20. split in half

64.3K 13.7K 6.8K
                                    

"....There's been another man that I've needed and I've loved

But that doesn't mean I love you less 🎶

And he knows he can't possess me and he knows he never will

There's just this empty place inside of me that only he can fill🎶..."
















Suara musik slow rock 70'an itu samar-samar membangunkanku. Rasanya berat sekali membuka mata, tapi seakan-akan ada yang mendorongku untuk segera mengetahui aku ada dimana dan apa yang sudah terjadi.

Ruang rawat inap rumah sakit, lagi, setelah beberapa lama. Orang pertama yang kulihat adalah ayahku, sedang melamun di dekat radio tape yang tampak ganjil ada di ruangan modern ini.
Aku mengerang memanggilnya, dan ayahku langsung menghampiri dengan panik.

"Kenapa? Sebelah mana yang sakit?" tanyanya sembari mendudukkan punggungku yang lemas seolah tanpa tulang belakang.


Aku menggeleng, berusaha menenangkannya dengan tersenyum tipis.

Ayahku menghela nafas dalam-dalam.
"Syukurlah," ia membelai kepalaku. "Kenapa sih kamu selalu terlibat masalah semacem ini?"

"Mama mana? Ada apa? Aku kenapa?" tanyaku.

"Lagi ambil hasil lab. Kamu keracunan arsenik," jawab ayahku dengan ekspresi geram. "Sebelumnya kamu minum kopi? Inget nggak?"

Kopi... ya, kopi itu. Aku mengangguk.


"Kopi itu beracun. Salah sasaran, mungkin ㅡmahasiswi perempuan yang tadi ada di sana bilang kopi itu harusnya buat professor Lee. Siapa sih namanya? Ariel?"

"Eri," aku mengoreksi. "Sekarang dia dimana?"

"Pemeriksaan di kantor polisi. Tadi professor Lee juga sempat kesini sebelum ke kantor polisi. Dia merasa bersalah, tapi yahㅡ bukan sepenuhnya salah dia juga sih."

Aku tertegun mendengar penjelasan ayahku. Jadi aku korban racun salah sasaran?


"Tenang, pelakunya pasti ketemu. Harus," ayahku menggertakkan giginya dengan geram. "Si brengsek itu harus bertanggung jawab."

"Hmm..." aku menggenggam jari-jarinya yang besar untuk menenangkannya. "Yang penting kan sekarang semua orang selamat. Iya kan?"

"Tapi semuanya hampir terlambat, nak," kata ayahku geram. "Kamu hampir... hampir..."




Hampir mati.
Ya, aku tahu. Walaupun belum mencapai kuliah forensik tentang racun, aku tahu arsenik adalah salah satu racun paling mematikan selain potassium cyanide. Agak mengherankan sebenarnya karena aku bisa selamat, aku benar-benar bersyukur.

"Separah apa?" tanyaku, tiba-tiba cemas memikirkan ujian biopsychology dan yang lain. Berapa lama aku harus opname?

"Lumayan. Walaupun katanya sekarang semuanya udah terkendali," jawab ayahku. "Untung tadi kopinya belum kamu minum semua."

Iya. Aku ingat betul baru menghabiskan sekitar setengah cup. Setelah itu aku keluar mencari Jaemin...
Ahㅡ dimana Jaemin sekarang?


"Tadi Magu disini," ujar ayahku sebelum aku sempat bertanya.

"Hah? Ngapain?"

"Donor darah. Tadi kamu sempat muntah darah, karena pendarahan dalam atau apa lah itu ㅡnggak terlalu ngerti istilah medisnya," jawabnya. "Cuma sebentar. Habis donor dia langsung pergi ke Magu 2 di UGD."

Vacancy ✔ [revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang