15: Alchemy and Confession

348 29 0
                                    


(Hiiro's PoV)

—Hari 2 di pondok Tempester—Hutan Uril—

Satu hari telah berlalu dengan cepat. Aku hampir tak melakukan apa-apa, hanya menanti datangnya pergantian hari.

Ketika aku berpikir aku akan melihat hari yang baru, aku ingin sekali melihat perasaanku menjadi lebih tentram.

Akan tetapi, rasanya masih saja sesak seperti kemarin. Perasaan bersalah yang mengekangku.

"Kakak, ayo cepat! Lei-lei dan Al-al sudah ada di luar!"

Cara gadis Warbeast itu memanggilku membuatku mual. Rasanya aku tak bisa bernafas dengan benar.

Akan tetapi, yang membuatku merasa lebih buruk lagi adalah...

"Aku segera ke sana, Eili."

Diriku, yang mulai membohongi Eili, serta diriku sendiri.

Aku pun mengikuti Eili yang dengan sedikit energik keluar dari pondok.

Aku melihat pemandangan yang ada di depan mataku.

Sebuah padang rumput yang indah, juga beberapa petak kebun tanaman herbal. Lalu di depan itu adalah sebuah kumpulan pepohonan yang sangat lebat.

"Aku paham. Jadi kelebatan hutan yang ada di dekat sini membuat para makhluk yang ada di hutan enggan ke sini. Cukup pintar."

Aku bergumam sendiri, terkagum akan kelebatan hutan yang mengelilingi area ini secara keseluruhan.

"Hebat kan? Lei yang membuat mereka bertumbuh secepat ini, lho!"

Ketika mendengar itu dari mulut Alvonse yang seenaknya sendiri berbicara tanpa pikirn panjang, aku langsung melirik ke arah Leiva.

"—!"

Tentu saja, mendeteksi hal itu, Leiva langsung bersembunyi di balik Alvonse.

"Bagaimana caranya dia melakukannya? Sihir tak akan bisa membuat tanaman tumbuh secepat itu. Lagian, sihir tak akan bisa mempercepat pertumbuhan fisik makhluk hidup."

"..."

Setelah dia diam lama, aku mulai meragukan apakah apa yang aku katakan ini masih dalam bahasa yang bisa dimengerti olehnya atau tidak.

"Duh, Lei-lei ini ternyata benar-benar pemalu, ya. Denganku juga begitu."

"Lei, cobalah tiru sedikit gadis serigala ini. Dia yang pertama bangun dan waspada terhadap kita saja, sekarang sudah menganggap kita enteng."

"Al-al, sudah kubilang, aku punya nama! E-i-li! Kita bicara bahasa yang sama!"

"Hiiro memanggilmu 'Eili'. Dan Lei juga memangilmu dengan 'Li'. Tak ada lagi yang tersisa dan pas untuk memanggilmu dari namamu. Makanya aku memanggilmu dari rupa."

Alvonse berkata seolah mengejek, akan tetapi dia juga terlihat senang saat berbicara dengan Eili.

Di saat aku tertidur, sepertinya mereka berdua sudah bisa akrab.

"... Li... sedikit menakutkan. Wajahnya... aku tak begitu suka..."

Begitu berkata seperti itu, Alvonse mengelus kepala Leiva dengan wajah yang agak murung.

Ah... kalau diingat-ingat, mereka punya pengalaman buruk dengan monster yang seperti serigala dulu... wajar saja mereka takut.

"Apaan tuh!? Aku tak menggigit orang lain selain kakak!"

"Benarkah...?"

Eili mengangguk keras untuk membalas suara Leiva yang kecil dan terpatah-patah.

Dan tunggu dulu, entah kenapa kok maksud 'menggigit' di sini tak terasa seperti 'menggigit asli? Kalau memang benar 'menggigit asli', aku harus lebih waspada mulai sekarang.

Slave Liberators [Tamat]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora