10: Death God's Trial

459 33 4
                                    


(Hiiro's PoV)

—Hari ke-6 perjalanan, termasuk 3 hari aku pingsan—Di dalam sebuah kereta kuda—

Aku melahap roti telur yang kubeli di Toko Roti Adlera tadi. Rasanya masih agak hambar, karena indraku masih belum pulih sebelumnya.

Aku mendengar bahwa Warbeast harimau yang bernama Lith itu, juga adalah dokter yang merawat lukaku. Tadi pagi aku tak sempat bertemu dengannya untuk berterima kasih, dan si Dewa Kematian juga mengatakan kalau itu tak diperlukan.

Suara kereta kayu yang ditarik oleh kuda bisa menjadi lagu pengantar tidur yang cocok untukku, kalau saja aku tak tertidur selama 3 hari. Lagi-lagi, aku memakan roti sambil menatap langit biru.

Perasaan aneh yang kutinggalkan di kota para Elf dan Warbeast hidup bersama, melamun memikirkan tentang Rubia.

"Mata sayu, kau masih memikirkan tentang gadis itu, ya?"

"Berisik banget, deh. Nggak masalah, kan?"

Aku mendengar dia tertawa kecil.

"... wajar saja... gadis manusia yang itu kan manis..."

Gadis Warbeast itu pun ikut-ikutan, tapi tak tertawa. Apalagi aku. Aku segera mengalihkan perhatian dengan mengganti topik.

"Memangnya kita ini sedang menuju ke mana?"

"Kalau kereta ini sih..."

Aku melihat ke depan, ke arah kereta menghadap. Aku bisa melihat sebuah tembok yang cukup besar. Kota dengan perbatasan seperti itu... jangan-jangan itu adalah Kerajaan Babel?

"Yah, walau tujuan kita bukan itu. Hutan Uril sudah terlihat, jadi kurasa sebentar lagi..."

Si Dewa Kematian melihat ke lubang yang menjadi jendela. Lebih tepatnya lagi, dia melihat ke arah sebuah hutan, dan dua buah gunung yang tinggi.

"—Pak kusir, tolong hentikan kereta kudanya. Aku tahu kau menguping untuk pihak kerajaan, aku akan memberi uang tutup mulut di sini. Kalau kau tak bisa bekerja sama, mungkin saja kepalamu akan terbelah."

Si Dewa Kematian, entah sejak kapan mengambil sabitnya dan menggores kecil dahi kusir itu. Aku dan si gadis Warbeast terkejut melihatnya.

"—hiiiiiiek?!"

Pak kusir pun berteriak histeris, dan segera menghentikan kereta kuda ini.

Si Dewa Kematian menarik kembali sabitnya, lalu meninggalkan sebuah kepingan Chlor emas di atas kursi kereta.

Si Dewa Kematian melompat turun lewat belakang kereta, dengan barang-barangnya. Aku dan gadis Warbeast juga ikut turun mengikutinya.

Pak kusir langsung memacut kudanya dan segera meninggalkan kami.

"Ada sebuah kota bernama Thereford di lereng gunung yang kanan itu."

Si Dewa Kematian kembali menatap ke gunung yang berada di sebelah kanan dari sini. Aku dan si gadis Warbeast melihat ke arah yang sama.

"Apa pun caranya, sampailah ke Thereford. Aku akan ke sana duluan."

""—Eh!?""

Si Dewa Kematian, melamabaikan tangannya, lalu berjalan menuju ke dalam hutan. Kami melihat punggung itu menjauh ditelan oleh bayangan pohon-pohon di hutan.

Karena dia terlalu tiba-tiba mengatakannya, aku berusaha mengerjarnya. Si gadis Warbeast juga melakukan hal yang sama. Kami berlari menuju ke dalam hutan.

Slave Liberators [Tamat]Where stories live. Discover now