31. white lies?

56.3K 10.5K 4.3K
                                    

"Kamu nggak capek apa?"

"Nggak," jawab Jaemin singkat, menepuk-nepuk pelan rambutku yang basah dengan handuk.
"Kamu yang nggak capek, belajar terus?"

"Laporannya harus selesai hari ini, bukan lagi belajar," aku mengoreksi.










Sejak datang tadi Jaemin tidak mau diam.
Seperti biasa memaksaku mandi, memasak omurice sekaligus menyuapiku karena aku sibuk dengan laporan, lalu sekarang mengeringkan rambutku sambil sesekali berkomentar tidak penting tentang apa yang aku tulis.
Entah aku harus bilang dia membantu atau mengganggu ㅡfifty fifty.


"Coba nggak ada aku, pasti kamu nggak mandi, nggak makan, tau-tau udah tahun 2019," omel Jaemin.

"Iya iya, makasih deh," sahutku sambil berusaha konsentrasi.

Jaemin menghentikan kegiatannya, lalu menumpukan dagu di pundakku dari belakang.
"Terus main sama akunya kapan?"


Anak ini benar-benar tidak bisa membaca situasi. Huft.



"Sabar, sedikit lagi," aku mengusap rambut karamelnya dari samping. "Mending kamu nonton tv, atau belajar juga ㅡkamu mau ikut ujian kesetaraan kan?"

"Masa jauh-jauh malah disuruh belajar?" Jaemin menggembungkan pipinya sampai menyentuh pipiku.

"Ya udah, ngapain kek sana. Jangan kayak gini, aku nggak bisa konsentrasi," aku menggeliat supaya Jaemin menjauhkan diri.

"Kenapa nggak bisa coba?" protesnya.








Because you smells too good, Na Jaemin.

And you're so warm.

And your lips...










"Kamu berat," tukasku sebelum Jaemin menempel lagi.



Akhirnya Jaemin menyerah, dia menjauh lalu menjatuhkan diri dengan berlebihan di sofa bed depan TV. Kedengarannya seperti acara home shopping, terserah lah ㅡyang penting dia tidak merecoki kegiatanku.

Sementara Jaemin terdengar tertawa sendiri di depan TV, aku menyelesaikan laporan jauh lebih cepat tanpa distraksi. Empat puluh lima menit kemudian dengan bangga aku menutup pulpen dan meregangkan punggung yang pegal.










Setelah mencuci piring bekas omurice, aku mengambil dua kotak kemasan susu stroberi dan membawanya ke Jaemin. Dia mengabaikanku.


"Mau?" aku menyodorkan susu pada Jaemin.

Dia hanya menatapku dengan bibir mengerucut. Aku berdecak lalu duduk di sebelahnya.

"Ngambek ceritanya?" tanyaku sambil menghalangi pandangannya ke TV.

"Awas ah, lagi seru nih," Jaemin menghindar.


Aku tidak menyerah, terus menghalangi jarak pandangnya sambil menyedot susu. Sampai akhirnya dia tersenyum gengsi dan menatapku kesal.


"Aku menang," seruku senang.

Jaemin menyedot susu stroberiku tanpa ijin, lalu mencium pipiku.


"Ew!" aku mengelap pipi dengan lengan baju. "Jorok, lengket tau!"

Giliran Jaemin yang membalas tertawa puas lalu mengambil susu untuknya di meja.


"Kebiasaan banget," aku menekan kedua sisi pipi Jaemin dengan satu tangan.

"Masih mending nggak aku gigit," timpalnya setelah kulepaskan. "Jangan bikin gemes, tolong. Aku takut nggak kuat."

Vacancy ✔ [revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang