Bab 18. Mana Yang Tulus Dan Yang Bertopeng

Mulai dari awal
                                    

Mereka semua diam, tidak jarang dari mereka meneteskan air mata. Termasuk Kenan yang tengah mengigit bibir bawahnya menahan tangis. Budi dan Caca sudah terisak, Dinda dan Amora menangis tanpa suara. Eka dan Diki mencoba menahan air mata yang sudah bergerumung di peluk mata mereka.

Tidak lama mereka saling berpelukan dengan Bu Dian. Mereka tidak henti-hentinya meminta maaf kepada wanita yang sejauh ini selalu membela mereka begitu kerasnya. Mereka sadar, apa yang sudah mereka lakukan semakin mencoreng nama baik kelas XI IPA7 dan juga mencoreng wali kelas mereka, Bu Dian.

Setelah mengungkapkan rasa penyesalan, mereka keluar dengan membawa surat peringatan. Mereka tidak kesal, justru mereka berharap apa yang sudah mereka genggam di tangan mereka menjadikan mereka murid yang lebaih baik untuk kedepannya.

"Aw, kelas pembuangan bikin ulah lagi." sindir seseorang membuat langkah mereka terhenti.

Mereka kompak membalikan badan, mendapati anak-anak Osis yang tengah memandang mereka dengan tatapan meremehkan. Mereka semua ada di sana, kecuali Adam.

"Ya ampun, hidup mereka kan penuh dengan onar. Kalo gak buat Onar justru bakal kelihatan aneh tahu." lanjut Rini, tersenyum sinis.

Sasa tersenyum sinis "Duh! Gak di sekolah gak di luar sekolah. Selalu buat masalah, makin buruk aja nama sekolah kita gara-gara sampah kayak mereka."

"Sa," Juna memperingati, kalimat cewek itu sudah keterlaluan.

"Yaiyalah, gue heran, kenapa murid kayak mereka gak di enyahkan aja sih di sekolah kita. Lagian apa untungnya mereka di sini, cuma bikin masalah aja." Ardi menimpali.

Eka mengepalkan tangannya kuat-kuat, mereka semua kesal dengan sindiran itu. Amora hanya memandang antek-antek Osis dengan pandangan datar. Eka dan Kenan hendak maju untuk mendamprat mulut mereka, sayang Amora menahan dan berdiri di depan mereka terlebih dahulu. Amora takut jika masalah ini akan kembali berakhir di ruang BK.

"Terimakasih, kami anggap itu pujian buat kami. Gue tahu, kalian pasti iri kan, karena kami pribadi yang bebas di sekolah bahkan di luar sekolah. Tapi, kami masih punya batasan. Kami yang di usik akan melawan, kami yang bodoh ini masih bisa menghargai orang lain,"

Antek-antek Osis diam, termasuk Juna yang cukup takjub dengan kalimat yang keluar dari Amora.

Sasa tersenyum remeh "Percuma aja, karena yang kalian lakuin tetep buruk di mata semua orang, termasuk para guru. Eh, terkecuali wali kelas yang sama bar-barnya kayak anak asuhnya."

Deg!

Kalimat Sasa berhasil membuat emosi semua yang ada di sana naik, termasuk Amora. Juna sendiri tidak percaya jika Sasa baru saja menghina salah satu gurunya sendiri. Mereka kembali maju, ingin menghajar wajah Sasa. Lagi-lagi Amora menahannya.

Amora masih mencoba menampilkan senyum dan ketenangan.

"Karena itulah kami, kami ingin mereka memandang kami apa adanya. Mereka melihat kami karena kami bodoh? Oke. Mereka melihat kami karena kami bar-bar? Gak masalah. Karena dengan itu kami bisa membedakan mana yang tulus dan mana yang bertopeng,"

Sasa dan yang lain masih tersenyum sinis. Kecuali Juna yang diam dan terus memperhatikan Amora.

"Enggak seperti kalian, bersandiwara menjadi orang paling baik dan sopan. Sementara di luar, kalian cuma sampah-sampah yang jauh lebih buruk dari kami. Apa yang mereka pikirkan, antek-antek Osis yang di sanjung ini ternyata hobi mabuk, keluar masuk bar, keluar malam hingga berani masuk ke dalam hotel. Belum lagi merokok dan hobi balap liar. Berciuman dengan banyak cowok, rela tubuhnya di jamah oleh orang lain."

Telak!

Semua anak Osis diam, tubuh mereka seketika kaku mendengar ucapan Amora. Sebenarnya Amora hanya asal mengatakan perilaku mereka, Amora hanya tahu jika mereka pernah mabuk tidak yang lain. Tapi, sepertinya kalimat yang Amora katakan benar hingga membuat antek Osis itu membisu.

Amora tersenyum sinis "Kami tidak pernah takut dengan kebodohan kami, karena kami memiliki guru seperi Bu Dian yang begitu baik dan setia tanpa pamrih. Bagaimana perasaan guru-guru yang selalu menyanjung kalian. Kalo mereka tahu perilaku busuk kalian? Ah, apa kami harus kasih tahu mereka supaya kalian tahu gimana ekpresi semua orang?"

Antek-antek masih diam, tidak jarang dari mereka menggeram. Sasa menatap Amora kesal, dengan rasa malu Sasa melangkah pergi, meninggalkan anak kelas XI IPA7. Beberapa detik pandangan Amora dan Juna bertemu, Juna tersenyum ke arah Amora lalu pergi.

Sementara kelas XI IPA7 menyoraki kepergian anak Osis. Mereka tertawa dan bangga melihat kekalahan murid bertopeng itu.

----

Aw! Part ini lumayan panjang. Sorry kalo ada typo!

Plis, jangan jadi Silent Readers! Apa susahnya cuma klik bintang doang? Hargain karya orang ya...

SUK CERITA INI?

VOTE DAN KOMENTAR JUGA SHARE KE TEMAN KALIAN AGAR MEREKA TAHU ARTI PERSAHAATAN.

Salam Hangat

DhetiAzmi

Bukan Cinderella (Sudah Ada Di Toko Buku)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang