79. old eyes

42.4K 10.3K 7K
                                    

Angin dingin menyentuh telapak kakiku sampai aku terbangun.

Hening, hanya ada suara dengkuran pelan Mark.
Jendela balkon masih terbuka lebar menunjukkan langit subuh yang tampak suram kelabu. Aku duduk, bersandar pada pinggiran meja penuh bekas makanan dan minuman.

Liv tidur meringkuk seperti udang, tidak jauh dari depan Mark yang meringkuk juga.
Tangannya dibalut perban, membuatku menyesal sudah ketiduran sebelum mengobatinya. Pasti sakit mengobati diri sendiri, dan bahkan setelah itu bisa makan sendiri?

Mereka berdua tampak lelah, tidur pulas tanpa bantal.
Dalam keadaan normal pasti aku akan memotret keadaan ini untuk mengolok-olok mereka ㅡdua ekor udang. Tapi sekarang jelas bukan saat yang tepat untuk hal semacam itu.
Kasihan, udara sudah mulai dingin menjelang musim gugur. Mereka pasti kedinginan.

Jaemin bagaimana?

Apa dia juga kedinginan dan sendirian di krematorium?
Kali ini berbeda dengan saat Jaemin terpisah dengan tubuhnya dulu. Saat itu dia masih hidup.
Sedangkan sekarang... entahlah.

Aku engan mengakuinya, tapi arwah yang mati penasaran tidak bisa bebas berkeliaran. Mereka terperangkap di tempat meninggalnya ㅡitulah alasan kenapa ada istilah tempat berhantu.

Kami bertiga ketiduran di karpet setelah kejadian kemarin, lelah dan bingung.

Aku yang ketiduran duluan, saking kalutnya pada kenyataan. Mungkin mereka ketiduran juga akhirnya setelah makan, makanya banyak bekas makanan.
Aku berinisiatif mengambil dua lembar selimut untuk mereka, lalu menutup jendela balkon.

Perutku lapar, tapi rasanya tidak nafsu makan. Aku belum makan sejak kemarin siang tapi menghabiskan energi sebanyak itu, pantas badanku lemas. Baiklah, langkah pertama mungkin harusnya aku mandi untuk menjernihkan pikiran.












Selesai mandi dan berpakaian, terdengar grasak grusuk di ruang tengah. Mungkin sudah ada yang bangun salah satu atau keduanya. Gampang menebaknya, kalau sebentar lagi berisik berarti dua-duanya bangun.

Oh, ternyata aku salah. Mereka berdua sudah bangun, tapi sibuk masing-masing. Mark sedang minum di depan kulkas sementara Liv mengikat rambutnya yang berantakan.

"Morning," sapaku, garing. Mereka menjawab dengan tatapan muram.

"Kirain kamu kemana, untung aku denger ada suara di kamar mandi sebelum semuanya panik," kata Mark.

Aku duduk di salah satu kursi pantry.
"Aku nggak kemana-mana kok. Emangnya mau kemana sepagi ini?"

"Keadaannya lagi bahaya. Kalian jangan bepergian sendiri, apalagi ke tempat sepi," ujar Mark.

Aku menghela nafas, ingat lagi pada kejadian kemarin. Sekarang aku merasa hampa, hilang arah. Aku tidak mau percaya Jaemin sudah meninggal, tapi melihat video message kemarin...

"Makan dulu, dari kemarin kamu belum makan," Liv menyodorkan semangkuk sereal ke hadapanku.

"Oh- thanks," aku tersenyum kaku. "Kalian nggak makan juga?"

"Aku harus pulang, udah menghilang seharian," Mark menenteng jaket dan kunci mobilnya. "Tapi... kalian gimana?"

Pertanyaan sulit.

Pertama, aku memang takut. Kedua, aku sadar kami punya kegiatan masing-masing. Ketiga, aku sangat ingin mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi tapi bingung harus mulai dari mana.


"Aku juga mau pulang. Alice, kamu mau ikut?" tanya Liv.

"Loh, kenapa? Nggak usah pulang dulu, rumahmu kan jauh, sepi lagi," tukas Mark pada Liv.
"Lagian kamu kan pengangguran, mau apa di rumah?"

Vacancy ✔ [revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang