34. secrecy

55.2K 9.9K 4.8K
                                    

Sebisa apapun menghindar, alam bawah sadarku tidak bisa dibohongi.
Kecemasan dan perasaan buruk membuatku mulai sering mimpi buruk ㅡlagi. Padahal sudah cukup lama aku tidak mengalaminya.
Tapi anehnya, sekarang setiap bangun aku tidak pernah ingat sedikitpun tentang isi mimpiku. Gila, kan?

Hanya satu orang yang kurasa mungkin bisa memberi sedikit pencerahan dari semua ini;

Livia Byun.

Ya, dia hidup bersama dengan iblis yang meracuni serpihan jiwa adiknya selama bertahun-tahun. Aku sedih setiap mengingat fakta itu, mengingat wajah Livia yang tampak tanpa kehidupan.

Bukannya aku mencurigai Jaemin, tapi aku cuma cemas kalau apa yang dulu Livia bilang benar-benar akan menjadi kenyataan ㅡaku dan Jaemin berbahaya satu sama lain.
Makanya, aku ingin mengatur pertemuan antara kami bertiga. Tapi sekarang aku harus bertemu Livia duluan, untuk bertanya banyak hal.









Aku sedang berjalan di sepanjang pedestrian yang sepi menuju halte bus terdekat dari kampus saat handphone-ku bergetar. Mark Lee?

"Halo?"

"Tengok ke kanan."








Saat aku menoleh, Elentra merah yang tampak familiar berhenti bersisian dengan pedestrian tempatku berjalan. Perlahan kacanya membuka, tapi aku sudah tahu siapa pengemudinya.

Markㅡ melambai dari belakang kemudi, sepertinya dia sendirian. Aku mematung beberapa detik sebelum akhirnya masuk.


"Kamu ngapain?" tanyaku.

Mark mengeluarkan lunch box hijau muda dari kantung serutnya, lalu memberikan benda itu padaku.

"A property of Kim Alice," ujarnya.
"Aku nggak tau itu asalnya dari mana, tapi kayaknya bukan buat Jaemin? Makanya aku amankan sebelum dia tau."


Mataku terarah pada stiker kusam di sisi lunch box. Bodoh, kenapa aku ceroboh?


"Ya, bukan buat Jaemin. But, how did you know? Kamu dapet dari mana?" selidikku.

"Kalau Jaemin yang punya, nggak akan dia taruh sembarangan," jawab Mark. "Dari Lucas, dia kasih waktu aku kelaparan."

"Jadi kamu yang makan semuanya?"

Likeㅡ how come?
Bagaimana bisa sampai di tangan Lucas saja aku tak mengerti.

"Iya. Kenapa? Itu punya siapa sih?"

"Ahㅡ anu, ceritanya panjang. Tadinya makanan itu aku kasih ke Ten. Tapi nggak apa-apa, bagus lah kalau ada yang makan. Hari itu Ten emang udah makan sama temen-temennya."

"Oh... apa karena Ten hyung nggak jadi wajib militer? How cute," Mark terkekeh. "Tiap hari dong, enak."

"Enak makannya nggak enak bikinnya," timpalku. "Kamu sengaja cuma nganterin ini?"

"Iya," jawab Mark canggung.

"Oh... padahal buang aja juga nggak apa-apa," aku jadi ikut canggung.

"Jangan dong, sayang. Kan masih berfungsi," ujar Mark. "Kamu mau kemana? Kok jalan ke arah sini?"


Dalam diam aku mempertimbangkan memberi tahu Mark atau tidak. Dan seandainya dia tahu, memang apa pengaruhnya?


"Malah bengong?" Mark mengibaskan tangan di depan wajahku.

"Ahㅡ anu... aku mau ke rumah Livia. Well, apartemen, kayaknya," ucapku.

Vacancy ✔ [revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang