apa?" ayahku terkekeh.

"Apa?"

"Awalnya cuma cengengesan, terus jawab someone special. Apa maksudnya coba?" ayahku tertawa.


Aku menarik nafas lega. Untung Jaemin tidak menjawab yang lebih aneh seperti calon pendamping hidup atau calon menantu, ayahku bisa jantungan.

"Dia nggak bilang apa-apa lagi?" aku agak heran kenapa ayahku membiarkan Jaemin masuk.

"Nggak. Dia cuma bilang Magu itu temennya, waktu appa bilang kemarin sorenya kamu pergi sama Magu."







Reflek aku meremas keripik di tanganku sampai hancur.
Berarti... hari itu Jaemin sebenarnya tahu, tapi pura-pura tidak tahu apa-apa?


Bagaimana bisa, Na Jaemin?




Aku antara merasa bersalah, panik, dan heran. Setelah hari itu pun kami sempat video call beberapa kaliㅡwalapun sebentar, tapi dia tidak menyinggung sedikitpun tentang hal itu.








"Jadi, Magu atau Magu dua hayo?" tanya ayahku.

Entah pagi ini dia sekedar mencari topik obrolan atau memang kepo. Untung saja klakson elentra terdengar dari luar, jadi aku tidak perlu menjawab lalu diceramahi tentang masa depan atau rumah tangga.

"Nah, itu Magu. Dah, pergi dulu," aku berpamitan sambil berlari ke luar.









Tadinya aku mau ke rumah Liv sendiri, tapi Mark membalas tolakanku dengan 'katanya nggak mau awkward?'.
Oke, dia benar. Tidak perlu menghindar.









"Hai," sapa Mark begitu aku masuk.

Dia tidak awkward sedikit pun, as always.

"Hai juga," sapaku seperti biasa.

"Aku ngebut ya? Seatbelt please," ujar Mark.

Vacancy ✔ [revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang