50. move

49.5K 9.8K 6.5K
                                    

Seandainya bisa, aku ingin ke krematorium hari itu juga, sepulang dari makam Byun. Tapi selain jaraknya sangat jauh, aku disuruh pulang. Sejak insiden kebodohanku, orang tuaku jadi lebih protektif. Daripada kena masalah lagi, akhirnya kami pulang.


Beberapa hari berlalu.
Mark bilang dia akan mencari tahu Jaemin pergi kemana atau dia sakit apa. Sejak bertemu Eri, Liv sepertinya banyak menghabiskan waktu dengan keluarga Choi. Sementara aku? Sibuk packing untuk pindah ke apartemen.



Ya, sudah kuputuskan untuk meninggalkan rumah ini. Terlalu banyak kenangan, terlalu banyak yang terjadi di rumah ini, terlalu banyak yang mengingatkanku pada Na Jaemin.
Aku beralasan ingin tinggal di tempat yang lebih kecil, untung orang tuaku akhirnya setuju ㅡrumah ini akan disewakan saja.


















Akhirnya, hari pindahan datang. Aku sudah duduk diantara kardus-kardus, menunggu mobil pick up datang sambil menonton Jaemin di handphone. Ingin menghindar dari kenangan dengannya, tapi lihat apa yang kulakukan sekarang?
Hipokrit? Memang.


Bel rumah berbunyi, pasti jasa angkut pindahan sudah datang. Aku bergegas membukakan pintu, tapi yang tampak di layar interkom malah Mark dan Livia sedang adu mulut.
Kenapa ada mereka?


Aku membuka pintu, menjeda perdebatan mereka.
"Kalian ngapain ribut di depan rumah orang?" tanyaku.

Mark menyusup masuk lalu berlindung di belakangku.
"Dia udah gila," tunjuknya pada Liv. "Takut."

"Hai," sapa Liv padaku, mengabaikan Mark. "Kenapa nggak bilang-bilang mau pindah?"

Aku kaget. "Lohㅡ kalian tau dari mana?"

Dari belakangku, Mark menunjukkan layar ponselnya ㅡchat dengan ibuku.
"Still your mom's favorit boy."


Ya ampun, ibuku apa-apaan?
Kenapa memberi tahu Mark segala?



"Ahㅡ oh, sorry," aku terkekeh garing. "Rencananya aku mau kabarin kalian nanti aja kalau udah pindah sekalian."

"Kenapa?" tanya Mark.

"Ya nggak kenapa-kenapa," aku mengangkat bahu.

"Pindahan kan repot, mungkin kamu butuh bantuan," ujar Liv.

"Wow, thanks," sahutku terharu. "What a surprise? Tapi sebenernya kalian nggak perlu repot-repot. Tim jasa pindahannya udah cukup banyak."

"Terus? Masa aku biarin kamu cewek sendiri diantara mereka? No. Never," kata Mark.

"Cringe!" Liv menyerukan suara hatiku. "Cringe as hell, ew."



Untung mobil box yang akan mengangkut barang-barangku datang, menghentikan keributan. Kami langsung minggir dan mengawasi kegiatan mereka dari pinggir sampai semua kardus dan perabotan masuk diangkut.

Pindah.
Vibe perpisahan mulai menyiksaku. Berbagai rekaman kenangan di rumah ini terputar ulang di kepalaku. Suasana jadi agak gloomy sampai akhirnya aku mengunci pintu dan melangkah pergi dari rumah ini tanpa menoleh lagi ke belakang. Mark dan Liv sudah menungguku di luar pagar.



"Sedanmu mana, Liv?" tanyaku saat hanya melihat mobil Mark.

"Di apartemenmu yang baru," jawab Mark. "Kita udah dari sana tadi."


Aku agak kaget mendengar mereka seakrab itu dengan ayah dan ibuku ㅡya, orang tuaku sudah menunggu di apartemen. Kekagetan lain, Tom and Jerry ini ke sini dengan satu mobil?

Vacancy ✔ [revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang